Sepotong Roti Vs Sepotong Hati,,,



Sore itu, saya menuju salah satu café di bagian selatan kota. Tujuan utamanya sih bukan makan. Karena perut masih kenyang. Saya memilih tempat itu karena tujuan lain; menikmati senja. Suasana yang sejuk dan terasa “mendesa” lantaran banyak pepohonan di sekitarnya membuat saya tergoda untuk mengarahkan laju si kupu-kupu rindu ke sana. ^_^
Beberapa kali sebelumnya saya memang pernah ke café itu dengan teman-teman. Sewaktu membahas Lembaga Penelitian dengan Mas Ilyas dan Mas Kadir, saat memetakan wilayah survey Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dengan Tim Surveyor, juga saat buka puasa bersama dengan teman-teman Alumni kampus, Ramadhan kemarin. Menu ikan bakar khas Sumenep, biasanya akan menjadi menu favorit. Hmmm,,, yummy banget dah… hehe..
Tapi kali ini saya memang tidak tertarik dengan menu-menu itu. Sekali lagi, mungkin karena masih kenyang. Jadi,saat duduk di salah satu barung kaju (seperti sawung) saya hanya memesan roti bakar dan jeruk hangat. Selebihnya, saya hanya mengangguk nyengir sambil garuk-garuk kepala saat ditanya “Hanya ini?” oleh pelayan. Sejenak dia bengong. Mungkin dia berpikir saya aneh. Lantaran tidak memesan makan. Tapi cuek aja. Toh, saya masih kenyang.
Sembari menunggu pesanan datang, saya mengambil Headset dari saku jaket. Rasanya, senja akan semakin indah bila saya menikmatinya sambil mendengarkan lagu-lagu cinta. Halah… baru saja saya memilih lagu yang hendak saya putar, tiba-tiba muncul dua orang cewek menuju sawung tempat saya duduk. Sekilas saya menoleh ke beberapa tempat duduk yang lain. Nyaris penuh. Hanya di sawung ini yang kosong; kecuali berisi saya. ^_^ Pantas saja mereka menuju ke sini. Melihat dari dandanannya, kelihatannya anak kuliahan. Atau, barangkali juga sudah bekerja. Entahlah… keduanya menyandang tas. Satu orang berkerudung ungu. Yang seorang lagi tidak berjilbab. Rambutnya panjang terurai. Mirip iklan shampoo di televisi. Hehe…
Setelah permisi dan mengangguk tanda menyapa, keduanya menuju ke meja samping kanan saya. Lalu duduk berhadapan sambil menaruh tas masing-masing. Saya tersenyum melihat mereka. Cantik juga, batin saya. Hahaha… sepertinya sifat slengean saya mulai kambuh. Tapi,,, kalo tampan kan cowok? ^_^
Ah, saya tak peduli. Toh tujuan saya kesini untuk menikmati senja. Bukan untuk yang lain. Maka saya menatap langit barat yang mulai menguning. Lagu yang mengalun dari MP3 Handphone saya kebetulan Velocity “Saat Kau Rindukan”. Duh duh duuuhh,,, semakin rawan saja perasaan ini. Sebentar lagi senja akan datang, pikir saya. Dan betul. Seorang pelayan datang mengantarkan roti bakar dan jeruk hangat. Yaah,,, ternyata bukan senja yang datang duluan… hehe…
Beberapa saat berlalu, saya membuka headset di telinga. Sepertinya, akan sedikit terganggu bila makan roti bakar dan minum jeruk hangat dengan kabel berseliweran di sekitar wajah.
“Aku tidak menyangka dia akan setega itu padaku” Deg! Saya menoleh. Ternyata dua orang cewek yang duduk tak jauh dari saya terlibat pembicaraan serius. Heyy,,, ada airmata dari salah satunya. Perempuan berjilbab ungu itu menangis terisak. Saya mulai penasaran dibuatnya. Roti bakar yang sudah siap dimakan, perlahan saya urungkan. Saya hanya minum jeruk hangat sambil menajamkan pendengaran.
“Jangan berprasangka dulu. Kenapa tidak tanya baik-baik?” kata temannya.
“Aku sudah tanya Win, tapi tidak dibalas.”
“Sudah telepon?”
“Percuma”
“Bagaimana awalnya?”
“Malam minggu kemarin, dia pamit mau pijet. Aku mengiyakannya, meski sebenarnya aku sangat ingin ia menemaniku. Tapi aku harus mengerti kondisinya kan? beberapa saat lamanya, tiba-tiba perasaanku tidak enak. Tidak ada kabar darinya. Akhirnya aku tanya, sudah selesai belum? Waktu itu sudah sekitar pukul delapan malam. Dia bilang baru mulai, dan mungkin sekitar dua jam baru selesai. Berarti sekitar pukul 21.30 selesai. Aku merasa tidak enak Win. Tidak biasanya ia pijet selama itu. Akhirnya aku tanya lagi, sama siapa ke tukang pijet? Dia tidak membalasnya. Lama aku menunggu balasannya, tapi tetap tidak ada. Sampai pukul 23.15 tetap tidak ada kabar. Lalu aku merasa, ia sebenarnya tidak pijet, tapi bermalammingguan dengan tunangannya”. Cerita gadis berjilbab ungu itu terhenti. Isaknya semakin menjadi. Saya jadi semakin penasaran. Apa sebenarnya yang dia alami? Jika mendengar sepintas, ini sepertinya masalah hati. Masalah cinta. Hmmm,,, menarik, batin saya.
“Lalu keesokan harinya ia baru membalas smsku, Win. Dia bilang ketiduran sepulang dari tukang pijet. Sangat aneh bukan? jika dia memang benar-benar pijet. Aku yakin masih bisa balas smsku meski sekali saja, sebelum pulang. Atau sesampai di rumahnya. Lalu pamit baik-baik bahwa mau istirahat. Tapi ini beda. Sengantuk-ngantuknya orang, masak tidak sempat balas smsku, padahal sebelumnya dia selalu bilang tak pernah melupakanku. Aku berusaha percaya, lalu aku balas smsnya pagi itu. Aku Tanya, dengan siapa semalam pijet. Dia tidak balas lagi. Sampai hari ini dia diam Win.”
“ Mungkin dia merasa sudah tidak nyaman denganku. Padahal, dia mengaku hanya mencintaiku. Tapi nyatanya, semua bohong. Dia mencintai tunangannya. Bukan aku.”
“Dia sudah bertunangan?”
“Ia, meski dia bilang sebenarnya hanya untuk membahagiakan orang tuanya. Dan dia tetap mencintaiku. Tapi kenyataannya, dia malah mempermainkanku saja.”
“Jangan langsung menyimpulkan. Tentu dia punya alasan tersendiri kenapa begitu.”
“Buktinya, saat aku minta dia untuk memilih, dia tidak mau memilih. Dia tidak tegas memilihku, atau memilihnya! Aku perempuan Win. Aku juga ingin memiliki kekasih yang hanya mencintaiku. Kau juga tentu mengerti bukan? Perempuan mana yang tidak sakit hati jika diduakan? Ternyata cowok itu semua sama!” Deg! Saya terkejut mendengar pernyataan dari gadis berjilbab ungu itu. spontan saya menoleh dengan kepala agak tegak. Wah,,, saya yang tidak tahu apa-apa akhirnya kena getahnya juga. mana bisa semua cowok disamakan? Bukannya malah cewek yang seringkali seperti itu? Haladalah,,, naluri kecowokan saya mulai tidak terima, saudara-saudara
“Maaf Mas,,, maksud teman saya tadi, semua cowok yang pernah dekat dengannya.” Untung suara gadis berambut panjang itu menenangkan saya. Kalau tidak? ^_^
“Tidak apa-apa,,, saya paham kok. Silahkan lanjutkan” sahut saya sembari tersenyum (meski mungkin agak kecut. Hehe,,,) lalu kembali saya minum jeruk hangat di gelas putih itu.
“Mas, boleh aku Tanya sesuatu?” Glek! Saya menoleh dengan gelas masih di mulut. gadis berjilbab ungu itu menatap tajam ke arah saya. Ada aliran bening di pipinya, sebagian maskaranya ikut meleleh. Jika tidak dalam kondisi seperti ini, mungkin saya akan tertawa geli. Haduhh,,, perlahan saya menaruh gelas di meja sembari menahan tawa.
“Emmm,,, mau tanya apa ya’,,,?” kembali saya nyengir. Melihat gelagatnya, tampaknya ia akan banyak tanya tentang cowok dan seisinya. Haddeehh
“Kenapa semua cowok bisanya hanya menyakiti perasaan cewek. Apa salah cewek sebenarnya Mas?” Apes! Masak saya ditanya kayak gitu? Mau jawab apa? Salah-salah bisa semakin membuat perasaan cewek itu tersakiti. Huuffth… saya menarik nafas dalam-dalam sebelum menjawabnya.
Hmm,,, sebenarnya tidak semua cowok kayak gitu. Cowok itu punya karakter, kepribadian, dan sifat yang berbeda. Memang, ada yang kurang baik, tapi tentu banyak juga yang baik-baik. menyamakan semua cowok sebagai makhluk yang jahat, sepertinya kurang bijak. Begitu pula dengan cewek. Banyak juga cewek yang mengkhianati kekasihnya. Menduakan kekasihnya. Tapi apakah semua cewek akan dianggap sama? Apakah semua perempuan bisa dibilang jahat? Tentu tidak kan?”
“Lalu aku harus gimana Mas?” wah,,, sore ini sepertinya saya harus jadi seorang psikiater dadakan. ^_^
“Tetaplah mencintainya dengan baik.”
“Meski saya disakiti? Meski saya diduakan?”
“Ya!”
“Kok?”
“Mencintai justru bagaimana mengerti, bagaimana memahami, bukan bagaimana menuntutnya. Cara mencintai itu lebih penting dari cinta itu sendiri. Kata Pak Mario Teguh, Jika kita mencinta seseorang lalu cara kita mencintanya salah, maka bisa jadi cinta itu tidak bisa kita raih. Jika kau mencintai kekasihmu, gunakanlah cara-cara yang baik. lapangkan hatimu, persembahkan kebaikan padanya. Hamparkan pemaafan juga pemahfuman padanya. Jangan biarkan dia berada dalam ketidakbaikan. jadikan dirimu sebaik-baik pribadi yang akan dipilihnya.”
“Jika dia tidak memilihku?”
“Maka berbahagialah, sebab dia belum layak untukmu. Hanya pribadi baik yang bisa melihat kecintaan yang baik. Tugasmu bukan untuk memaksanya memilihmu. Tetapi menjadikan dirimu pribadi yang semakin baik, sehingga kau akan dijatuhi seindah-indahnya cinta. Entah itu dari dia atau bukan.” Saya mengakhiri jawaban sembari tersenyum. Tampaknya jawaban tadi sedikit memberikan ruang bagi gadis berjilbab ungu itu untuk berpikir. Ah,,, untung beberapa malam sebelumnya saya nonton Golden Ways. Jika tidak, mungkin saya tak bisa menjawabnya. Dan yang penting, saya tidak ingin terlalu masuk dalam masalahnya. Bisa-bisa makin rumit.
Perlahan saya berpaling lagi pada roti bakar di meja. Mengambilnya perlahan seraya menyorongkannya ke mulut. Baru saja saya berhasil menggigitnya,
“Mas,,,” suara itu lagi. Lemes saya mendengarnya. Jangan-jangan masih mau ngata-ngatain kaum cowok. Saya berpaling dengan roti masih di mulut. Tentu saja tak bisa bicara.
“Terima kasih ya,,,” ucap gadis itu mulai bisa tersenyum. Subhanallah,,, lega rasanya. Saya tersenyum sambil mengunyah roti yang sudah di mulut.
“Sama-sama,,, eh, saya tidak termasuk cowok seperti itu lho,,,” kami tertawa bersama. Meski tidak saling kenal. Senja itu, ada sepotong hati yang terselamatkan. Setidaknya, kaum cowok juga selamat dari gempuran pernyataan yang mendiskriminasi. ^_^

Surat hati (1): Engkau dimana saat aku ditikam sepi,,,?





Pada senja yang seringkali murung. Aku bertutur tentang sepotong hati yang berdiam dalam dada. Hati yang sampai saat ini belum aku ketahui pasti seperti apa bentuknya, namun aku selalu merasakannya.

Aku bahkan tidak tahu harus dengan bilangan apa menyebutnya? Entah sepotong, sebuah, sekeping, atau se-apa? yang aku tahu hanyalah, hati yang ada dalam dada ini begitu peka terhadap banyak hal. Begitu fasih membisikkan perasaan; Cemas, kecewa, sedih, bahagia, rindu, cinta, takut, benci, iba, sakit, sepi, putus asa, dan sebagainya.

Seperti saat ini misalnya. kembali aku ditikam sepi. Sebentuk perasaan yang menyedihkan. Sepi yang tak terjawab dengan apapun. Sepi yang begitu lekat dengan rasa sakit. Tapi sebagai sebuah perasaan, mau tidak mau, aku harus menikmatinya sendiri. Dalam sunyi, bahkan dalam dingin.

Sepi ini bermula saat kau mulai tidak punya waktu untukku. Aku tak bisa mendengar lagi suara tenangmu menjelang lelap. Aku tak menemukan sapamu lagi di bening fajar menjelang subuh. Aku tak menemukan surat-surat kecilmu lagi di layar telepon genggamku. Kau menghilang. Aku hanya menemukan sepi di saat-saat seperti itu.

“Engkau dimana saat aku ditikam sepi, Nay?” gumamku dalam hati. Tak mampu terucap. Berkali-kali lesatan tanya senada menyeruak dari sela-sela kesadaranku. Berkali-kali juga aku menguburnya dalam dada. Menimbunnya dengan helaan nafas yang gerimis. basah.

Barangkali,,, kau terlalu sibuk dengan aktifitasmu yang kian menjubel. Berbagai aktifitas yang telah merebutmu dari duniaku. Atau,,, kau benar-benar butuh jarak dariku untuk bahagia. Kau butuh jarak untuk tersenyum. Kau butuh jarak untuk tertawa. Kau butuh jarak untuk ceria. Kau butuh jarak untuk merengkuh duniamu.

Maka, aku memilih diam yang entah...
Membiarkanmu mengepakkan sepasang sayap, meski diam-diam aku didera cemas. Aku takut kau terbawa deru angin, lalu tersesat di belantara sunyi yang sakit. Aku selalu khawatir akan hal itu. Tetapi masih berartikah kekhawatiranku bagi seutas mimpi indah yang engkau tuju?

Aku tak menemukan jawaban apa-apa selain sepi.

Jangan duakan kekasihmu,,,


Galau,,,

Jika diberi pilihan, siapapun tentu tidak ingin diduakan. Karena itu sama saja dengan dinomorduakan. Tidak diutamakan. Tidak diprioritaskan. Dan sungguh, menempati posisi nomor dua sangatlah kurang menyenangkan. Posisi itu tetaplah posisi yang kalah jika dibandingkan dengan posisi nomor satu.

Dalam hidup, banyak orang mendambakan nomor satu. Setiap perlombaan dan pertandingan olah raga misalnya, semua peserta akan berlomba untuk meraih posisi nomor satu. Karena nomor satu berarti juara. Berarti paling hebat. Dan itu merupakan prestasi yang akan menyenangkan. Yang akan membuat bangga. Meski memang dalam kenyataannya tidak semua berhasil. Sebab dalam setiap pertandingan, pasti hanya ada satu juara. Dan itulah sang pemenang.

Tapi sebagai harapan, keinginan untuk menjadi nomor satu memang harus terus ditanamkan dalam hati. Ini akan menjadi daya lecut yang mumpuni untuk berusaha dan berjuang demi menggapai cita-citanya. Termasuk juga dalam relationship. Dalam hubungan asmara. Dalam persoalan hati. Dalam hal cinta.

Siapa sih orangnya yang rela diduakan? Coba tanya pada para perempuan yang sudah berstatus istri, bagaimana perasaannya jika misalnya diduakan? Jika suami akan berpoligami? Ah,,, saya yakin rata-rata akan bilang “Gue gak rela”, “Gak sudi”, atau kalimat-kalimat lain yang bermakna senada.

Tetapi jika misalnya itu sudah terjadi, bagaimana? Barangkali mereka akan bilang “Mau gimana lagi, saya harus mengikhlaskannya,,,”, atau “Saya tidak punya pilihan lain selain menerima semua ini sebagai takdir.” Nah,, lo,,, Jika jawabannya seperti itu, apakah kemudian kita akan menyimpulkan itu merupakan bentuk keikhlasan? Atau jangan-jangan, itu sebuah keputusasaan karena memang sudah terjadi seperti itu.

Tidak semuanya memang, karena banyak juga yang akan bilang “Lebih baik saya berpisah dengannya dari pada hidup di duakan”, atau “Enak aja mau ngeduain saya, emang saya perempuan apaan?”. Nah,,, jika demikian, berarti secara umum, tak ada manusia yang sangat dengan legowo menerima kenyataan pahit berupa diduakan. Meski memang tidak dipungkiri, akan ada juga yang menjawab “Saya ikhlas… karena itu yang akan menjadi salah satu jalan dalam menggapai surgaNYA.” Yups, saya percaya. Tapi ada berapa orang yang benar-benar seperti itu?

Lalu bagaimana dengan Laki-laki?
Sama juga. bahkan lebih tidak akan bisa menerima jika dirinya diduakan.

Menduakan pasangan berarti juga memiliki pasangan lain. Entah, apakah alasannya terpaksa atau memang sengaja dipaksakan. Yang jelas, itu akan menyakitkan bagi yang diduakan. “Tapi aku tidak mencintainya,,, aku hanya mencintaimu” seringkali jawaban itu yang diucapkan oleh perempuan yang menduakan kekasihnya. Hanya saja, biasanya jawaban itupun akan diberikan pada pasangan yang satunya. What??? Iya,,, ada yang seperti itu.

Ada juga yang menjawab, “aku hanya tidak ingin menambah luka hatimu, kau terlalu baik untukku meski aku telah menyakitimu. Ini kulakukan agar kau bisa membuka lembaran baru dengan orang lain.” Jawaban itu juga sebenarnya Bulshit banget. Apa dengan jawaban seperti itu, akan membuat kekasih yang tak dianggapnya itu tidak sakit hati? Justru dengan seperti itu akan semakin membuatnya sakit. Karena ia akan merasa dipermainkan.

Semestinya, bagi siapapun, entah laik-laki atau perempuan, tidak lagi bermain-main dengan perasaan orang lain. Semakin mempermainkan perasaan orang lain, maka sesungguhnya akan sulit untuk menemukan kedamaian dalam dirinya sendiri. Sepanjang hari akan selalu dihantui dengan rasa bersalah dan ketidaktenangan. Jadi sebaiknya, Jujurlah. Pilih salah satunya. Lalu sampaikanlah pada yang tidak terpilih. Bagaimanapun juga, kejujuran yang menyakitkan, jauh lebih baik dari pada kedustaan yang senantiasa dipertahankan.

Ah,,, pokoknya, apapun alasannya, menduakan kekasih sendiri, atau mengenyampingkan pasangan sendiri, sama saja dengan mencampakkannya pada lumpur kesedihan. Ingatlah, Bukankah Allah juga tidak senang dengan orang-orang yang menyekutukanNYA? (yang menduakanNYA).

Semoga kita terhindar dari sifat-sifat menduakan orang lain. Apalagi menyekutukan Allah. Na’udzubillahi min dzalik.

Wallahu a’lamu bish_shawab.

Cinta tetap ada,,,


Apapun interpretasinya; cinta tetap ada.
Tidak luntur arti, karena sudah punya banyak makna.
Tidak perlu dicari, karena dimanapun dia ada.
Kau mungkin bisa menjelaskan apa itu pohon-pohon, sinar matahari, bunga-bunga, dan unggas-unggas. Tapi tak akan kunjung bisa kau jelaskan, apa itu cinta.
Karena cinta akan menjelaskan dirinya sendiri.



Repro Film “Karena Cinta itu Ada”

Tangismu, berkabar tentang luka,,,





Saat diam-diam kau menangis,,, aku memang tidak bisa melihat gulir air matamu yang bening itu. Tapi aku merasakan aliran perasaanmu yang membiru. Memang, tak selamanya aku paham, tentang musabab air matamu. Karena kau tak lagi mengisahkannya padaku akhir-akhir ini.

Aku pernah berlari darimu, karena kau yang menyuruhku untuk pergi. Terengah aku menjauh dengan lautan perih yang tiba-tiba mengepungku. Aku terombang ambing dalam badai kepedihan, tapi aku tetap berusaha untuk berenang dalam luka itu. Semua kulakukan, agar kau bahagia.


Lalu,,, saat aku sudah semakin jauh, kau merintih dengan diam-diam. Kau menangis dengan diam-diam. Kau terisak dalam diam. Air matamu adalah air mata bisu. Tapi alirannya membadai ke hatiku. Kemudian kusadari setelahnya, bahwa separuh hatiku tertinggal di hatimu. Jadi bagaimana mungkin aku bisa pergi dan menjauh dengan separuh jiwa seperti ini?

Tidak sayang,,, tidak,,,!
Aku tetap tak bisa pergi darimu. Seperti kau juga yang tetap tidak bisa pergi dariku. Kita memang pernah bisa berpura-pura tersenyum saat terpisah beberapa bulan yang silam. Tapi benarkah senyum kita mengembang dengan utuh? Tidak. Dan memang tidak pernah bisa. Yang kutahu sebabnya adalah,,, karena separuh hatimu masih menggantung di jiwaku.

Lalu waktu selalu setia menemanimu, saat diam-diam kau mengurai tangis. Derai airmatamu memanggilku kembali. Menggulirkan rinduku dalam gulungan rindumu.

Tapi,,,
Saat aku telah kembali berdiri di depan pintu hatimu,,, kau malah menyambutku dengan tangis yang pilu? Tangis yang seolah bercerita, bahwa ada lilitan rindu lain di hati dan jari manismu,,, Lalu diam-diam airmatamu seolah mengusirku untuk pergi lagi.

Jika memang demikian adanya, dan kau sudah merasa lelah denganku,,, katakanlah,,,
Aku pasti akan kembali berlari dan menjauh. Tapi berjanjilah, bahwa kau tidak akan membadaikan lagi bulir bening di pipimu. Karena itu adalah kabar luka bagiku.