- Untuk apa?
+ Aku mau ikut diklat surveyor
PMKS
- Apa itu PMKS
+ Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial
- Berapa hari?
+ Hanya dua hari
- Dengan siapa saja?
+ Mas Sholeh, Mas Jamal, dan Pak
Abul. Dari Sumenep 4 orang.
- Bagaimana kondisimu?
+ Insya Allah tak ada kendala.
+ Insya Allah tak ada kendala.
- Jika begitu, berangkatlah,,,
itung-itung menambah ilmu, pengalaman dan saudara-saudara baru. Aku mendukungmu
+ Alhamdulillah,, terimakasih ya…
- Tapi ada syaratnya
+ Apa?
- Buatlah aku tenang saat kau
berangkat nanti
+ Emm…. Gimana caranya?
- Kau pasti lebih tahu.
+ Hehehe… (nyengir sambil
garuk-garuk kepala) kau juga pasti sudah paham hatiku.
- Syukurlah jika tak berubah
+ Insya Allah akan tetap seperti
yang kau tahu.
- Amin...
+ Eh, kau minta oleh-oleh apa?
- Oleh-oleh terindah buatku
adalah, kau pulang dengan selamat.
+ Jawaban seperti itulah yang
semakin membuat hatiku ranum.
- Ah, kau bisa aja. eh, gak mau
mampir ke sini?
+ Kangen ya? hehe...
- Aaaaaaa...... (merajuk)
Sepotong percakapan di telepon.
Sepenggal kisah di hati.
Terkadang, kita memang butuh
motivasi dari orang lain untuk kuat. Untuk tegar dan untuk semangat dalam
menjalani aktifitas. Tidak jarang, tiba-tiba timbul rasa malas dalam hati saat
kita merasa “sendiri” dalam beraktifitas.
Merasa sendiri adalah sebentuk
perasaan asing terhadap lingkungan dan diri sendiri. Apapun yang kita kerjakan
seolah tidak bermakna. Tidak berarti apa-apa. Disinilah letak pentingnya orang
lain. Harus diakui memang, bahwa orang lain yang pada tahap selanjutnya kita
anggap “belahan jiwa” adalah orang yang menjadi salah satu sumber penyemangat
dalam hidup.
Dengan motifasi dari “belahan
jiwa”, hidup akan terasa makin indah. (cieee,,,,). Aktifitas juga akan
terasa lebih mengasyikkan. Karena kita merasa, tidak sendiri lagi. (kheemm,,,
kheemm…). Tetapi, yang tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan adalah,
kehadiran “orang lain” itu juga harus menjadi pengingat, bahwa kita mengemban
amanah yang tidak bisa dianggap sepele. Kepercayaan yang dititipkan pada kita
harus benar-benar dijaga dengan baik. Jadi, meski kita berada pada satuan jarak
yang jauh darinya, kita harus tetap menjaga perasannya, kepercayaannya, juga
menjaga hatinya.
Inilah yang disebut
pertanggungjawaban pada diri sendiri dan orang lain. Inilah juga yang tersirat
dalam kalimat “buatlah aku tenang saat kau berangkat nanti”.
*beberapa waktu yang
lalu___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar