Ini hanya
kisah tentang sabtu pagi. Ups! Tidak. Bukan “hanya”. Karena memang bukan “hanya
sabtu pagi” yang ingin saya ceritakan. Melainkan tentang aktifitas—meminjam
istilah Syahrini—“yang sangat sesuatu dan cettar membahana badai terpampang
nyata” *hadeh,,, lebbayy….
Apaan sih,,,? Tentang capung merah
marun yang dikejar anak-anak?
Bukan.
Tentang embun pagi yang mengerling
indah?
Juga
bukan.
Tentang gerimis yang tiba-tiba luruh
selepas subuh?
Ih,,,
bukan juga kalee,,,,
Ciyuzz,,,?
Stop!
Jangan lanjutin ke Miappah,,,! ^_^
Begini.
Di sabtu
pagi ini, saya mencoba kegiatan baru, yaitu BER-KE-BUN. (bacanya harus meniru suara Bang Haji Rhoma Irama saat bilang
TER-LA-LU) hehe…
awalnya,
saya tidak kepikiran akan pergi ke kebun, juga melihat-lihat beberapa petak
tanah yang belum ditanami apapun. Seingat saya, sabtu pagi, saya punya jadwal
ngajar di kelas XII. Jadi, sayapun siap-siap. Mandi, sholat dhuha, lalu
mengambil pakaian ke lemari. Sembari memilih-milih baju, suara ibu terdengar
dari teras depan. Beliau menanyakan, batangan pohon Marongghi dan palembhang
mau ditanam dimana? (saya tidak tahu apa
bahasa kerennya Marongghi dan Palembhang. ^_^)
Saya baru
ingat, bahwa hari ini saya memang minta tolong Saleh dan Hanafi (tentu dengan tarif biasa) untuk
mengambil beberapa cabang pohon palembhang
dan marongghi. Setelah terkumpul
banyak, rencananya saya akan menanamnya di salah satu tanah kosong dekat kebun
jati. Entah kenapa, dalam beberapa hari terakhir, saya kepikiran untuk
membudidayakan Cabe Jamu. Selain memanfaatkan lahan kosong, cabe jamu juga
tampaknya memang punya prospek panen yang bagus ke depan. Sekarang saja,
harganya mencapai Rp. 85.000/ Kg. barangkali, Allah akan memerikan rejeki
tambahan lewat jalan berkebun. Berkerja sambil beribadah.
Rupanya
saya mulai sedikit lebih dewasa. (Ciee,,,
sudah mulai memikirkan masa depan nih
yee,,,) Saya berpikir, bagaimana memanfaatkan waktu luang saya untuk
kegiatan bermanfaat lainnya. Maka tidak boleh ada kamus malas lagi.Terus
terang, saya mulai melirik budidaya cabe jamu karena sepertinya perawatannya tidak
begitu sukar. Saya yakin bisa merawatnya dengan baik. hanya saja, saya memang
harus mengumpulkan banyak informasi dari orang-orang yang sudah lebih dahulu
memulainya. Jadi dalam satu bulan terakhir, saya menyempatkan diri berdiskusi
dengan orang-orang itu. Mencari referensi di internet, dan membaca buku tentang
budidaya cabe jamu.
Dan,,, Bismillah,,, saya akan memulainya.
Maka,
sebelum ibu bertanya lagi untuk kedua kalinya, saya bergegas menemui beliau. Membahas
pekerjaan hari ini. saya berbicara sambil merapikan baju. Hingga kemudian tiba-tiba
adik saya mengingatkan bahwa kelas XII hari ini masih Ujian Sekolah. Dan saya
tidak punya jadwal mengawasi ujian. sontak saya menepuk jidat. Kenapa sifat
pelupa ini selalu bercokol? Batin saya. Bergegas saya ubah haluan. Masuk
kembali ke kamar. Kemudian keluar dengan baju kerja yang lain. Kaos coklat
lengan panjang. Celana Jeans butut ¾. Oh iya, saya juga mengambil topi pandan
yang agak lebar di dapur.
Sudah
siap? Tanya Ibu.
Ready dong. Jawab saya tersenyum. Entah ibu
mengerti atau tidak. Yang pasti, saya beranjak mengikuti langkah ibu yang lebih
dulu bergegas menuju kebun. Saya membawa linggis dan celurit tebal yang biasa
digunakan untuk memotong ranting kayu. Sementara, Saleh dan Hanafi tentu sudah
lebih dulu sampai di kebun.
Dan benar,
sesampai di kebun, dua orang karib saya itu sudah mulai bekerja. Maka saya
tidak menunda-nunda waktu lagi. Saya langsung gabung dengan mereka. Bekerja
dengan sangat terampil dan cekatan (hohoho…
kalau gak bilang sendiri, gak mungkin ada orang lain menilai kayak gitu). Saat
matahari sepenggalah, kami makan bersama di kebun. Nasi jagung, kuah kelor,
ikan bandeng, sambal petis + kecambah mentah, juga beberapa jenis sayuran yang
menambah selera. (ah,,, menunya gue
bangeet). Selepas makan, kami kembali beraktifitas. Bekerja sambil bertukar
cerita. Hingga tidak terasa, hari sudah siang. akhirnya, pekerjaan kami
selesai, persis 11 menit selepas adzan dhuhur.
Memandang
deretan pohon-pohon yang baru kami tanam itu, perlahan hati saya gerimis.
berbagai perasaan mengalir dalam hati. Subhanallah,,,
terngiang nasehat Kyai di pondok; menanam pohon, memelihara lingkungan,
memanfaatkan lahan pertanian adalah anjuran Rasulullah
Sallallahu ‘alaihi wasallam. Selama seseorang masih memiliki nyawa ia
masih diperintahkan untuk menanam pohon. Imam Bukhari dan Ahmad meriwayatkan
dari Anas bin Malik, Rasulullah bersabda: “Jika kiamat terjadi dan
salah seorang di antara kalian memegang bibit pohon kurma, lalu ia mampu
menanamnya sebelum bangkit berdiri, hendaklah ia bergegas menanamnya.”
Selain
itu, Rasulullah juga bersabda dalam
hadits yang lain: “Tanamlah bibit pohon yang ada di tanganmu sekarang juga, meski besok
kiamat. Allah akan tetap memperhitungkan pahalanya.” Sungguh, betapa sangat besarnya perhatian
Islam terhadap penanaman pohon dan penghijauan dunia. Inilah juga yang membuat
saya lesap dalam perenungan diri. Subhanallah,,,
malu rasanya saya mengingat-ingat hal itu, karena baru sekarang saya bisa
memulainya—Semoga ini bernilai ibadah ya
Rob…
Sebelum
pulang, saya juga menyempatkan mengirim pesan untuknya:
Hari ini, seperti yang engkau tahu
Ay,,, dengan nama Allah, aku memulai pekerjaan baru. Menanam seratus sebelas
pohon di kebun untuk panjatan sulur cabe jamu. semoga ini menjadi awal yang baik.
Setidaknya, ini adalah bagian dari ikhtiarku untuk masa depan kita. Tetaplah
istiqomah dan sholehah ya Ay,,, Dengan rindu, cinta dan doa.
Sumenep, 23
Maret 2013