Minta rindunya dong,,,


Senja yang selalu mempertemukan kita.. ^_^


Senja kesebelas

(HP berdering)
 - Minta rindunya dong,,, (suaranya merajuk)
+ Rindu,,,?
- Iya,,,
+ Rinduku maksudmu?
- Iya, masak rindu lain.
+ Untuk apa?
- Untuk obat. Aku sakit. Makin lama dadaku makin sesak. Jika tak segera kau obati, kemungkinan aku,,,, (diam)
+ Tapi gimana caranya?
- Gampang kok. Temui aku, tatap mataku, tersenyumlah, genggam erat kedua tanganku.
+ Lalu,,,?
- Kau lebih tahu dariku…

Senja keduapuluh satu
(Percakapan di HP)
+ Gimana kabarmu?
- Aku sakit.
+ Hah,,,! Sakit lagi.
- Iya.
+ Sakit apa?
- Rindu.
+ Lho,,, Kan,,,,?
- Iya. Tapi kau hanya sebentar menemuiku.
+ Bukannya aku sudah…
- Seharusnya kau tahu, bahwa kau semacam antibiotik yang harus selalu ada di dekatku.
+ Jika tidak?
- Maka sakit ini akan semakin parah. Aku juga tidak akan bisa konsentrasi terhadap apapun. Pikiranku buntu. Dadaku semakin sakit.
+ Lalu,,,?
- Kau pasti sudah tahu jawabannya.


Senja ketigapuluh tiga
(menikmati senja bersama)
+ Masih rindu?
- Menurutmu?
+ Aku kan sudah datang…
- Sayang,,, jangan mengira kerinduan ini akan hilang lantaran pertemuan kita. rindu ini sayang, adalah jalan terindah yang menghubungkan hatiku dan hatimu. Jika jalan itu hilang, maka kita akan tersesat. Kita akan sakit. Jadi, biarkan rindu ini terus tumbuh, agar tak ada lagi rasa sakit. Dan meskipun sesekali sakit itu datang, itu adalah sakit terindah yang pernah kita alami.
(aku tersenyum mendengarmu sayang,, sebab lantaran itulah juga aku hadir di hadapanmu. menikmati rinai ceria di wajahmu. menikmati remah senyum di bibirmu. menikmati percakapan kita diantara debur ombak pelabuhan. terima kasih untuk rindumu sayang,,, sesekali, kita memang harus menyerah pada rindu. tidak perlu melawan atau menahannya. kita hanya butuh diam dan menikmatinya sebagai bagian terindah dalam hidup. terima kasih juga engkau sudah meluangkan waktu memasak untukku. aku suka. sangat suka. Keikhlasanmu menyiapkan makan dan minum untukku membuat hatiku gerimis. haru. dari tanganmu itulah, kelak, aku ingin anak-anakku dibesarkan)

*****

**To Ani: Thank's for your help,,,


Surat cinta keenam untuk calon istriku,,,


Sumenep, 7 Muharram 1434 H.

Untuk Perempuan yang merindukan surga
Di ujung senja


Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh,,,

Duhai,,, perempuan pilihan,,, belum lengkap rasanya kehidupanku di dunia, sebelum aku bisa menjadi imam bagimu. Belum sempurna agamaku, sebelum ada kamu yang menjadi bagian terpenting dalam hidupku. Belum utuh aku sebagai ummat Rasulullah, jika belum mengikuti sunnahnya untuk menyuntingmu. Tentu saja,,, engkaulah perempuan yang akan aku pilih untuk menjadi ibu bagi anak-anakku kelak.

Tetapi,,, siapakah engkau duhai perempuan yang selalu merindukan surga?
Dimanakah engkau kini berada? Kapankah kita akan bersua?
Sungguh, pertanyaan-pertanyaan itu tetaplah menjadi sumber gundah dan resahku. Bukan saja pada saat aku tengah terbaluri sepi sendiri. Bahkan pada malam-malam hening, disaat aku bersujud padaNYA. Seringkali memang, sudah kuutarakan niat dan keinginanku terhadapNYA untuk meminangmu. Telah aku sampaikan keinginan terbesarku untuk memuliakanmu terhadapNYA. Tapi sampai hari ini,,, barangkali aku memang masih belum pantas untuk bertemu dengamu duhai perempuan yang dirindukan surga. Masih terlalu banyak kekurangan yang harus aku perbaiki, agar suatu saat kelak—saat Allah mengijinkan—aku sudah benar-benar siap untuk menjadi imam bagimu. Aku yakin, Allah akan mempertemukan kita ketika waktunya telah tiba. entah kapan dan dimana?

Duhai perempuan yang lembut hatinya,,, aku yakin, kelak, saat kita bersama, engkau akan menjadi sosok yang paling ikhlas memberikan perhatian terhadapku. Tak pernah bosan mengingatkanku untuk makan, mengingatkanku untuk menjaga kesehatan, karena memang aku selalu abai akan hal-hal seperti itu. Aku tahu, saat seperti itu, engkau tidak sedang berusaha menjadi ibu yang ingin selalu mengaturku, engkau hanya ingin memberiku perhatian, sebagai bentuk kasih dan sayangmu yang tak bertepi.

Jikapun suatu saat kelak, saat kita sudah mengarungi hidup bersama-sama, lalu tiba-tiba saja engkau mulai marah-marah tanpa sebab dan berbicara tidak begitu jelas, aku paham calon istriku,,, bahwa engkau sedang menginginkan sesuatu tetapi tidak tahu bagaimana cara mengatakannya kepadaku. Saat seperti itu, insya allah,,, aku akan berusaha untuk mengajakmu berbicara dari hati ke hati dengan bahasa paling lembut. Terlebih dahulu, aku akan membuatkanmu segelas teh hangat. Kemudian mengajakmu ngobrol santai sambil menikmati senja di teras rumah kita. atau,,, aku akan mengajakmu ke sebuah tempat indah dimana kita bisa menikmati senja bersama. Lalu mengajakmu untuk menjernihkan maksud dan keinginanmu itu. Aku yakin, saat seperti itu, engkau sedang benar-benar membutuhkan perhatianku secara utuh. Engkau tidak ingin aku membaginya dengan apapun. Dan aku akan melakukannya untukmu wahai calon istriku…

Ketika engkau sedang menghadapi masalah, bisa jadi kau hanya diam. Enggan makan, hanya menangis dan berdiam diri dalam kamar. Aku tahu, bahwa saat-saat seperti itu, yang kau inginkan bukan hanya kata-kata penghibur dariku. Yang benar-benar kau butuhkan adalah aku ada bersamamu dan menemani di sampingmu sampai kau bisa tenang dan bersama-sama mencari jalan keluar. Insya allah, aku janji akan selalu ada untukmu.

Calon istriku,,, aku tahu,,, ada masanya dimana seorang wanita—termasuk juga engkau—akan sangat menginginkan agar orang yang disayanginya melakukan sesuatu yang bermakna dalam hidupnya. Sesuatu itu bisa berupa kejutan-kejutan indah—entah berupa kado kecil, ungkapan terimakasih yang menyejukkan, sekuntum bunga simbol cinta, atau liburan menyenangkan di akhir pekan. Dan aku akan senantiasa berusaha untuk menjadi suami yang mampu melakukan hal-hal seperti itu.

Saat kau memintaku untuk berjanji setia padamu, aku tahu, bukan berarti engkau tak pernah percaya padaku, tetapi itu kau lakukan semata untuk melihat kesungguhanku agar benar-benar menepati janji padamu. Sebab akupun tahu,,, bahwa hal paling sulit dalam cinta adalah setia. Betapa banyak orang-orang yang hancur kebersamaannya lantaran tidak ada kesetiaan di dalamnya. Betapa banyak orang terjungkal dalam duka lara lantaran menepikan kesetiaan dalam hatinya. Sesungguhnya,,, keindahan cinta itu ada pada kesetiaannya. Dan aku tidak mungkin menukar kebahagiaan itu dengan apapun, calon istriku…

Duhai perempuan yang berhati wangi,,, ketika suatu saat nanti, engkau menertawakan kesalahan atau kekonyolan yang kulakukan, aku juga tahu, bahwa sebenarnya engkau tidak sedang menertawakan kebodohanku. Kau hanya mencoba mengenal dan melihat sisi lain dari diriku, dan mencoba menerima segala kekuranganku. Aku tahu, aku tak akan pernah bisa menjadi sempurna tanpamu. Aku tak lengkap tanpamu.

Nanti,,, saat aku tengah berjuang meraih sesuatu,,, aku yakin engkau tidak akan hanya diam. Kau pasti mengkhawatirkan keadaanku. Mencemaskan kondisiku. Kau akan berusaha menjadi penyemangat, membangunkanku dini hari untuk sholat malam bersama-sama, dan tentu saja kau tidak akan pernah berhenti berdoa demi keberhasilanku. Sebab doa adalah bukti cinta yang nyata.

Duhai perempuan yang dirindukan surga,,,
Semoga engkau senantiasa berada dalam lindungan Allah… menjaga diri dan hatimu hingga suatu saat kelak, kita dipertemukanNYA dalam sebuah moment yang indah. Lalu kita bersama-sama mengarungi hidup dalam keridhaan Allah.

Rindu untukmu dari jauh…

Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh…

Dari calon imammu,,,


Avan Fathurrahman

Surat Cinta Kelima untuk calon istriku…


                                                                                             Sumenep, 3 Syawal 1432 H.


Menemui Calon istriku
Di pesisir rindu


Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh,,,

Semai maaf berbalut rindu dari jauh, hanya untukmu, calon Istriku,,,
Maafkan aku, karena sampai saat ini aku masih belum bisa menemukanmu, belum bisa melunasi harapanmu, juga belum bisa menjadi imam bagimu… padahal, aku sudah berusaha mencarimu calon istriku, tapi aku selalu gagal. Barangkali, semua itu karena begitu sulitnya perjalanan untuk menemukanmu. Cobaan dan ujian yang menghantamku berkali-kali, nyaris membuatku terpental dari jembatan pencarian ini. Dan aku nyaris menyerah. Untung saja, setiap kali aku terpelanting, aku masih berhasil berpegangan pada tali keyakinan tentang jodoh dan nasib yang dibuat olehNYA.

“Allah tidak akan pernah salah membuat garis takdir pada setiap manusia” Begitu batinku, setiap kali aku terhempas pada gelimang resah. Maka, meski sampai saat ini aku belum berhasil menemukanmu, aku selalu percaya bahwa sekenario Allah selalu lebih indah dari pada keindahan luka yang menempaku selama ini.

Calon istriku,,, aku ini lelaki yang mudah meneteskan air mata pada hal-hal tertentu. Pada saat-saat tertentu, dan pada peristiwa-peristiwa tertentu. Seperti beberapa hari yang lalu. aku sempat terisak diam-diam, dari balik pintu,,, saat melihat ibuku yang terbaring sakit menjelang lebaran. Aku tidak tega melihat orang yang paling berarti dalam hidupku itu hanya berbaring lemah. Sementara, aku tidak bisa berbuat banyak, untuk membantunya. Hanya berusaha merawatnya semampuku. Aku juga berusaha sebisanya, menggantikan tugas-tugas beliau di dapur. Karena aku sangat tidak ingin beliau bekerja dalam kondisi yang tidak sehat. Tapi ternyata,,, aku tak terlalu pintar untuk urusan dapur, meski aku juga sudah terbiasa masak sendiri sewaktu masih di pondok pesantren.

Lalu aku juga sempat mengadu diam-diam, calon istriku,,, dalam terpekur yang nyata di depan kompor, aku berbisik kepadaNYA dalam hati, “Ya Allah, sampai kapan aku harus menunggu calon istri yang akan Engkau kirimkan untuk mendampingiku? aku tak kuat mengerjakan perkerjaan ini sendiri Rob,,, sementara Engkau tahu, bahwa tidak mungkin juga aku membiarkan ibu terus menerus menyiapkan makan untukku, apalagi ibu dalam kondisi sakit. Rob,,, aku takut, suatu saat, semangatku untuk mencari calon istri akan kalah dengan rasa putus asa. Maka, kalau boleh meminta, percepatlah pertemuanku dengan orang yang Engkau pilih untuk mendampingi hidupku. Amin”

Sungguh calon istriku, saat-saat seperti itu, sebenarnya aku menginginkan engkau sudah berada di sini, di sampingku. Menemaniku merawat ibu, sekaligus menggantikan tugas-tugas beliau untuk menyiapkan makan sahur dan buka puasa untukku. Kukatakan demikian, bukan berarti aku ingin menyiksamu dengan pekerjaan dapur, bukan. Tapi aku ingin mengajakmu dalam kehidupan rumah tangga yang sesungguhnya. Saling mengisi, saling berbagi, saling menguatkan, saling memahami, saling mengulurkan tangan, dan saling membantu. Saling mengasihi, saling menyayangi, saling mencintai, dan selalu saling merindui. Karena kita adalah satu. Karena kita tak akan pernah mampu untuk melalui hidup tanpa bersama-sama.


Calon istriku, kemirisanku bertambah dalam, saat lebaran bertandang. Terutama saat aku bersimpuh di hadapan ibu, sambil meminta maaf pada beliau atas segala salah dan khilaf. Lalu pelan-pelan, kembali aku terpuruk pada lelehan air bening yang merebak dari kedua mata. Betapa selama ini, aku masih belum bisa menjadi anak yang baik bagi beliau. Aku masih sering menyakiti perasaan beliau. Dan aku masih seringkali merepotkan beliau dalam setiap kehidupanku. Dan terakhir, karena aku juga belum mampu membawamu sungkem pada ibu. Padahal aku tahu, bahwa ibu sangat berharap, ada orang lain yang menyentuh tangan beliau di hari lebaran, lalu menciumnya sepenuh hati. Dan orang itu adalah kamu, calon istriku…

Tengah hari, seusai sholat dhuhur, saat aku berniat untuk merebahkan diri, calon istriku,,, tetapi, beberapa sahabat dekat, datang. Kami bermaaf-maafan. Kemudian terlibat obrolan yang hangat. Beberapa kue lebaran sudah tersedia di atas meja. Tetapi sungguh calon istriku, aku kembali didera perih saat harus beranjak ke dapur, dan membuatkan minuman untuk sahabat-sahabatku itu. Bukan karena aku tidak ikhlas menyeduh kopi buat mereka, bukan. Tetapi karena aku kembali terpasung pada khayal tentangmu yang belum kutemukan.

Seandainya aku sudah menemukanmu, calon istriku,,, niscaya aku tidak akan serepot ini untuk menyuguhkan minuman pada sahabat-sahabatku (yang kebetulan silaturrahim ditemani istri-istrinya). Aku pasti bisa dengan tenang menemani mereka ngobrol, karena engkau pasti membantuku dengan senang hati, untuk membuatkan kopi. lalu aku dengan bangga akan berucap “inilah kopi buatan istriku tercinta… istri yang selalu membuatku tegar menghadapi segala cobaan hidup. Yang selalu mampu membuatku tersenyum saat berada di dekatnya”. Lalu aku sambil melirikmu yang pasti tersipu malu. Ah,,, tapi itu sekedar hayalku, calon istriku, karena sekali lagi,, aku belum menemukanmu…

Calon istriku yang baik,,, tentu saja, aku berharap, Ramadhan tahu depan, aku sudah bisa menunaikan ibadah puasa bersamamu. Kita akan berangkat ke masjid bersama-sama untuk melaksanakan sholat tarawih. Kita akan bangun dini hari untuk sholat malam, kemudian menikmati makan sahur bersama. Kita juga akan berbuka puasa bersama di rumah yang sederhana, yang beratap rumbai cinta dan rindu yang tak pernah pudar…
Semoga saja Allah mengabulkan doa ini…

Calon istriku,,, jika kau sempat, balaslah, surat ini… sebab aku akan selalu menunggu balasanmu, di kampung halamanku. Tetapi, jika kau terlalu sibuk untuk sekedar menulis surat balasan kepadaku, tak apa-apa, tak usah kau balas. Yang penting, jangan pernah berhenti untuk berdoa, agar Allah segera mempertemukan kita….

Yang terakhir,,, siapapun engkau, calon istriku,,, dimanapun engkau kini,,, sebagai calon suamimu, aku mengucapkan selamat hari raya idul fitri… minal aidin wal faidzin, mohon maaf lahir dan batin… semoga kita termasuk golongan orang-orang yang kembali ke fitrah, dan bertemu kembali dengan Ramadhan yang akan datang. Amin…

Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh….


Yang selalu berselimut rindu,
Calon suamimu,,



Avan Fathurrahman





*dipublikasikan di akun facebookku, 2 September 2011 pukul 19:29

Rindu dan cinta adalah kita,,,


Pada waktu
Pernah kutitip rindu
Sampaikah padamu?

Pada senja
telah kukirim cinta
sudahkah kau terima?

Pada purnama
Kau dan aku merajut asa
juga pendar cahaya yang jelita
Sebab rindu dan cinta tak cukup sekadar kata.

Rindu dan cinta adalah kita.