Plakkk!!!
Saya meringis
kesakitan saat pipi kanan saya tampar dengan tangan sendiri. Ada tiga hal yang
melatarbelakangi perbuatan saya itu. Pertama, karena saya sudah melakukan
kesalahan pada seseorang (saya mungkin
menyinggung perasaaanya dengan ucapan tak sengaja dalam sebuah diskusi). Kedua,
karena saya mulai terpengaruh dengan biografi seseorang. Ketiga, sekadar ingin tahu
bagaimana rasanya. Ternyata,, duuh emmaa’,,,
sakit buangeedd beeuudd… saya meringis-ringis. Mata kanan
tiba-tiba berkunang-kunang lantaran sakit. Saya mengaduh, mengeluh, meratap,
dan,,, hampir saja saya terisak. Untung masih kuat nahan, jika tidak, ahh,,,
entahlah,,, bisa saja saya tiba-tiba nangis sealay-alaynya… jungkir balik
sambil teriak-teriak histeris sampe seluruh tetangga pada berdatangan. Untunglah,,,
saya tak jadi lebay. Halah…
Saya juga menampar
pipi kanan karena tampaknya saya mulai over kagum pada seseorang. Ini bermula
saat saya menyimak kisah tentangnya, lalu saya mengagumi kecerdasannya. Ketelatenannya.
Caranya bersikap. Juga mengagumi anugerah fisik yang dimilikinya. Awalnya saya pikir
ini sebuah kewajaran lantaran kemampuan saya yang terbatas. Sikap saya yang
seringkali slengean. Juga ketidaksabaran
saya dalam banyak hal. Tapi ini tidak boleh saya biarkan jika akhirnya lupa
untuk menyukuri anugerah Allah yang telah saya terima. Saya harus menampar diri
sendiri agar saya sadar bahwa setiap manusia punya kelebihan dan kekurangan
masing-masing. Allah tidak pernah menciptakan manusia untuk menjadi sampah. Itu
yang saya yakini.
Lalu saya
mulai paham bahwa sakit itu terkadang dibutuhkan untuk menyadarkan diri dari kesalahan,
kelupaan, kealpaan, kesombongan, kecongkakan, dan beberapa sifat culas lainnya.
Tak perlu menampar orang lain untuk kesalahan yang kita buat. Karena itu
namanya mencari kambing hitam. Meski mencari kambing belang saja, jangan! Eh…!! Intinya, jangan menyalahkan orang
lain atas ketidaknyaman atau kenyataan pahit yang kita alami. Karena terkadang itu
justru berasal dari kesalahan diri sendiri. Jangan keburu menuduh orang lain
bersalah sebelum kita tahu bahwa kita benar. Koreksi dulu diri sendiri. Sudah benar
atau tidak. Jika masih ngeyel. Tamparlah
diri sendiri agar kita sadar dan mau mengakuinya.
Itu yang
saya lakukan sekarang. Menampar diri sendiri sebelum “ditampar” orang lain. Sebab
alangkah semakin tidak enaknya jika hal itu terjadi. Saya memberi tanda petik
untuk kata “ditampar” orang lain. sebab mungkin, “ditampar” orang lain tidak harus
berupa ayunan telapak kanan ke pipi. Bisa saja tamparan itu berupa teguran dengan
kata-kata. Atau yang lebih parah berupa bentakan. Meski tidak sakit secara
fisik tapi akan sangat menyakitkan untuk hati. Percayalah, saudara-saudara,,,
saya tidak sedang beralay ria mengatakan demikian.
Hati bisa
tertampar dengan lidah, perbuatan, atau sikap. Makanya Napoleon Bonaparte konon
lebih takut pada ujung pena dari pada ujung pedang. Kok? Begini,,, ujung pena itu adalah senjata ampuh yang bisa
mewakili lidah. Apa yang ingin diucapkan oleh seseorang bisa jadi melalui pena.
Kalau jaman sekarang mah,,, bisa saja Napoleon lebih takut dengan status di FB
dari pada moncong senapan. Gubrakkk!!!
Masih beruntung
jika hanya pipi yang kena tampar. Apalagi ditampar sendiri. Lah,, kalau orang lain yang menampar hati? Wuiih,,, kemana obat hendak dicari? apotek
mana yang menyediakan obat sakit hati? Dokter spesialis juga kagak akan kita
temui. Dukun paling saktipun kagak bakalan mempan ngobatin hati yang kena tampar.
Jadi,,, tamparlah
diri sendiri sebelum menampar orang lain. Baik dengan tangan ataupun ucapan. Ide
ini mungkin sedikit lebay,,, tapi begitulah,,, saya ingin mengajari diri
sendiri bahwa terkadang, apa yang dirasakan orang lain sama tidak enaknya dengan
yang kita rasakan jika kenyataan yang dialami sama.
Dokter tak bisa menyembuhkan kesalahan,,, |
E D E N P O K E R . X Y Z mau memberikan info sedikit nih , di edenpoker ingin memberikan BONUS NEWMEMBER sebesar 10.000 ribu
BalasHapusyuk langsung saja kunjungi Customer Service kami dan segera daftar kan diri anda !!!