Rinduku bercerita tentang alismu,,,



Saat bicara rindu,,, kau tahu sayang,,,?
Rinduku pasti lebih ranum dari segala rindumu,,,
walau tiap tetes hujan yang pernah jatuh, kau hitung tanpa satupun yang terlewati, lalu kau jumlahkan, aku berani memastikan, bahwa semua itu tak akan pernah mampu menyamai rinduku yang semakin subur dalam hati. Dan rindu itu hanya untukmu sayang...

Setiap tetes rinduku bercerita tentang alismu, bibirmu, suaramu, pipimu, matamu, sikapmu, sifatmu, juga hatimu yang selalu wangi,,,


Oh iya sayang,,, beberapa waktu yang lalu, aku sangat cemas saat kau terjatuh. Aku panik saat itu hingga akupun nyaris jatuh sepertimu. Kau tentu kesakitan sayang,,, hanya saja, kau tak mengatakannya padaku. Tapi aku tahu,,, karena diam-diam, aku melihat ringis kesakitan di wajahmu. tapi aku tak merindukan jatuhmu sayang,,, aku hanya merindukan saat-saat dimana aku bisa memandang wajahmu dengan begitu khusuk, karena mencemaskanmu.

Jaga kesehatanmu ya sayang,,,

Makanlah yang teratur. Jangan seperti biasanya,,, seringkali tak sempat sarapan karena terburu-buru hendak kuliah, atau beraktifitas lainnya. Istirahatnya juga dijaga ya,,, jangan sampai begadang semalaman meski sedang ngerjakan tugas. Aku tak ingin mendengar kau kecapekan, apalagi sakit.

Sayang,,, kita masih berjalan di atas harapan yang sama. Bukankah kau juga masih yakin, bahwa suatu saat nanti, aku akan datang menjemputmu? Jadi,,, jaga diri baik-baik ya, sampai aku datang. Jaga hatimu juga. Untuk sementara, meski aku tak bisa disampingmu, yakinlah,,, bahwa aku selalu menjagamu dengan doa-doa. Itu wujud lain dari rasa sayangku padamu.



Aku ingin pamit padamu,,,




Kini,,,
Setelah sekian lama aku tersesat di rerimbunan luka, aku pulang ke hatimu sayang,,, aku ingin pamit padamu dengan membawa gores-gores kepedihan. Tertatih aku, menuju pintu rumahmu yang terbuka. Mematung sejenak di depan pagar hatimu, lantaran aku tiba-tiba dikungkung rasa ragu. Tapi kemudian, kau muncul dari dalam hatimu, tersenyum sambil membukakan pintu, dan mempersilahkan aku untuk masuk.
Lalu akupun melangkah perlahan menuju beranda hatimu. Duduk di salah satu sudutnya, diantara rekahan mawar dan wewangian kuntum melati. Aku menggigil menahan perih. Tapi aku harus kuat, setidaknya sampai aku selesai pamit padamu…
“Lukamu terlihat begitu parah,,, apa yang terjadi?” tanyamu.
“Seseorang menggoresnya dengan tiba-tiba. Ia begitu leluasanya mengores-gores tubuhku dengan luka.”
“Kenapa kau tak melawannya?”
“Aku tak mungkin melawannya.”
“Kenapa,,,?”
“Karena aku menyayanginya,,,”
“Sesayang apa?”
“Aku tak punya ukuran untuk membandingkannya.”
Hening. Aku terdiam menahan perih yang semakin menjalar. Sementara kau tersentak sedikit tidak percaya. Lama kau memandangiku. Ada rasa iba yang menyeruak dari kedua bola matamu.
“Kenapa kau tak mengelak, atau menghindarinya?”
“Aku juga tak mungkin mengindarinya. Aku tak ingin dikatakan pengecut. Aku hanya ingin dia tahu, bahwa sesakit apapun, sebanyak apapun ia menggoreskan luka di tubuhku, aku akan senantiasa tersenyum untuknya. Dengan begitu, setidaknya aku sudah membuktikan bahwa aku tidak pernah main-main dengan perasaan ini.”
“Tapi engkau yang sakit.”
“Tidak apa-apa. Yang penting ia bahagia. Dengan rasa sakit, aku akan semakin kuat. Insya allah, aku akan baik-baik saja”
“Kau selalu bilang seperti itu, tapi kenyataannya, lihatlah, kau bahkan nyaris tak bisa lagi untuk melangkah. Apa ia sengaja menyakitimu?”
“Aku tidak tahu,,,”
“Apakah ia menyayangimu juga,,,?”
“Menurut pengakuannya, Iya.”
“Jika demikian, mungkin ia terpaksa menyakitimu karena ada hal lain yang membuatnya bertindak seperti itu. Mungkin sebenarnya ia juga terluka dengan keputusannya, hanya saja tak separah kamu”
“Entahlah,,, yang pasti, aku tidak sedikitpun menyalahkannya. Ia berhak bahagia. Aku hanya butuh waktu untuk menyembuhkan luka ini. Percayalah,,, suatu saat nanti, aku pasti akan bisa melangkah lagi.”
“Boleh tahu, siapa orang itu,,,?”
“Maafkan aku….” hening kembali menyeruak. ah, aku tak mungkin menyebut namamu sayang,,, sangat tidak mungkin. aku tak ingin kau merasa bersalah...
“Baiklah kalau kau berat mengatakannya. Tidak apa-apa,,, aku tahu ini sangat rumit.”
“Apanya yang rumit?”
“Hatimu”
“Kenapa dengan hatiku,,,?”
“Serumit hatiku... ah, sudahlah,,, apakah menurutmu, menyayangi harus selalu menuai kepedihan,,,?”
“Aku tidak tahu,,, tapi aku selalu mengalaminya.”
“Sama... aku juga..."
"Benarkah,,,?"
"Iya... dan kita tak punya pilihan lain, selain harus bersabar,,,”
“Insya allah,,,”
“Bolehkah kuobati lukamu,,,?”
"Kenapa kau mau mengobatinya,,,?
"Karena lukamu juga lukaku..." aku tersenyum, kecut.
“Terimakasih,,, tapi aku ingin, ini menjadi luka terakhirku.”
“Maksudmu,,,?”
“Aku ingin pamit padamu,,, aku ingin pergi,,, aku ingin menghembuskan nafas terakhirku dengan luka seperti ini,,,”
“Tolong jangan ucapkan kata-kata seperti itu di depanku,,, aku tidak kuat mendengarnya…”
“Tapi aku harus mengucapkannya,,, waktuku tak banyak, aku harus pergi..”
“Separah itukah sakitmu,,,?” tiba-tiba ada yang berlinang dari kedua matamu sayang,,, dan aku tidak tahu kenapa engkau menangis…
“Ini adalah luka terindah yang pernah aku alami… aku ingin, ini menjadi perpisahan sekaligus kesedihan yang paling indah”
“Tidak, jangan bicara seperti itu,,, kau pasti akan sembuh,,, Aku akan mengobatimu,,,”
“Jangan,,,”
“Kenapa,,,?”
“Sudah terlambat,,,”
“Tidak ada yang sia-sia dalam hidup ini,,,, setidaknya, kita sudah berusaha…”
“Baiklah,, jika demikian,,, silahkan…”
Lalu aku memejamkan mata. Pasrah. Sementara, rasa sakit ini semakin mendera. Pedih ini semakin menjalar di seluruh tubuhku. Lalu perlahan, aku merasa kau mendekat sayang,,,
Aku mencoba membuka mataku lagi, kulihat, tubuhmu membias cahaya seperti pelangi. Begitu lembut dan benderang. Semakin lama semakin menyilaukan. Lalu aku merasakan dingin yang menggigil di seluruh tubuh. Begitu dingin dan sakit, hingga aku tak pernah bisa merasakan apa-apa lagi dalam tubuhku.

Yang tersisa dari Haflatul Imtihan,,,

Haflatul Imtihan selalu saja menyisakan berbagai kenangan,,,
setidaknya, bagi mereka...
lalu diantara kenangan itu, sebagian saya hadirkan di sini,,,
sebagai pengingat, suatu saat nanti...
"Ketika segalanya akan menjadi sejarah,,," (kata Bu Dina saat ngMC penobatan Siswa Tauladan,,,)
Ya'... senyum Dong,,, mumpung lagi di Foto... (Duo MC Resmi,,,)

Ssstt,,, Fityan lagi Baca Ayat Suci Al-Quran...



Disuruh diam malah ngerumpi,,, *_*
eh,,, ada Avan juga,,, (tapi,,,,, kok kayak sedih,,,?)
Dzikir Rindu untuk Rasulullah,,,, (kolaborasi etnik & Modern)

"Halloow,,, semuanya,,,," (klo yg ini Duo Ratu,,, di Pra Acara,,,) ^_^

sebagian siswa MA putra kelas akhir,,, cakep-cakep... kayak gurunya... he,,, ^_^



1,, 2,,, 3,,, "Ckliikk..."
Senandung Rindu utk kanjeng Rosul... 


Pengasuh dan Kepala Madrasah dlm Prosesi Lepas Pisah.....
hayyoo,,, kok masih berdiri,,? nunggu di foto ya'...? ^_^


hmmm,,, Bandnya juga gak kalah keren lho,,, ^_^

dan inilah saudara-saudara,,,, senyum paling ceria di haflah kali ini... ^_^














Tapi Haflah itu berakhir dengan gerimis di hati saya...

Tak ada yang bisa membaca perasaanku sefasih engkau,,,


Saat kau menangis, seringkali aku masih bisa menenangkanmu, mendiamkanmu dan membuatmu tersenyum. Tapi setelah itu, diam-diam aku juga akan gerimis, sebab sesungguhnya tangismu adalah pedihku. Memang,,, seringkali aku mencoba untuk mengelak dari sangkaanmu ketika mendapatiku tengah terisak di telepon. Aku akan mengatakan flu, padamu, yang menjadi penyebab hidungku sedikit pilek.

Kau bilang, flu itu ada dua macam. Pertama karena virus. Kedua karena tangis. Lalu aku hanya sedikit tersenyum lantaran kau dengan sangat telak berhasil menebaknya. Ya. Terkadang penyebab hidungku yang meler memang bukan virus, tapi karena hujan yang tiba-tiba menderas di dada. Dan kau selalu tahu itu.

Seperti malam ini, aku juga tidak bisa mengelak saat dengan fasih, lagi-lagi engkau berhasil membaca pikiranku. Kau seolah hafal betul setiap huruf yang tertera di hatiku. Kau seolah bisa dengan mudah melihat jauh ke dalam lubuk hati. Aku mendapati dirimu berada dalam diriku. Berbisik, berbicara, bersenandung, terisak, mengaduh, dan semacamnya. Untuk itulah, aku semakin yakin, tak ada yang bisa membaca pikiranku sefasih engkau,,,

saat kulihat jam di dinding sudah pukul 01.51, aku sedikit terkejut lalu gugup. Bukan karena malam sudah menjelang pagi, tapi karena aku lupa belum berkirim pesan “Met bobo” padamu. Ah,,, ternyata malam ini aku jadi pelupa. Tetapi tenanglah Nay,,, aku tidak lupa tentang janjimu untuk senantiasa berkirim kabar padaku, aku tidak lupa tentang harapanku padamu, aku tidak lupa bahwa engkau habis menangis malam ini.

Dan satu lagi,,, aku juga tidak akan lupa tentang hatimu…

Harapan itu adalah kamu,,,


Dua hari ini saya dikurung rasa cemas. Memikirkan sesuatu yang akan sangat berpengaruh terhadap perjalanan hidup saya untuk menuju masa depan. Saya seolah berada pada tabir waktu yang sangat tipis. Lebih tipis dari kulit ari. Di balik tabir itu, saya melihat berbagai siluet peristiwa yang bergerak. Seperti gabungan scene film di bioskop-bioskop. Berjalan, bergerak, berjejalin, tetapi saya tetap tidak bisa masuk dalam adegan-adegannya.

Saya masih jadi penonton.

Ada dua rangkaian peristiwa yang bergerak bersamaan di hadapan saya. Siluet yang satu bertabur senyum dan bahagia. Yang kedua, penuh airmata, luka dan rasa pedih. Saya berada diantaranya. Menyaksikan masa depan itu dengan rasa cemas. Kelak, Dua siluet itu seolah “wajib” saya jalani salah satunya. Tidak boleh tidak.

Inilah yang membuat rasa cemas itu semakin erat memeluk perasaan saya.

Tetapi, setiap kali rasa cemas itu menikam dada. Saya berusaha untuk menawarnya dengan harapan. Sebab, hanya ini satu-satunya cara bagi saya untuk lebih kuat lagi. Untuk lebih mumpuni dalam menyongsong masa depan.

Dan harapan itu adalah kamu, Nay,,,

Senja di kampusmu,,,




- sudah lama mencintai senja?
+ mmm… agak lama juga sih…
- seberapa lama?
+ malah aku lupa…
- memangnya, kenapa kau mencintai senja?
+ karena ada kamu di setiap senja.
- Ih,, Gombal…
^_^…




+ Kok sepedanya dituntun?
- Kan sambil nemani kamu jalan kaki,,,? jadi itung-itung diet.
+ Jangan,,, aku gak apa-apa kok. Kamu duluan aja sana. Biar aku jalan kaki sendiri saja.
- Kalau aku duluan, nanti kamu tersesat.
+ Nggak,,, dulu aku sering ke kampus ini kok.
- Yang kukawatirin bukan tersesat di jalan. Tapi tersesat di hati orang lain.
+ Ih,,, gombal kwadrat itu..
^_^

Aku ingin kau melarangku,,,




Duhai,,, saat aku minta pertimbangan padamu, semalam, untuk menghadiri sebuah acara yang sedikit kurang manfaat di tempat jauh, maka dengan kelembutan yang selalu kukagumi, kau memberikan masukan yang bernalar dan logis. Aku suka dengan kalimat-kalimatmu, dengan pilihan kata-katamu, dan dengan cara bicaramu yang senantiasa tenang. Kau berargumentasi dengan meyakinkan. Kau memintaku untuk mempertimbangkan kesibukan dan waktu luang, terlebih tentang kesehatanku. Aku senang mendengarnya karena ada nada keberatan dari suaramu.

Duhai,,, sebenarnya aku memang tidak akan hadir dalam acara itu. Aku sudah mempertimbangkan baik-baik manfaat dan mudharatnya jika aku hadir. Kau tahu kan, bahwa aku kurang suka dengan acara-acara yang bernuansa pesta?

Tetapi duhai,,, tahukah engkau kenapa aku masih meminta pertimbangan darimu?

Karena aku ingin engkau melarangku. Aku ingin engkau menjagaku dari hal-hal yang kurang baik dan kurang bermanfaat. Aku ingin engkau melarangku agar aku tahu bahwa kau sangat peduli terhadapku. Aku ingin kau melarangku, agar aku mengerti, seberapa dalam kau mencemaskanku. Aku ingin kau melarangku, dan lebih menyarankan melakukan aktifitas yang lebih bermanfaat, misalnya agar aku lebih memilih mempersiapkan diri saja untuk jadi seorang imam bagimu.

Tetapi aku paham hatimu duhai,,, sangat lembut dan pengertian. Selalu menjaga perasaan orang lain dan tidak mengedepankan keegoisan sendiri. Sekecil apapun, kau juga sangat berhati-hati untuk bicara padaku. Itulah yang semakin membuatmu istimewa duhai… kau memang berbeda. Itu yang aku tahu.

Terimakasih ya,,,
Kau membuatku semakin unyu,,, (^_^)

Entah kenapa,,,



Hari ini,,, saya merasakan sesuatu yang membuncah di dada. Entah apa namanya… begitu rumit. Tapi saya sadar bahwa terkadang rasa itu tidak selamanya bisa terwakilkan dengan kata. Jadi biarlah,,, tetap menjadi rasa di dada. Tanpa terucap di bibir.
Tentang rasa itu. Semakin lebat saat disela-sela menyelesaikan pekerjaan, saya mencoba menonton “Kehormatan di Balik Kerudung”. Film ini saya dapatkan dari teman pelatihan operator tiga hari yang lalu di LPMP. Tapi baru sekarang berkesempatan menontonnya. Film karya Tya Subiakto Satrio ini diadaptasi dari Novel Karya Ma’mun Affany.
Tetapi sejujurnya saya tidak menontonnya sampai tuntas. Hanya pembukaannya saja. entah kenapa,,, saya kalah dengan perasaan sendiri. Ah,,, terlalu sentimentil mungkin. Tetapi memang demikianlah adanya. Awal saya melihat Syahdu (Donita) dalam Film itu biasa saja. tetapi kemudian tiba-tiba hati saya bergetar mengikuti dialog-dialog manis saat Syahdu bertemu seseorang (Andika Pratama) yang enggan menyebutkan nama. Percakapan yang singkat dan manis itu menggoda saya untuk menulis catatan ini. karena sungguh, saya menyukainya.

“Mbak cantik yah,, saya foto boleh nggak,,, saya wartawan lo.. nanti biar saya masukin ke majalah saya.” Mendengar itu, syahdu terlihat gugup. Lalu berpaling ke arah lain sambil menutupi sebagian wajah dengan kerudungnya. Sedangkan sang pemuda hanya tersenyum sambil bilang “fine”.
“Mbak kenapa terlihat tegang. Apa saya aneh? Anggap saja saya ini teman lama, karena kita bertemu hanya sekali ini saja.”
“Mengapa Mas bicara seperti itu? Bukankah sekarang dunia seakan sempit? Jarak bisa dipangkas oleh waktu Mas”
“Mbak pantas bicara seperti itu. Tapi perasaan tidak bisa diabaikan.”
“Maksudnya?”
“Dari awal saya duduk di sini. Saya sudah terkesan melihat mbak. Saya terkesan dengan wewangian yang mbak kenakan. Saya terkesan dengan dua mata indah di bawah alis tebal. Saya terkesan dengan wajah mbak yang merona.”
“eem… lalu,,?”
“Justru itu,, saya tidak ingin berkenalan.” Pemuda itu kemudian menghadap ke arah lain. Tapi syahdu mengulurkan tangan mengajak salaman sembari menyebutkan namanya “Syahdu”. Pemuda itu tersenyum sambil melambaikan tangan karena tidak mau salaman. Hanya mengangkat topinya sebentar tanda menerima perkenalan.
“Namamu siapa?” Tanya Syahdu.
“Kalau kita saling kenal lalu kita tidak akan bertemu lagi, itu hanya akan menyisakan bayangan.”
“Mengapa kita tidak berusaha untuk mengenal. Lalu berusaha untuk bertemu?”
“Karena pertemuan pertama akan menyisakan rasa penasaran. Dan pertemuan kedua akan menyisakan rasa rindu. Dan saya tidak mau merindu.”
“Maksudnya?” hening sejenak.
“Biar takdir yang mempertemukan kita. saya akan mengingat wajah mbak… Kalaupun mbak tidak ingat wajah saya, yang penting saya mengingat nama, SYAHDU.”
“Semoga kita bisa bertemu lagi.”
“Semoga Allah memberikan yang terbaik buat kita.”
“Maksudnya?” syahdu mulai penasaran. Tapi kereta keburu datang. saat syahdu menoleh ke arah kereta. Pemuda itupun pergi. Syahdu tidak tahu kemana. Tiba-tiba pemuda itu hilang. Hanya buku catatan sang pemuda itu yang tertinggal di bangku taman. Lalu syahdu mengambilnya. Membawanya naik kereta. Membukanya. Membaca sebuah puisi manis yang singkat.

Aku tidak menyesali perpisahan karena
Pertemuan kita sebuah ketidaksengajaan
Waktu berputar tak akan pernah berhenti
Arah menunjuk kemana hati mencari
Jika nasib sakti bertitah
Tak ada halangan untuk menyapa kembali

Sampai di sini,,, perasaan saya semakin teraduk. Entah kenapa,,, saya tidak sanggup melanjutkan menonton Film ini. Rasa penasaran tetap kalah dengan rasa tak menentu yang entah apa namanya ini,,, lalu gerimis itupun turun. menyuburkan rindu.
(jaga kesehatanmu, Nay... istirahat yang cukup )

Menjajal Pengalaman baru,,, (2)


(part 2)

awal kisah,,, bermula di TKP ini... ^_^
Mengikuti pembekalan operator pendataan PTK di LPMP memberikan banyak hal positif dalam kehidupan saya. Setidaknya itu yang saya rasakan saat ini. Selain pengalaman baru yang saya peroleh, hal paling utama yang saya dapatkan adalah ilmu. Teman-teman sesama operator juga menjadi kontributor tersendiri untuk rekonstruksi pemikiran saya. (duuh,,, serius banget bahasanya). ^_^

Ok, santai aja saudara-saudara…
Saya perkenalkan beberapa teman yang saya “curi” ilmunya.

pertama, Supardi; darinya saya banyak belajar pengelolaan administrasi perkantoran. Banyaknya kesempatan dan waktu untuk ngobrol dengannya sejak dari terminal, menjadi keuntungan bagi saya. Laporan bulanan, pengajuan PAK, penyusunan SPJ dan triknya agar langsung bisa di ACC (hehe,,, ini penting karena kita hidup di negeri dagelan bernama Indonesia. Serapi dan sebenar apapun SPJnya. Kalau tanpa “sesuatu”, maka nyaris bisa dipastikan akan DITOLAK). ^_^. Kami mengobrol santai. Terkadang sambil jalan-jalan pagi sebelum pelatihan di mulai. Di ruang makan. Atau saat break sejenak dari pelatihan. Orangnya asyik buat teman ngobrol. Pokoknya nyenengin…

Supardi dan segelas teh... klop dah..

Lalu berikutnya adalah Pak Ridawi. Saya memanggilnya “Pak” untuk menghormati beliau karena memang jauh lebih senior dari saya. Pengalamannya dalam dunia administrasi tidak diragukan lagi. Puluhan tahun mengelola administrasi perkantoran membuat Pak Ridawi hafal betul bagaimana “menyelesaikan” semua tugas-tugas kantor yang kerapkali membuat pusing. Selain itu, beliau juga berbagi tips “menaklukkan” atasan. Beliau tidak saja hafal tipikal pemimpin, tetapi berhasil mengamalkannya. ^_^. Dan beruntunglah saya bisa menimba ilmu dari beliau secara gratis. Hehe,,, benar memang bahwa pengalaman adalah guru terbaik. Dan Pak Ridawi sudah membuktikannya.

Pak Ridawi lagi ngajari gimana cara sms yang baik.... hehe...

Berikutnya?
Ivan. Teman yang satu ini memiliki banyak kemiripan dengan saya. Namanya mirip. Hanya kalah keren dikiitt diabnding nama saya… huuu,, hehe.. Tapi saya kalah “sejahtera” dibanding dengannya. Postur tubuhnya yang agak gempal adalah bukti tak terelakkan. Secara pengalaman kantor, ia mirip-mirip sayalah. Masih harus banyak belajar pada orang lain. (akhirnya ada juga yang sekelas. Hehe,,,). Saya memanggilnya “Bos”. Tampaknya ia suka dengan panggilan itu. Dari Ivan saya memang tidak belajar administrasi. Tapi saya belajar caranya bergaul. Begitu smart. Segala sesuatu tampak “fresh” di hadapan Ivan. Ia sama seperti saya. Humoris. Namun saya kalah dalam menyikapi sebuah masalah. Sedangkan Ivan selalu berhasil menyederhanakan persoalan. Saat hampir semua peserta pusing dengan aplikasi misalnya, Ivan malah ketawa-ketawa sambil bilang “ini kan buatan manusia. Kita juga manusia. Jadi kita pasti bisa mengoperasikannya. Gitu aja kok repot” katanya menirukan Gus Dur. Kalimatnya memang sederhana, tetapi karena Ivan yang mengucapkannya, maka semuanya jadi tertawa. Ah,,, dia memang berbakat untuk jadi komedian.

Ivan yang semakin "sejahtera"... (peace Van,,,) ^_^

sebenarnya masih banyak teman-teman lain, yang rata-rata saya timba ilmunya. apalagi dari para instruktur, jelas,,, gak kehitung banyaknya. tapi mungkin lain kali aja cerita tentang mereka... ^_^ sekarang, saatnya kerja dulu...
eh,,, bentar, bentar,,, numpang foto dulu dong...???
Gubrak!! hehe....

"Avan,,, lagi sms sama sapa tuuhh,,,?" ^_^



Menjajal pengalaman baru,,,,

(part 1)

Kembali saya menjajal pengalaman baru. Belajar menjadi seorang operator untuk pendataan PTK tingkat kecamatan di provinsi Jawa Timur tahun 2012. Lumayan. Itung-itung menambah pengalaman (plus pemasukan. Hehe…). Karena masih baru, tentu saja saya (termasuk yang lain) tak punya bekal yang memadai. Tapi, itu bukan halangan. LPMP Jawa Timur sudah mengantisipasinya. Kami diundang untuk mengikuti Pembekalan Operator Pendataan PTK di Surabaya selama tiga hari, sejak tanggal 4 s/d 6 Juni 2012.

Yups!
Saya berangkat ke Surabaya selepas sholat shubuh, kemarin. Diantar si kupu-kupu rindu menuju terminal Bus Aryawiraraja Sumenep. Beberapa Bus AKDP sudah menunggu dengan manis. Sepertinya tak begitu banyak penumpang yang ada di terminal. Jika tak salah hitung, hanya ada 9 orang. 2 orang Bapak-bapak. 3 orang cewek manis. 4 cowok muda yang tampaknya mahasiswa. Hanya itu. Lalu saya mencari Supardi (teman operator dari kec. Kanganyan) diantara lalu lalang penjual nasi dan kacang rebus. Ketemu. Dia sedang melamun di ruang tunggu sebelah mushalla. Kasihan. Sepertinya sudah lama menunggu. Saya tepuk pundaknya seraya mengucap salam.

Suasana mulai serius saat rapat singkat kami gelar. Berbagai argumentasi terlontar. Akhirnya, setelah melewati pembahasan yang tidak melelahkan, kesepakatan diambil. Kami akan berangkat dengan naik Bus Patas. Selain cepat, juga ber-AC. Jadi tidak panas dalam perjalanan. Hehe,,, sedikit lebay memang. Untuk naik Bus saja harus rapat. Nggaak laa,,, ini hanya sekedar bahasa alay saja biar sedikit dramatis. ^_^

Pukul 06.07 WIB, Bus Patas jurusan Surabaya mulai berjalan. Deru mesin dan suara klakson menjadi irama yang indah. Lalu lalang kendaraan. Pohon-pohon yang seolah berlari kebelakang juga menjadi pemandangan sepanjang jalan. Saya cuekin aja. hehe,,, saya pilih mendengarkan musik MP3 di HP lewat headset. Beberapa lagu lawas dari NAFF mengalun satu-satu. “Di Satu Bintang Aku Menunggu”, “Akhirnya Kumenemukanmu”, “Tidurlah Lelap,” “Tak Pantas Memiliki”, dan “Ketika Semua Harus Berakhir”. Lagu-lagu itu menjadi jalinan cerita tersendiri dalam ruang telinga. Membentuk siluet kisah unik yang tak sempat diterjemahkan.

Ahaaa,,, entah pada lagu keberapa, akhirnya saya menyerah. Benar-benar lelap dalam mimpi. Meski setelah bangun, saya lupa mimpi tentang apa? Huuahh,, dasar! Bus masih terus berjalan dengan pasti. Mengguncang-guncang tubuh para penumpangnya. Serasa berada dalam gendongan Ibu saat masih kecil.

Memasuki pertigaan menuju gerbang jembatan suramadu, hati saya berdesir. (ih,, mulai deeh,,,). Bener kok. Berdesir beneran inii,,, Suuwweeer! ^_^ Desirannya serupa angin gunung yang membelai lembut dedaunan pisang. Hohoho… saya pun semakin unyu-unyu karenanya. ^_^. Getar-getar tak beraturan semakin bergemuruh. Semacam gempa sekian skala richter dalam hati saya. Untung orang-orang yang berada dalam Bus itu tidak ikut merasakan gempa dalam hati saya. Jika iya? Hehe,,, entahlahh,,, entahlahh,,,

Beberapa saat berlalu, saya mulai merasakan sesuatu yang berbeda. Seperti tidak naik Bus lagi. Tubuh saya seolah melayang di udara. Hinggap dari awan yang satu ke awan yang lainnya. Menitipkan senyum. Menitipkan rindu. Menitipkan cinta. “suatu saat nanti, jika ada seorang perempuan yang berhati bismillah datang ke sini, berikanlah semua perasaan padanya. Sampaikan, bahwa aku selalu mengharap doa darinya untuk setiap langkah cinta ini.” bisik saya setiap kali menemui awan-awan yang berarak itu. (Ciiieee,,,, Avan eiiy,,,). Perasaan ini mulai ranum,,, seperti,,, seperti,,,, seperti apa ya? pokoknya,,, sulitlah menceritakannya. Hanya bisa dirasakan. ^_^.

“Bungur,,, Bungur,,,Bungurasih…  ayo,, terakhir,,, Bungurasih terakhir!!”. Akhirnya suara kenek Bus itu menyentak kesadaran saya. What?? ternyata Saya tidur lagi sejak tadi. Mana Supardi? Sejenak saya clingak-clinguk. Ternyata kawan yang satu itu sudah tersenyum di bawah. Saya malah dibiarkan tertidur lagi di bus. Untunglah saya terbangun juga. jika tidak, mungkin saya akan hilang tak diketahui rimbanya. Lebbayyy,,,,! Hehe,,,

Baiklah saudara-saudara… saya lanjutkan!

Saya dan supardi kemudian berjalan terburu-buru ke tempat pemberangkatan Bus Kota. Matahari sedang terik-teriknya saat itu. Tapi kami tidak peduli. Tujuan kami hanya satu. Secepatnya sampai ke kantor LPMP. Segera Chek-in dan mengisi biodata. Lalu??? tidur! Sungguh,,, mata saya tinggal 5 watt. Hanya tempat tidur yang terbayang dalam kepala saya. Hiks,,, Hehe,,,

Sesampai di LPMP. Semua proses segera kami selesaikan. Kemudian seorang petugas memberikan kunci kamar bertulis  A-19.
“Terimakasih pak,,,?” Ucap saya sambil senyum. Kemudian sesegera mungkin hendak berlalu. Baru tiga langkah, “Pembukaan setengah jam lagi, Mas.” Ucap petugas yang tadi. Saya dan supardi berhenti. saling pandang. Secara bersamaan melihat jam tangan. Hah??!! sudah pukul 12.30 WIB. Artinya??? Tidak ada kesempatan untuk tidur,,, Oh My God,, help me, Please... Jangan biarkan kantuk ini semakin menjadi ya Rob...

1,,, 2,,, 3,,,,
Kaabuuuur…!!!!

Buru-buru kami menuju kamar A-19. Sialnya, ternyata kamar itu berada di lantai dua. Anggaplah ini ujian hidup. hehe… maka, segera kami letakkan segala perlengkapan dalam lemari. Secepatnya Mandi. Sholat. Makan. Ganti baju. Menyiapkan notebook dan print-out data. Huufft….

meski terburu-buru,,, tetap tak lupa berkabar padanya,,, ^_^
"Alhamdulillah,,, don't forget lunch on time,, and good Job ya..."
(tersenyum saya membaca balasan smsnya)


Ternyata jam di tangan kanan saya menunjukkan pukul 13.04 WIB. Saat kami duduk manis di ruang diklat. Belum lima menit,,, bisik hati saya menirukan gaya iklan pembersih lantai di televisi. Alhamdulillah,,,,

Saya suka Juni,,,



Semilir angin di awal pagi mengantarkan dingin yang wangi. Berhembus perlahan ke dalam hati. Bening embun shubuh, masih tersisa di beberapa pucuk dedaunan. Aroma tanah basah, hijau tembakau, bunyi air dari timba para petani menambah Juni semakin cantik.

Saya menikmati suasana indah kampung. Berharap mampu meredakan galau di dada. Tetapi sejauh apapun berusaha, maka sejauh itu pula saya gagal. Galau seolah menjadi aliran darah. Deru nafas dan detak nadi.

Matahari seubun-ubun. Panasnya bercerita tentang kepedihan. Saya menikmatinya di jalanan. Mencoba menepis segala gundah dengan si kupu-kupu rindu. Jalanan menjadi teman paling asyik saat galau. Lalu,,, berhenti sejenak untuk Sholat dhuhur di salah satu masjid di selatan kota. Guyuran air wudhu mampu menepis segala resah. Dalam sujud yang panjang. saya hatur segala kegalauan ini padaNYA.

Tak ada kata terucap dalam doa.
Hanya air mata.
Tapi saya yakin DIA Maha Memahami segala bahasa hati.

“Semangat sholat Dhuhur... don’t forget to lunch on time. Keep spirit and smile.. ^_^”

Sebentuk kepedulian. Sebaris semangat untuk tersenyum. Saya seolah mendengar bisiknya yang lembut. “Badai pasti berlalu… tak perlu ragu untuk terus maju”. Tentu. Sebab apa lagi yang harus saya toleh ke belakang. "Hidup itu bergerak. berhenti, berarti mati." Sebaris kalimat sakti dari Iqbal itu juga menjadi salah satu pengobar semangat dalam dada.

Saya menghela nafas panjang. Meski agak sesak. Tapi tak mungkin saya terus menerus berada dalam labirin waktu yang pilu ini. saya harus beranjak. Kembali menyusuri jalanan dengan si kupu-kupu rindu. Sebelum senja hadir saya harus sampai di rumah. Tak perlu menghabiskan waktu di jalanan lagi.

lalu senjapun hadir seiring takdir. Memanggil-manggil dengan ronanya yang menyihir.
Senja yang cantik. Semakin cantik dengan pesan pendek yang cantik.

- Kenapa betah mendekap luka di luar? Tidakkah ingin berterus terang minta ijin untuk ke dalam? Ada bilik hati yang selalu mendzikirkan rindu padamu. Insya allah, ia sanggup mengobati lukamu.
+ Tidak. Aku takut salah menafsir isi hati.
- Kau tidak salah.
+ Bagaimana mungkin aku tahu kalau tak pernah dikatakannya?
- Karena tidak setiap hal butuh kata
+ Lalu siapa pemilik hati itu?
- Aku

Saya terdiam. Perlahan gerimis. Haru. Semburat rona senja di awal musim memamerkan wangi. Seperti hatinya yang wangi bismillah. Saya suka Juni… apalagi sembari menyelami lagu “Pengembara” dari Ar-Royyan.

Semakin jauh jarak perjalanan diri hamba
Seribu macam cobaan mewarnai ruang dan masa
Ada kalanya hati merasa tak berdaya
Disaat raga gundah lalui ujian dunia

Hidup bahagia jadi impian namun kenyataan selalu berbeda
Berusaha dan berjuang,,
serta berdoa…

Ya ilahi hamba berserah diri saat hati teruji
Tunjukkanlah jalan yang tlah kau beri
Kuatkan iman kami

Jagalah hamba dari fitnah dan dengki
Iri hati dan sombong diri
Langkah kami tak lepas dari imanmu ilahi...

Ya Allah,,,



Ya Allah,,,

aku sadar bahwa tidak selamanya aku bisa kuat, tegar, dan kokoh baik secara fisik maupun batin. Ada masanya dimana aku juga harus menerima dan menikmati kelemahan, kerapuhan, keterpurukan, dan remuk dalam menjalani hidup ini…

aku bisa saja selalu berusaha tersenyum, ceria, dan tertawa bahagia di hadapan orang tua, teman-teman dan saudara. Tapi seberapa lama aku ada di hadapan mereka? kehidupan bukan hanya saat aku berada di hadapan mereka. Kehidupan adalah saat aku menjalani keseluruhan waktuku. Sendiri atau berada di hadapan orang lain.

Begitu juga keberadaanku untuk orang lain. Tidak mungkin aku senantiasa bisa membuat orang lain kuat dan bahagia setiap kali bersamaku tanpa pernah melakukan kesalahan. Sebab aku tetaplah makhluk-MU yang lemah dan penuh salah. Hanya saja, tak pernah ada niatan dariku untuk sengaja menyakiti orang lain. Engkau pasti tahu itu Rob…

Aku selalu yakin Ya Allah,,, bahwa selalu saja ada Engkau yang Maha Baik dalam setiap lembar kehidupanku. Maka, serapuh apapun. Seterpuruk apapun aku, seremuk apapun jiwaku saat ini, semua adalah bentuk lain dari kebaikan-MU.

Terkadang memang sulit untuk memahami ketentuan-MU. jadi aku tidak mungkin memaksakan diri agar langsung bisa memahaminya. Karena aku tetaplah manusia biasa yang penuh kelemahan. Tetapi aku selalu percaya Rob,,, bahwa kekuatan dan kelemahanku bersumber dari-MU. Kemampuan dan keterbatasan dalam hidupku adalah bentuk kasih sayang-MU.

Ya Allah,,,

Aku yakin Engkau mengajarkan kerapuhan ini semata untuk menunjukkan kelemahanku sekaligus juga kesempurnaan-MU. Juga untuk pengingat akan kebergantunganku pada-MU. ini adalah keputusan yang Engkau berikan padaku agar aku lebih kuat. Sebab Engkau tetaplah sebaik-baik pemberi keputusan. Baik disaat aku kuat dan lemah, maupun di waktu aku senang dan sedih.

Aku mencintai-Mu ya Allah,,,

Jika kau bosan,,,



Putri,,,
Suatu saat nanti,,, entah di lembaran keberapa kebersamaan kita, jika kau sudah merasa bosan denganku, lalu engkau hendak pergi dan memilih lelaki lain yang tentu saja lebih baik dariku, sampaikanlah padaku dengan jujur. Karena engkau sudah tahu bukan, bahwa aku lebih menghormati kejujuran dibandingkan apapun. Setidaknya, aku tidak semakin merasa bersalah karena mengikatmu dengan cinta, padahal engkau tersiksa.

Kukatakan demikian karena aku menyadari, bahwa ada masanya hati manusia itu akan jenuh terhadap sesuatu. Hati itu mudah bosan, Putri,,, jika kita tidak pandai-pandai menjaganya. Sebuah kesalahan kecil saja akan menjadi pemicu kemarahan besar yang akhirnya akan menimbulkan keputusan sepihak yang menyakitkan.

Atau,,, jika engkau merasa tidak tega dengan kejujuran seperti itu, maka sakitilah aku. Karena dengan rasa sakit, aku akan terpuruk. Aku akan terjungkal dalam duka. Banyak cara untuk menyakitiku Putri,,, salah satunya dengan mengkhianatiku. Tentu engkau paham apa itu pengkhianatan bukan? pasti engkau juga sudah mengerti tentang rasa sakit yang diakibatkan oleh pengkhianatan. Saat seperti itu, Tak perlu lagi engkau ingat janji-janji yang kau ucapkan. Tak perlu lagi engkau ingat mimpi-mimpi yang coba kita bangun untuk masa depan. Tak perlu lagi engkau mempedulikan kuat atau tidaknya aku. dengan seperti itu, kau akan berhasil membuatku sakit. Lalu pergilah dariku dengan senyum kemenangan.

Ada waktu paling tepat untuk menyakitiku, Putri,,, yaitu menjelang ulang tahunmu.
Awalnya, berjanjilah untuk merayakan ultah denganku. Buatlah janjimu itu begitu meyakinkan dan manis, sehingga aku benar-benar akan merasa bahagia karenanya.

Maka diam-diam, aku pasti akan menyiapkan sedikit acara perayaan ultahmu itu. Aku akan memilih tempat yang bagus Putri,,, di sebuah café mungil di Surabaya. Aku akan menelepon Ari, Kristiya, Ita, Amir dan Suaidi serta beberapa teman lainnya untuk membantuku menyiapkannya. Aku yakin mereka akan mau, karena mereka bukan orang lain lagi. Mereka berasal dari kotaku yang sekarang sedang menempuh kuliah disana. Aku sangat akrab dengan mereka…

Sedangkan di sini,,, aku akan menyiapkan sedikit kejuatan yang akan aku berikan saat malam ulang tahunmu. Aku akan memesan cincin mungil yang bertuliskan namamu dan namaku. Aku ingin, cincin itu melingkar di jari manismu saat kau ulang tahun nanti. Tentu aku akan menjadi orang paling bahagia saat itu Putri,,, memasangkan cincin mungil bertuliskan nama kita dengan penuh cinta. Oh iya, untuk kue tart, aku akan memasrahkannya pada Kristiya. Dia pintar memilih-milih kue, Putri,,, aku yakin kamu akan suka nanti.

Ah,,, kembali ke skenario ya Putri,,,

Nanti, setelah persiapan dirasa sudah final semua. Kira-kira beberapa hari sebelum engkau datang. Batalkanlah Putri,,, berilah alasan yang sekiranya akan membuatku terdiam. Misalnya, kau tiba-tiba ada acara mendadak di tanggal itu. Atau, bicaralah terus terang bahwa kau akan merayakan ulang tahun dengan orang lain. Orang yang tentu saja lebih baik segala-galanya dibandingkan denganku. Tak perlu lewat telepon Putri,, cukup sms saja. maka aku akan terkejut. Aku pasti akan shock, mengingat semuanya sudah aku siapkan dengan teman-teman. Aku pasti akan terdiam Putri,,, nah,, saat itulah, kau minta aku untuk marah. Bilanglah, bahwa jika aku tak marah, kau akan bertambah sedih. Buatlah sedramatisir mungkin.

Tetapi, aku pasti tidak akan marah padamu Putri.. aku pasti hanya akan diam karena kecewa kau tak akan datang. Bagiku, tak baik marah pada siapapun, apalagi padamu; orang yang aku cintai. Bukankah aku sudah pernah bilang padamu Putri,,, bahwa seburuk apapun perlakuanku padamu, aku tidak akan pernah berubah mencintaimu? Aku memang lebih suka diam jika ada hal yang membuatku sedikit kecewa. Karena bagiku, dengan diam, aku sudah berusaha untuk tidak melukai perasaan orang lain dengan kata-kata. Apalagi dengan bentakan. Disitulah mungkin salah satu makna peribahasa “diam itu emas”.

Untuk sementara, mintalah aku yang pergi ke tempatmu. Hiburlah aku dengan mimpi-mimpi. Bilanglah, bahwa ada kesempatan untuk bertemu dengamu sebelum kau berulang tahun. Kau pasti bisa menduganya kan Putri,, bahwa aku akan pergi menujumu dengan membawa kotak kecil yang awalnya kupersiapkan untuk kejutan itu.

Lalu, ketika kira-kira aku sudah dalam perjalanan. Buatlah kejutan lagi untukku. Mintalah aku untuk kembali dan tidak usah menemuimu. Katakan saja kau berubah pikiran dan tidak ingin lagi bertemu denganku. Jika aku memaksa untuk tetap menemuimu meski 10 menit saja, bilanglah padaku, bahwa kau belum pernah menemukan orang goblok sepertiku yang ketika sudah tidak diinginkan masih saja memaksa. Maka aku pasti akan diam lagi Putri,,, saat itulah, targetmu untuk melukaiku akan tercapai.

Tapi jika belum cukup, jadikanlah “diamku” itu sebagai kesalahan fatal bagimu. Anggaplah aku tidak pernah bisa mengertimu, tidak pernah bisa memahami posisimu sehingga yang terjadi, aku hanya sebagai sumber penderitaan bagimu. Dengan demikian, kau semakin punya alasan yang kuat untuk meninggalkan aku.

Lagi-lagi aku pasti akan terkejut Putri,,, karena tidak akan menyangka, hal kecil seperti itu akan menjadi masalah yang sangat besar padamu sampai kau mengambil keputusan sepihak yang menyakitkan.

Tetapi, jangan pedulikan aku lagi. Sesakit apapun. Sepedih apapun. Semenderita apapun aku setelah itu, biarkan saja. toh semua itu memang targetmu dari awal bukan? Tetaplah kau jalani hidup dengan tersenyum.

Begitulah caranya Putri,,,
pikirkanlah baik-baik. Atau jika kau punya cara yang lebih sadis, lakukanlah.
Karena aku tak akan pernah marah padamu. Aku tak punya rasa lain selain cinta.
Paling-paling, aku akan berterimakasih padamu karena sudah pernah mengenalkan cinta yang indah untukku. Kau sudah mengajari bagaimana memungut cinta, kau sudah mengajari bagaimana menyiram cinta, kau juga sudah mengajari bagaimana mencampakkannya. Itu akan menjadi pelajaran yang sangat berarti buatku; Sesosok lelaki slengean yang tidak tahu diri ini.


Tetapi Putri,,,
aku lebih yakin, kau tak akan melakukannya padaku.
karena aku tahu hatimu.

(Cuplikan kisah dalam Novel yang sedang saya tulis. Mohon doa,,, semoga saya mampu menyelesaikannya ^_^)