Ada
jutaan Rindu yang kadang terdiam syahdu.
Di dermaga hatimu yang setia
bersamaku.
Ada
ribuan Cinta yang tak
terucap setiap saat.
Padamu
yang senantiasa lekat dalam ingat.
Ada
selaksa Kasih dan sayang yang mengembang.
Menuntun kita agar hindar dari
bimbang.
Istriku sayang, ini hari ke-731, setelah aku merapal ikrar di hadapan penghulu. Aku dan kamu, kemudian
merenda hari dengan ragam canda dan tawa. Meningkahi lelah dan
letih dengan senyum ceria. Meski terkadang, ada kerut kening yang
sesekali hadir melengkapi lembaran hari kita. Itu tak apa. Lantaran kita memang tengah memasuki dunia
baru. Dunia yang sebelumnya tak pernah kita lalui. Kita, seperti sepasang
pelaut yang melintasi selat baru. Sesekali harus melihat kompas untuk
mengetahui arah. Sesekali harus saling bercerita tentang kecakapan dan
kelemahan agar bisa salig melengkapi. Sesekali harus sigap dengan gulungan
ombak. Sesekali harus bahu membahu untuk menggulung atau mengembangkan layar.
Begitulah kita akan terus melewatinya, sayang...
Ada banyak kebahagiaan mengarungi hudip bersamamu. Dan aku
tak mampu menghitungnya. Misalnya, aku paling suka, saat kau membangunkanku
dari tidur sembari berkata, “Selamat pagi Cinta... aku sudah siap menjadi
makmum dari sholat Shubuhmu,” aku pasti tersenyum mendengarnya. Tahukah kau
sayang? Saat seperti itu, aku tak ingin detik beranjak pergi. Aku ingin di satu
titik saja, bersamamu. Membekukan ruang dan waktu.
Hari ini sayang, Entah bagaimana caranya aku
mengungkapkan rasa terima kasih dan bahagia padamu. Aku juga bersyukur karena Allah
telah memberikan kesempatan bagiku untuk hidup bersamamu. Menganugerahiku pendamping
hidup seperti kamu. Aku selalu meyakini, inilah jawaban dari doa-doaku sejak
mula.
Istriku, hal yang paling aku suka darimu juga, saat terkadang,
dari luar pintu tiba-tiba kau muncul dan berkata “Duhai kesayangan, saatnya
makan pagi.” Allah ya Rob... bukan
hanya bongkahan haru yang menyelimutiku, tapi entah apa namanya. Yang aku tahu.
Aku sangat bahagia. Itu saja.
Kau memang lebih sering memanggilku dengan pagggilan yang
unik; “Lelakiku”, “Gantengku”, “Belahan jiwaku”, “Ksatriaku”
atau sesekali kau memanggilku dengan “Hai,
pecinta senja”, “Duhai lelaki yang
lembut hatinya”, “Hei, Pacarku yang
keren” dan beberapa lainnya. Tetapi aku suka. Sangat suka.
Saat di tempat kerja misalnya, terkadang aku dibuat
sumringah dengan smsmu “Cinta, nanti
langsung pulang ya, ada Dorang Goreng rasa Rindu yang menanti makan siang kita”
Begitulah caramu membuat kejutan-kejutan kecil yang membuatku semakin lesap
dalam cinta. Engkau memang selalu bisa membuatku tersenyum, dan terlepas dari rasa
letih.
Terima kasih untuk semua itu sayang...
Istriku, ada hal yang paling ingin, aku mintakan maaf
padamu. Yaitu saat aku “ngambek” padamu. Saat
itu, aku memang tengah dikepung begitu
banyak pekerjaan, hingga hatiku jadi sensitif. Padahal, kau hanya memintaku segera mandi dan sholat karena sudah
pukul 12.00 WIB dan itu hari minggu. Aku membatin, Dhuhur kan masih lama? Kenapa
harus sholat sekarang? Apalagi aku tengah merampungkan pekerjaan.
Lalu aku tak mengacuhkanmu. Melanjutkan perkerjaan sampai
kau datang lagi. Kembali memintaku untuk mandi, Sholat, makan siang baru boleh
lanjut kerja lagi. Kali ini kau tidak bergeming dari sampingku. menatapku
terus menerus hingga puluhan menit. Kau berdiri
tepat di sudut kiri mataku. Aku merasa kau seperti petugas yang
terus menerus mengawasiku. Lalu aku menyerah. Meninggalkan
pekerjaan di meja. Tanpa kata.
Aku berlalu darimu, menuju kamar mandi.
berlama-lama di kamar mandi sekadar ingin mengusir kedongkolan. Namun akhirnya
aku menyadari bahwa kau memang benar. Aku yang salah. tak seharusnya aku
menomorduakan sholat. Apalagi mengabaikan perintahNYA. Lalu aku bergegas
ke musholla untuk sholat. Sedang kamu masih merapikan sisa-sisa
pekerjaanku di meja.
Kau tersenyum saat aku selesai sholat
“Begitu kan lebih baik,” katamu mengerling. Aku Cuma
memajukan bibir bawah persis anak TK. Entahlah, di hadapanmu, aku selalu ingin menjadi anak kecil yang kau manja.
“Eh, akhirnya aku mengerti kenapa Tuhan memerintahkan
sholat 5 waktu,” ucapmu.
“Kenapa?” tanyaku penasaran. aku lupa bahwa sedang
ngambek padamu.
“Karena cowok yang selesai sholat itu akan terlihat 100 kali lebih cakep dari sebelumnya,” matamu membesar
menatapku. Senyummu. Ah, itu yang membuatku tak pernah bisa untuk menghindar. Aku
tergelak. Mengulurkan tangan untuk mencubit lenganmu. Kau berlari menghindar
sambil bilang “Tidak kena.”
Kau tidak hanya membuatku bahagia, tapi senantiasa
mengingatkanku untuk senantiasa tetap menoorsatukan Allah. Maka dengan apa aku
harus berterima kasih, istriku? terbuat dari apakah hatimu sayang?
Dua hari yang lalu, selepas sholat shubuh, kau
bertanya. “Apa yang harus aku perbaiki dari diriku Cinta, agar aku bisa menjadi istri yang lebih baik.” aku menatapmu
lekat-lekat. Mata itu, begitu serius menunggu jawaban. Perlahan aku menggenggam
tanganmu. menariknya. meletakkannya persis di depan hidungku.
“Dengarkan aku baik-baik
sayang, tak ada yang harus kau ubah. tak ada yang harus kau perbaiki. Tak ada
yang harus kau sempurnakan. Tetaplah menjadi istriku
seperti sekarang ini. Tetaplah menjadi pendampingku yang sholehah. Tetaplah
berbahagia dengan cara kita. Menikmati hidup dengan sederhana.”
Aku, suamimu ini, sudah sangat
bahagia memilikimu.
Marilah kita merawat perasaan
ini
bersama-sama. Sebab kita sebenarnya adalah satu hati yang
berada dalam dua tubuh. Kita adalah satu cinta yang
bersemayam dalam dua raga. Aku tak akan pernah lengkap tanpamu. Begitu
juga sebaliknya.
Happy Wedding Anniversary
untuk pernikahan kita sayang…
I Love You…
Sumenep, 12 Mei 2016
Sumenep, 12 Mei 2016