gambarnya dari google |
Bagaimanapun
juga, hidup tidak akan bisa dilalui dengan kesendirian. Butuh orang lain dalam
banyak hal. Mau motong rambut, tentu butuh tukang cukur. Mau berobat, ya butuh
dokter atau tabib. Mau bakar ikan, tentu butuh nelayan yang menangkap ikannya. Hendak
mencari ilmu, pasti butuh guru. Sederhananya, begitulah kira-kira.
Ok, kita
lihat hal yang lain. Saat sakit misalnya—selain butuh dokter atau tabib—setidaknya,
kita butuh orang lain lagi untuk menjadi penguat, pemberi support agar senantiasa sabar dan tegar. Saat hati kita sedang
rapuh atau terluka, kita butuh sahabat untuk mendengarkan curhat-curhat kita. saat
kecewa atau patah semangat, terkadang butuh orang lain juga untuk memotivasi agar
segera bangkit. Atau setidaknya untuk mengibur kita. why? Biar kita tidak semakin merasa sendiri dan semakin sedih. ^_^
Hidup itu
memang selalu balance. Ada senang ada
sedih. Ada untung ada rugi. Ada bahagia ada sengsara. Ada selamat ada celaka. Ada
suka cita ada gundah lara. Tapi, jika bisa memilih, tentu kita tidak ingin
mengalami yang tidak enak, seperti sakit atau sedih. Gundah dan lara memang
tidak dikehendaki oleh siapapun. Tapi sebagai bagian dari sifat kemanusiawian,
tentu kita tidak akan luput dari jeratannya. Rugi dan celaka juga tidak akan
luput dari hidup kita. sekuat apapun berhati-hati, tak ururng terkadang
kemalangan nasib mempertemukan kita pada kenyataan pahit.
Kecelakaan
dari motor, jatuh dari pohon, kejedug tembok, atau sampai ketabrak mobil,
merupakan varian dari ketidakenakan hidup. Di sinilah pentingnya orang lain. Terutama
orang-orang yang berada di sekeliling kita; orang tua, saudara, sahabat, atau
bahkan pasangan hidup. karena kita tidak akan kuat untuk menjalani “ujian”
sendiri, tanpa mengadu atau berkesah.
Kita butuh
orang lain yang peduli pada kita. mereka adalah orang-orang yang biasanya akan
dengan segera mengenyampingkan kepentingan pribadinya demi kita. mereka rela mengubur
keinginan pribadinya hanya untuk menolong kita, mensupport kita, menjadi sandaran
bagi kita, menemani kita, menghibur kita bahkan menguatkan kita. bentuknya juga
bisa beragam. bisa dengan mengantar kita berobat atau menyuapi saat kita sedang
sakit. Menghibur kita saat sedang sedih, atau menjadi “pelayan” atas beberapa
kebutuhan kita yang tidak bisa dikerjakan sendiri. Menyiapkan makan, mencuci
& menyetrikakan baju. Menolong kita saat kecelakaan, atau selalu ada bagi
kita saat sedang tertimpa musibah.
Betapa beruntungnya
kita karena masih dikelilingi oleh orang-orang yang peduli. Mereka ada untuk
kita. mereka merelakan waktu, tenaga bahkan terkadang biaya untuk kesembuhan
kita. untuk kebangkitan kita atas segala ujian hidup. masihkah kita berat untuk
menyampaikan rasa terima kasih pada mereka? apalagi yang bisa kita berikan
untuk membalasnya? perhatian dan kepedulian mereka tidak akan pernah bisa ditukar
dengan apapun. Apalagi hanya dengan uang.
Bersyukurlah…
Bersyukurlah
karena kita masih dikelilingi oleh orang-orang yang peduli dan sangat
menyayangi kita. Bayangkan, apa jadinya, jika orang-orang itu tidak
mempedulikan kita. betapa semakin sakitnya ketidaknyamanan hidup ini? Bayangkan,
misalnya saja kita kecelakaan, kepala kita bocor, darah mengalir deras. Tapi mereka
tidak sedikitpun menunjukkan perhatian pada kita. mereka membiarkan kita
merintih sendiri. Memegangi kepala yang bocor sendiri. Pergi ke rumah sakit
sendiri. Sedangkan mereka, jangankan menolong, untuk bertanya saja tidak punya
waktu. Lebih mementingkan kesibukannya yang terkadang memang tidak begitu
penting.
Duh sakitnya…
Tapi semoga saja itu tidak terjadi.
Bagaimanapun
juga, kita selalu butuh mereka. Orang-orang yang peduli, perhatian dan sayang pada
kita. Pertanyaannya, sudahkah kita
bersikap sama dengan mereka? Peduli, perhatian, dan sayang pada mereka—orang-orang
di sekeliling kita itu? sudahkah kita membuang keegoisan yang berupa
memetingkan diri sendiri?
Mereka sama seperti kita.
Butuh perhatian
dan kasih sayang.
Wallahu a'lamu bish_shawab...
Wallahu a'lamu bish_shawab...
Sumenep, 21 November 2013