“Aku sudah mati bahkan sebelum tuhan
menciptakan kematian itu sendiri. Sejak kekasihku pergi di suatu senja yang
buta. Aku merasakan kematian sudah masuk perlahan, melalui memori dan lubang
hidungku disetiap detik aku mengingatnya.”
Sungguh,
betapa amat menyentaknya kalimat-kalimat yang diucapkan tokoh perempuan tak
bernama dalam Film Animasi Moriendo karya Andrey Pratama ini.
Tokoh itu seolah mengabarkan pada kita bahwa kematian tidak harus selalu
ditandai dengan berpisahnya Roh dari badan. kematian yang juga tidak kalah
mengerikan adalah kematian jiwa. Seseorang yang telah “kehilangan” jiwanya akan
menjadi mayat hidup yang nyaris tidak punya makna apa-apa. Hidupnya akan
kosong. Hanya titik. Tidak lebih.
Sementara,
kematian dalam arti sesungguhnya terkadang malah menjadi pintu awal menuju
kebahagiaan yang abadi. Tentu ini tidak berlaku untuk semua orang. Hanya
orang-orang tertentu yang mendapatkan hadiah berupa “kado indah” ini. dan kita
tidak pernah tahu, apakah kita akan termasuk sebagian dari orang-orang yang
beruntung dihadapan Allah itu, atau sebaliknya. Maka yang bisa kita lakukan
sekarang adalah, menyiapkan bekal untuk perjalanan menujuNYA. Dengan iman dan
taqwa.
Kematian
berarti juga adalah perpisahan. Kematian sering memisahkan kita dengan
orang-orang yang selama ini kita cintai. Saat kematian benar-benar mengambil
seseorang dari kita, hanya pilu yang hadir dan mengalir, menyusup di kedalaman
hati. Kepergian seseorang dari hingar bingar roda kehidupan di dunia, selalu
menyisakan kesedihan, air mata, dan duka nestapa. Kita larut dalam kepedihan
karena ditinggalkan. Kita merasa kehilangan karena begitu mencintai dan
menyayanginya. Padahal bisa saja, orang yang meninggal itu lebih bahagia dengan
kehidupan barunya dari pada hidup di dunia yang semakin carut marut ini.
Tetapi,
karena kita tidak tahu, maka kita memilih bercengkrama dengan kepedihan. kita—orang-orang
yang ditinggalkan ini—tidak bisa berbuat banyak. Hanya bisa mengantarnya dengan
doa. Mengenangnya dengan doa. Menyapanya dengan doa. Komunikasi kita telah berakhir.
Tidak akan ada lagi canda tawanya. Tidak akan ada lagi SMS-SMSnya. Status
Fecebooknya. Twitternya, suaranya, kepeduliannya, kasih sayangnya, juga
perhatiannya. Semua menghilang seiring kepergiannya untuk selamanya. Dan ini
sangat menyedihkan.
Kesedihan
lantaran kematian seringkali menyisakan luka. Membekaskan lara. Seolah-olah
menjadi sesuatu yang “tidak adil” bagi sebagian orang. Tentu itu bukan
kesalahan, karena mungkin begitu besarnya perasaan cinta yang dimiliki terhadap
orang yang telah pergi itu. Cinta seringkali “melarang” kita untuk berpisah.
Cinta selalu menuntut untuk bersama, dalam suka maupun duka. “biarlah kita
menjalani hari dengan duri, asalkan kebersamaan ini selalu lestari” atau “apa
artinya sisa hari-hariku jika engkau telah pergi?” hiks hiks…
Huufft…
sesak rasanya.
Adakah
penawar dari rasa sakit yang diakibatkan perpisahan?
Ada.
Jika
pepatah mengatakan “lebih baik mencegah dari pada mengobati”, berarti itu juga
bisa digunakan untuk menawar rasa sakit. Perpisahan memang tidak bisa ditawar
dengan apapun. Tetapi rasa sakit masih bisa. Yaitu dengan ikhlas. Kita perlu rasa
ikhlas untuk melihat perpisahan dari sudut pandang yang lain. Termasuk perpisahan
yang mengatasnamakan kematian.
Setiap
manusia tidak akan pernah luput dari perpisahan dan kematian. Perpisahan berada
dekat dibalik pertemuan. Kematian juga hanya sejengkal dari kehidupan. Ini
hanya persoalan waktu. Bisa saja anda, engkau, kalian, dia, atau mereka yang
lebih dulu harus pergi. Jadi marilah melihat perpisahan dan kematian sebagai
perayaan menuju kehidupan baru.
Kekasihku, kematian harus dirayakan.
Tertawalah, seperti ketika hari kelahiranku disambut dengan suka cita. Bunyikan
musik penuh keriaan, dan menarilah dalam dentang riang. Karena rohku akan
kembali pulang. Kesedihan dan airmata tidak akan menjadi apa-apa. Tulis tokoh perempuan tak
bernama itu dalam suratnya. Perempuan itu, meski tak bernama, meski hanya tokoh
dalam sebuah Film animasi; Moriendo, tetapi telah mengajarkan banyak hal tentang
kehidupan, perpisahan, dan kematian. Bahwa semua itu adalah siklus. Adalah keharusan
yang tidak bisa ditawar dengan apapun.
wallahu a'lamu bish_shawab
Sumenep, 30 April 201
Note: Moriendo adalah Film Animasi terbaik di XXI Sort Film Festifal 2013. konon Andrey Pratama terinspirasi dari cerpen "Sebuah pagi dan Seorang Lelaki Mati" karya Noviana Kusumawardhani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar