Pake sarung itu keren,,,


Saya sering mendengar perbincangan orang-orang dengan menggunakan kata “kerén”. Saya sangat suka mendengarnya. Dalam benak saya, orang yang kerén itu rasanya gaul banget. Meski sejujurnya, saya tidak tahu apa arti sebenarnya dari kata keren itu.

Begitu besarnya keingintahuan saya tentang keren, sampai-sampai membuat hati saya gelisah. Ini tidak boleh dibiarkan, batin saya. Lalu saya ngidupin notebook, pasang modem, buka KBBI online. Saya ketik kata “keren” lalu, enter. Dapat! Di kamus tertera seperti ini:

ke·ren /kerén/ a 1 tampak gagah dan tangkas; 2 galak; garang; lekas marah; 3 lekas berlari cepat (tt kuda); 4 perlente (berpakaian bagus, berdandan rapi, dsb)

saya tersenyum membaca arti kedua. Masak iya sih, galak; garang; lekas marah itu keren? Dimana kerennya coba? Saya tidak habis pikir, apa konsepnya yang kayak gitu dibilang keren? Hehe… kalau arti ketiga: lekas berlari cepat. Mungkin iya. Saya ngebayangin para atlet lari cepat. jago banget larinya. Keren kan? Ya,,, ya,,, bisa. Saya manggut-manggut sendiri.

Lalu untuk arti pertama dan keempat, sepertinya memang itu yang sering digunakan orang-orang dalam perbincangan. “waow,, keren…” kata salah satu ungkapan ketakjuban dalam iklan. Tapi jelas itu tidak ditujukan pada manusia. Melainkan pada suasana alam yang indah. Lalu saya menyadari bahwa ukuran keren sangat subjektif. Karena merupakan bentuk penilaian terhadap “sesuatu”. Tidak mungkin menyeragamkan persepsi orang-orang tentang pemaknaan kata keren. Meski di kamus sudah tertera arti seperti itu.

Penilaian keren tidaknya “sesuatu” tetaplah menggunakan hati sebagai ukurannya. Seperti halnya keindahan yang tidak bisa dipaksakan untuk semua orang. Ada yang bilang, saat melihat gunung di pagi hari yang menghijau dan diselimuti awan putih, itu sangat indah. Tapi bagi yang tidak suka gunung, maka dia akan bilang itu biasa saja. subjektif bukan?

Bicara keren itu, juga bicara rasa (selain perasaan). Contohnya begini, ketika ada teman-teman santri makan nasi bersama dalam satu talam. Kemudian nasi itu diberi campuran kuah dan lombok 10 biji yang sudah diiris-iris. Maka pengecapannyapun tidak sama. Ada yang bilang “Duh,,, keren banget pedasnya,”. Mungkin dia merasa sangat pedas. Ada yang bilang pedasnya biasa saja. Ada yang malah santai dan tidak merasa pedas. Nah,,,??? Keren kan? jadi keren itu perbedaan rasa yang dimiliki oleh orang-orang. ^_^

Lalu, jika ada orang yang bilang, seorang remaja yang pake sarung untuk jalan-jalan sambil menikmati pemandangan alam dibilang tidak keren, saya tidak setuju. Bagi saya, orang yang sedang menikmati alam dengan pake sarung, itu tetap Keren. Subjektif lagi kan?
 
Bagi saya, keren adalah,,, saat bisa jalan-jalan ke water park di ujung ramadhan dengan pake sarung.
keren kan,,,? hehe,,,
 
Bagi saya, keren adalah,,, ketika bisa memotret Budi Doremi yang sarungan sambil nyanyi
tuuh,, kan,, Budi Doremi juga makin keren dgn sarung.. ^_^
 
Bagi saya, keren adalah,,, saat menunggu senja di balai-balai bambu sambil bernyanyi dan pake sarung...
lagunya "Saat Kau Rindukan"... keren & unyu-unyu... ^_^

Bagi saya, keren adalah, saat saya belajar jadi fotografer dan bisa motret “jamaah galau” yang sedang pake sarung.
jamaah galau lagi sarungan,,, kereen... ^_^

*ini hanya menurut saya, entah menurut anda... ^_^
**Salam keren aja ya,,,

Bahwa pergi berarti sakit,,,


Di penghujung Ramadhan kemarin, tepatnya malam tanggal 29, Alhamdulillah saya bisa makan sahur di rumah setelah nyaris satu minggu harus sahur di radio. Maklumlah, saya seringkali ngisi jadwal siaran dini hari. Dari pukul 02.00 – 04.30 (sampai selesai adzan shubuh). Otomatis, kesempatan makan sahur bareng keluarga sangat jarang. Jika tak salah hanya bisa dihitung dengan jari tangan kanan saja. ^_^

Malam itu, ada hal yang membuat hati saya tersentuh.

Ceritanya begini;
Sehabis makan sahur, saya sempatkan untuk qiyamul lail. Memang tak banyak, hanya beberapa salam saja. sekitar pukul 03.30 saya nyalakan TV. Eh, ada sinetron Para Pencari Tuhan 6 (PPT 6). Sinetron religi yang memunculkan kisah kehidupan yang realistis dan tidak dibuat-buat. Begitu alami. Dekat dengan kehidupan masyarakat yang sesungguhnya.

Sejak kemunculan pertamanya, enam tahun lalu, saya sudah menjadi salah satu penggemarnya. Bagi saya, PPT tidak hanya sekadar tontonan, tapi juga sebuah tuntunan yang bermanfaat untuk kehidupan bermasyarakat dan beragama. Banyak nilai-nilai dakwah yang terselip dalam dialog maupun adegan-adegannya. Barangkali, beginilah cara dakwah yang ampuh setelah lewat podium seringkali kurang di dengar. Terobosan yang cerdas ini dikomandani oleh Deddy Mizwar. Seorang tokoh perfilman Nasional yang sudah beberapa kali meraih penghargaan dalam dunia perfilman.

Di samping dakwah-dakwah sosial, PPT juga mengajarkan kisah cinta yang cerdas. huufftt… sungguh mengharu biru. Saya sendiri selalu “jatuh cinta” pada kisah cinta yang dilakoni tokoh Azam, Aya, juga Kalilah dalam PPT. Sebuah kisah cinta yang sarat makna dan jauh dari kesan-kesan negatif. Tidak sama dengan kisah cinta dalam sinetron-sinetron kebanyakan yang seringkali mengumbar aurat dan tidak mendidik.

Kisah cinta ketiganya berjalan dalam keindahan dialog. Bukan dengan adegan-adegan yang negatif. Tak pernah ada adegan ciuman di situ. Semuanya berada dalam koridor kepantasan. Maklum, kisah cinta dalam PPT juga berbalut ajaran agama.

Jika tak salah, kisah cinta ketiganya mulai mengharu saat Kalilah dan Aya sama-sama saling mengalah dalam urusan hati. Aya merelakan Azam menikah dengan Kalilah meski ia mencintai Azam. Sementara Kalilah juga mundur tepat di saat penghulu hendak menikahkannya dengan Azam. Padahal, saat itu, Kalilah dan Azam yang sudah berada di bawah naungan selembar kerudung putih di depan penghulu.

Duh,, perasaan saya teraduk-aduk mengikuti kisah cinta mereka dari tahun ke tahun. Tak jarang hati saya ikut gerimis. lalu sekarang, tepat di episode terakhir PPT 6, saat Aya kembali mengikhlaskan dirinya untuk hidup bertiga dengan Azam dan Kalilah. Lagi-lagi Kalilah mundur. Bukan karena dia tidak mencintai Azam. Tapi karena kebesaran jiwanya yang membuatnya mundur.

Kalilah berbicara dengan guliran bening yang tak henti mengalir di pipinya. Betapapun berat baginya untuk meninggalkan orang yang sangat dicintai, tetapi ia harus pergi. Ia harus berlalu dari kehidupan Azam dan Aya. Kalilah tahu bahwa pergi berarti sakit. Berlalu berarti pilu. Tapi itu harus dilakukan. Baginya, kebahagiaan orang yang dicintainya lebih penting dari pada rasa sakit yang dialaminya. Lebih penting dari banjir air mata di pipinya. Ya,,, air mata itu terus bergulir. Dari mata Kalilah juga Aya. Sedangkan Azam, hanya mampu terpaku sambil mengepalkan tangan pertanda menahan buncahan rasa di dadanya. Suasana pedih itu kian menyentuh ketika lagu “Saat Kau Rindukan” dari Velocity menjadi backsound tangis dan rintih kepedihan Kalilah.

Teruslah melangkah, titilah hidupmu
di jalan yang terjal yakinkan hatimu
Lupakanlah dia teruslah berpacu
masih ada kudisini yang kan, menjagamu…

satu waktu kan terungkap, segala rasa di hati
Walau kubukan yang terbaik bagi, dirimu
Janganlah berpaling, andai kau temukan cinta
Karena kau tahu aku yang terindah, untukmu…

mungkin di kehidupan nanti,,, (kuungkapkan,,,)
atau sekarang bila kau tersenyum padaku

Hooo… wooo.. wooo… wooo...
Akan kau rindukan,,,  
saat bersamaku,,,
Walau tiada kata cinta,,,
antara kau dan aku,,, Ada kasih,,,,


*lagu itu bisa di download di sini.

Puisiku adalah kamu,,,


Entah nasib atau apalah namanya yang membuat saya diundangan ke acara tadarus puisi, kamis besok. Saya malah heran. Padahal saya bukan seorang penyair. Jadi sudah pasti tak bakat membuat puisi. Saya hanya seorang penyiar di radio. Tidak lebih. Tapi entah apa pasalnya sehingga kawan-kawan seniman di Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi NU) mengikutkan nama saya dalam daftar undangan itu.

Apa karena penyiar mirip penyair? Atau jangan-jangan salah dengar. P-E-N-Y-I-A-R disangka P-E-N-Y-A-I-R. Wah,,, gawat. Bisa kacau nanti. Diundangan tertera kemasan acara adalah tadarus puisi, maka tentu harus membaca puisi. Dalam undangan juga dijelaskan bahwa peserta harus membawa puisi, minimal 1 judul. Lalu saya mau dapat dari mana ya? Duuh,,, bingung. Kalau hanya untuk membaca saja, mungkin tidak masalah. Karena dulu juga sempat menjuarai lomba baca puisi se-Madura sewaktu masih jadi Mahasiswa (Ciee,,, ^_^). tapi ini kan bukan lomba baca puisi? saya pikir ini adalah ajang sharing karya. Huuufftt...

Saya sempat berpikir, apa saya akan diminta untuk jadi pembawa acaranya? Tapi kok ya,,, diundangan disuruh membawa puisi? Jikapun diminta jadi pembawa acara atau Host (biar keren dikit ^_^), biasanya ada pemberitahuan sebelumnya. Lah,,, yang ini tidak ada. Jadi mau tidak mau saya harus membawa puisi. Khawatir benar-benar disuruh membaca puisi secara bergiliran.

Sejak dua hari yang lalu saya gelisah. Bagaimana caranya agar saya bisa menulis puisi? Tapi sampai siang ini pun, saya tetap tidak bisa menulis sebaris pun kalimat puisi. Kata-kata seolah meninggalkan saya. Berlarian entah kemana. Beberapa file yang tersimpan di notebook, coba saya lihat-lihat kembali. Barangkali ada satu atau dua catatan yang berisi puisi. Tapi nihil. Yang ada hanya catatan-catatan perjalanan. Catatan harian, dongeng, cerpen dan igauan-igauan kecil tak beraturan.

Ah,,, Betapa susahnya menjadi seorang penyair. Ratusan kali lebih susah dari pada menjadi seorang penyiar. Bagaimana tidak, menjadi seorang penyiar tinggal nyerocos saja di depan mic. Membahas topik-topik keren yang up date. Membangun komunikasi yang ceria dan respec terhadap pendengar. Baik pendengar yang aktif maupun yang pasif. Kalau menurut instruktur kepenyiaran yang pernah saya ikuti,,, modal seorang presenter itu hanya tiga. Senyum, Friendly, dan Cerdas.

Tapi kalau penyair? Saya tak tahu banyak. Sebab, seringkali teori tidak sejalan dengan realitas. Selalu ada inovasi dalam puisi. Sulit dijangkau dengan logika. Wajar, karena puisi itu kerja hati. Bukan kerja otak. Dan hati saya saat ini sedang tak bisa diajak kompromi. Jadi bagaimana mungkin saya akan bisa membuat sebuah puisi? Bahkan meski satu baris sekalipun.

Akhirnya saya harus mengakui, bahwa saya tak bakat untuk menjadi seorang penyair. Setidaknya untuk saat-saat seperti ini. Saya benar-benar tidak bisa menulis puisi. “Sebab puisiku adalah kamu, sayang,,,” bisik saya dalam hati sambil membayangkan sesosok perempuan yang datang membawa rindu.
rindu yang basah dan unyu-unyu ^_^



Selamat datang cinta,,,


Lebaran tinggal beberapa hari lagi. Saya sadar bahwa sebagai ummat islam, saya pun akan merayakan idul fitri seperti yang lainnya. Alhamdulillah,,, meski aktifitas tetap banyak, saya masih belum pernah absen untuk sholat tarawih. Hanya saja, saya memang lebih malas dalam tadarus al-quran. Sepertinya target khatam 3 kali tidak akan bisa saya capai. Sedih sebenarnya, jika mengingat betapa sangat banyaknya pahala yang bisa diperoleh bagi orang-orang yang membaca ayat-ayat suci al-quran di bulan suci ramadhan. Hiks,,,

Waktu saya lebih banyak tersita oleh pekerjaan dan aktifitas lainnya. Saya nyaris menyerupai robot. Bedanya, saya tetap punya perasaan. Sedangkan robot tidak. Tetapi  saya mulai ragu apakah aktifitas sebanyak ini memang sebuah keharusan yang tidak bisa ditawar, atau hanya sekedar pengalihan perhatian agar tidak larut dalam keruhnya perasaan? Entahlah,,, yang saya tahu, seperti itulah saya akhir-akhir ini.

Menjadi manusia robot atau merobotkan diri memang bukan bagian dari cita-cita saya. Dan tidak pernah sedikitpun saya berkeinginan untuk menjadi robot. Apa enaknya menjadi robot? Kerja dibawah kendali. Tak bisa membantah. Tak bisa berargumen. Tak bisa mengelak dari perintah  Aktifitas sesuai program yang kejam. Tak ada istirahat. Tak ada senyum. Tak ada canda. Tak ada tawa. Tak mengenal orang lain. Tak ada tegur sapa. Tak punya cinta. Tak bisa merasakan sakit hati atau merasakan rindu. Tak bisa menangis. Tak bisa curhat. Tak bisa berkeluh kesah.

Ah,,, sangat tidak enak.

Tapi,,, jangan-jangan saya sudah mulai mendekati ciri-ciri seperti itu?
Saya mulai tidak mempedulikan diri sendiri. Rambut dibiarkan gondrong, gak sempat motong kuku, kurang istirahat. Mulai enggan berinteraksi dengan dunia luar. Lebih senang berada di dalam box siar. Jikapun updating data PTK, itu lebih banyak dikerjakan di kamar. Intinya, sedang males dengan dunia luar. Beberapa undangan buka puasa tidak saya hadiri. Saya lebih memilih siaran. (entah, mana yang paling benar,,, hadir ke undangan wajib. Ngisi jadwal siaran juga wajib).

Apakah saya robot?
Bukan! Saya tetap manusia. Hanya saja nasib saya seolah nyaris sama dengan robot. Hampir tidak bisa menentukan jalan hidup sendiri. Beberapa orang datang menawarkan jalan hidup. Beberapa diantaranya hadir sebagai hakim yang menentukan salah dan benar terhadap jalan yang akan saya pilih. Bahkan ada diantaranya yang seolah benar-benar tahu akan seperti apa nasib saya di masa depan.

Hah,,,!! Bagi saya, hanya Allah yang tahu masa depan seseorang. Allah yang menentukan nasib seseorang. Bukan manusia. Tapi lagi-lagi saya memilih diam. Saya tak mau berdebat. Sementara, saya pilih mengangguk sambil mengiyakan saja. Tapi saya tetap tidak mau jadi robot. Saya tetap akan menjadi manusia yang punya perasaan. Manusia yang punya cinta, rindu, dan kasih sayang. Saya akan tetap berjuang atas nama cinta. Setidaknya, saya masih punya harapan untuk bahagia. Untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang sempat menghilang.

Selamat datang cinta,,,
aku merindukanmu, Bening,,,

Maafkan aku,,,



senja itu,,,
Pernah,,,

Kau menyuruhku berlari dari rasa sakit. Menyuruhku melipat resah dan mengubur duka. Tapi kau lupa, bahwa hidupku hanyalah catatan pedih dan sebaris puisi luka. Kau lupa bahwa nafasku adalah perih. Bahwa detak jantungku adalah pilu.

Jadi biarkan aku tetap menjadi luka.

Aku tahu, kau tak mau memberiku penawar dari sakit ini, meski telah berulang kali aku meminta. Di kehidupanmu sekarang,,, kau seperti bidadari berselimut wangi. Sementara aku hanya lesatan aroma pedih yang perlahan mengalir di sela bayangmu. Tetapi apa salah jika aku diam-diam tetap berdiri di sini, menikmati luka dari tubuhku sendiri?

“Cinta yang telah membuatmu sakit.” Katamu di suatu senja.
Aku mengangguk seraya tersenyum ketir.

Kau lupa,,, bahwa rasa sayang, cinta, dan kerinduan itu adalah takdir. Lalu dengan santainya kau memintaku untuk membuang semua rasa ini. Kau menyuruhku melupakan semua rasa sayang, cinta, dan rindu ini seolah-olah aku sendiri yang telah menciptakan perasaan-perasaan ini.

Dengarkanlah bisikku ini,,,
Andai saja aku bisa menghindar dari perasaan ini, sudah sejak lama aku menghindarinya.
Andai saja aku bisa menolak hadirnya rasa ini, sudah sejak lama aku menolaknya.
Tetapi apa hakku untuk menolak anugerah dari Allah ini?
Apa kuasaku untuk menyuruh Allah membunuh seluruh rasa ini?

Maafkan aku tak bisa mengubur rasa sayang, cinta, dan rindu ini untukmu.
Tak apa-apa meski kau tak pulang ke hatiku. Hanya saja, jangan memintaku lagi untuk berlari dari rasa sakit. Karena aku tahu bahwa sakit ini adalah cinta.

**jelang senja, 18 Ramadhan 1433 H.

cerita siang,,,



Saya terkejut melihat kerumunan orang-orang di pinggir jalan Trunojoyo, tepatnya sebelah selatan pertigaan terminal Bus Aryawiraraja Sumenep. Kerumunan itu berada di pinggir jalan sebelah barat. Sedangkan saya berada di lajur timur karena dari arah utara. Kebetulan, saya dan Alif (teman penyiar radio) melewati jalan itu sepulang dari Pondok Pesantren Raudhatut Thalibin, mengambil beberapa baju dan kaos untuk salin.
Saya menghentikan laju si “Kupu-kupu Rindu”. Mencoba memastikan apa yang sedang terjadi. Saat melihat kepanikan orang-orang yang sedang berkerumun, saya menduga, telah terjadi kecelakaan. Apalagi ada seorang lelaki berbaju kotak-kotak yang menuntun sepeda motor ke halaman sebuah rumah yang dekat dari tempat itu. Kondisinya sedikit rusak. Maka tanpa pikir panjang, saya menyeberang jalan.
Saya memastikan posisi Si Kupu-kupu rindu aman. Kemudian saya dan Alif segera menghampiri kerumunan orang-orang itu. Subhanallah,,, seorang pria setengah baya tengah tergeletak dengan beberapa luka di tubuhnya dan darah yang terus merembes. Saya tidak mengenalnya, pun orang-orang yang berkerumun. Tidak satupun yang mengenalnya. Melihat dari wajah dan kulitnya, sepertinya bukan penduduk pribumi. Kulitnya kuning, wajahnya juga berbeda jika dibandingkan dengan wajah-wajah pendudukan lokal. Mungkin dia indo.
Apa bedanya pribumi atau bukan?
Siapapun, dari manapun, dia tetaplah orang yang butuh pertolongan. Dan untuk menolong, tidak perlu harus kenal terlebih dahulu. (saya teringat Fiya, yang pernah menolong saya seraya bilang “Kesempatan berbuat baik dan menolong orang lain, terkadang tidak datang dua kali”)
Kotor, memang iya. Terkena darahnya, mungkin iya. Tapi bukan alasan untuk tidak menolongnya. Beberapa tahun yang silam, saya juga pernah mengalami kecelakaan serupa, dan orang-orang tetap berbaik hati menolong saya yang saat itu tidak sadar dengan simbahan darah disekujur tubuh. lalu sekarang, apa alasan saya untuk tidak menolong orang lain meski saya tidak kenal?
Saya tetap yakin, tidak ada perbuatan baik yang terbuang percuma. Saya memang tidak pintar baca kitab dan menafsirkan ayat-ayat al-quran, tapi saya masih ingat nasehat kyai. Menurut beliau; “diriwayatkan oleh Muslim, Rasulullah Shollallhu ‘alaihi wasallam pernah bersabda; Barang siapa yang melepaskan satu kesusahan seorang mukmin, pasti Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan pada hari kiamat. Barang siapa menjadikan mudah urusan orang lain, pasti Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan akhirat. Barang siapa yang menutup aib seorang muslim, pasti Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Allah senantiasa menolong hambaNYA selama hambaNYA itu suka menolong saudaranya.”
Bismillah,,,
Bergegas saya bertanya pada orang-orang yang tengah berkerumun, Barangkali ada teman atau kerabat dari bapak yang kecelakaan itu. Tapi semua menggeleng. Ada yang menjawab tidak tahu. Lalu tanpa pikir panjang, saya mengajak beberapa orang yang ada untuk menggotongnya. Memindahkannya ke tempat yang teduh. Saya tidak mungkin tetap membiarkannya tergeletak di pinggir jalan, apalagi dia belum sadar.
Saya menduga ia mengalami gegar otak. Ada beberapa luka di kepalanya. Tepat di keningnya terdapat sedikit benjolan dan mengeluarkan darah. Menurut beberapa informasi dari percakapan orang-orang, ia tertabrak mobil pick up warna cokelat. Sayangnya mobil itu sudah tidak ada. Beberapa orang mulai membicarakan sopir mobil yang menabrak. Beberapa lainnya mulai ingat polisi. Ya,,, kemana pak polisi? Padahal jarak antara TeKaPe dan Pos Polisi tidak sampe seratus meter. Anehnya, tidak ada satupun polisi yang datang. Kalimat-kalimat “manis” tentang pak polisi mulai semakin ramai. Sementara, saya tetap di samping Korban.
Dua orang laki-laki berada di samping saya. Satu orang Abang becak. Dan seorangnya lagi saya tidak tahu. Tapi yang pasti, bapak-bapak ini memiliki jiwa penolong yang tinggi. Saya kagum dibuatnya. Beberapa saat kemudian seorang perempuan menghampiri kami. Bertanya banyak hal. Saya yang tidak tahu banyak tentang kejadiannya, menyarankan untuk mengambil HP milik bapak yang jadi korban kecelakaan. Mengecek nomor di dalamnya dan segera memanggil salah satu kerabat atau orang dekatnya (biasanya diketahui dari nama yang tersimpan). Kemudian Ibu itu mengikuti saran saya. Lalu menelepon seseorang, entah siapa.
Tiba-tiba Alif mengingatkan bahwa jadwal siaran saya tinggal 10 menit. Bukankah saya harus menjadi presenter Lomba Nasyid di Radio? Sedangkan peralatan untuk Live belum disiapkan. Duh,,, saya mulai bimbang. Antara membawa korban itu ke rumah sakit, atau segera ke radio. Saya mengajak beberapa orang untuk membawa Korban kecelakaan itu ke rumah sakit. Tapi menurut Ibu yang barusan telepon (saya tida tahu namanya). Sebentar lagi saudara bapak yang kecelakaan ini sampai. Dan sudah membawa mobil.
Saya sedikit lega mendengarnya, kemudian memutuskan untuk langsung ke studio, memenuhi kewajiban yang lain. Saya pamit pada bapak-bapak yang berada di samping saya tadi seraya minta maaf tidak bisa menolong lebih banyak lagi. Kedua bapak itu memaklumi, lalu mempersilakan saya dengan senyum penuh persaudaraan. Perlahan, saya, Alif, dan si kupu-kupu rindu melaju. Dalam perjalanan, hati saya tak henti bersyukur. Allah masih memberikan kesempatan bagi saya untuk berbuat baik di bulan suci ini.
Alhamdulillah,,,



Please, Allah...


Hari ini, kembali saya belajar untuk menjadi calon suami yang baik. ^_^
Caranya?
Ya,, menambah pengetahuan tentang rumah tangga. Hehe,,, saya mencoba memenuhi ciri kesembilan dari catatan sebelumnya. Meski memang, saya belum menemukan seorang calon yang mengikhlaskan dirinya untuk saya pinang, tetapi upaya saya untuk memantaskan diri menjadi calon suami yang baik tak harus berhenti. Malah harus semakin giat. (hehe,, menghibur dirilah,,,) semoga Allah segera mempertemukan saya dengan perempuan sholehah yang ikhlas saya nikahi. Aamiiiiiin,,, (Aminnya kali ini agak miris,,, hiks)

Yups! Ada yang menarik lho,, dari artikel berjudul “untuk saudariku” yang saya baca,,, di dalamnya terdapat nasehat Rasulullah pada Sayyidah Fatimah. Nasehat itu berjumlah sepuluh. Jika setiap istri atau calon istri mampu mengamalkannya nanti, insya allah, ia termasuk golongan istri-istri yang sholehah.

Ingin tahu Nasehat Rasululllah itu?
Yuuk,, Cekidoot….
Semoga bermanfaat ya bradher… (hehe,, dasar gak tahu bahasa inggris)

Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam berwasiat kepada Sayyidah Fatimah,
1. Ya Fatimah, kepada wanita yang membuat tepung untuk suami dan anak-anaknya, Allah pasti akan menetapkan kebaikan baginya dari setiap biji gandum, melebur kejelekan dan meningkatkan derajat wanita itu.

2. Ya Fatimah, kepada wanita yang berkeringat ketika menumbuk tepung untuk suami dan anak-anaknya, niscaya Allah menjadikan dirinya dengan neraka tujuh tabir pemisah.

3. Ya Fatimah, tiadalah seorang yang meminyaki rambut anak-anaknya lalu menyisirnya dan mencuci pakaiannya, melainkan Allah akan menetapkan pahala baginya seperti pahala memberi makan seribu orang yang kelaparan dan memberi pakaian seribu orang yang telanjang.

4. Ya Fatimah, tiadalah wanita yang menahan kebutuhan tetangganya, melainkan Allah akan menahannya dari minum telaga kautsar pada hari kiamat nanti.

5. Ya Fatimah, yang lebih utama dari seluruh keutamaan di atas adalah keridhoaan suami terhadap istri. Andaikata suamimu tidak ridho kepadamu, maka aku tidak akan mendoakanmu. Ketahuilah wahai Fatimah, kemarahan suami adalah kemurkaan Allah.

6. Ya Fatimah, apabila wanita mengandung, maka malaikat memohonkan ampunan baginya, dan Allah menetapkan baginya setiap hari seribu kebaikan serta melebur seribu kejelekan. Ketika wanita merasa sakit akan melahirkan, Allah menetapkan pahala baginya sama dengan pahala para pejuang di jalan Allah. Jika dia melahirkan kandungannya, maka bersihlah dosa-dosanya seperti ketika dia dilahirkan dari kandungan ibunya. Bila meninggal ketika melahirkan, maka dia tidak akan membawa dosa sedikitpun. Didalam kubur akan mendapat pertamanan indah yang merupakan bagian dari taman surga. Dan Allah memberikan pahala kepadanya sama dengan pahala seribu orang yang melaksanakan ibadah haji dan umrah, dan seribu malaikat memohonkan ampunan baginya hingga hari kiamat.

7. Ya Fatimah, tiadalah wanita yang melayani suami selama sehari semalam dengan rasa senang serta ikhlas, melainkan Allah mengampuni dosa-dosanya serta memakaikan pakaian padanya di hari kiamat berupa pakaian yang serba hijau, dan menetapkan baginya setiap rambut pada tubuhnya seribu kebaikan. Dan Allah memberikan kepadanya pahala seratus kali beribadah haji dan umrah.

8. Ya Fatimah, tiadalah wanita yang tersenyum di hadapan suami, melainkan Allah memandangnya dengan pandangan penuh kasih.

9. Ya Fatimah, tiadalah wanita yang membentangkan alas tidur untuk suami dengan rasa senang hati, melainkan para malaikat yang memanggil dari langit menyeru wanita itu agar menyaksikan pahala amalnya, dan Allah mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan yang akan datang.

10. Ya Fatimah, tiadalah wanita yang meminyaki kepala suami dan menyisirnya, meminyaki jenggot dan memotong kumisnya, serta memotong kukunya, melainkan Allah memberi minuman arak yang dikemas indah kepadanya yang didatangkan dari sungai-sungai surga. Allah mempermudah sakaratul-maut baginya, serta kuburnya menjadi bagian dari taman surga. Dan Allah menetapkan baginya bebas dari siksa neraka serta dapat melintasi shirathal-mustaqim dengan selamat.

Subhanallah,,, saya merasakan pelbagai perasaan bercampur aduk setelah membacanya. Haru. Betapa mulianya seorang perempuan di hadapan Allah. Betapa banyak jalan indah yang bisa ditempuh olehnya untuk mendapatkan keridhaan dan cinta dari Allah SWT.

Diam-diam, dalam hati saya berbisik “Ya Allah,,, Hamba minta, satu dari sekian banyak perempuan sholehah ciptaanMU, untuk menjadi pendamping hidup hamba. Please, Allah,,,

Pantas nggak ya, jadi suami,,,?

Siang tadi, di dalam Box Siar Radio,,, sambil ngisi acara Nuansa Siang, iseng saya buka Facebook… saya punya waktu kurang lebih 10 menit untuk melihat-lihat fb. Jadi lumayan lah,,, apalagi setelah lagu yang saya putar berakhir akan disambung dengan jadwal pemutaran iklan, kemudian lagu lagi. Yuuhuu,,,, santai doong... ^_^
Siaran siang hari, apalagi sedang melaksanakan ibadah puasa, memang sedikit lebih berat. Bisa membuat suara lebih “indah” karena serak-serak kering. Hehe,,, tapi jika diniatkan ibadah, maka semuanya akan benar-benar berakhir dengan indah. Lho, kok bisa? Ya bisa lah,,, secara ini kan kerja? Nah, kerja yang diniatkan sebagai ibadah, apalagi dibulan suci Ramadhan, insya allah pahalanya akan berlipat ganda. Amin,,, (mengusap wajah dengan kedua telapak tangan sambil ngebayangin gimana wajah bidadari yang menanti di surga. Ups!!) puasa Avan,,, puasa,,, gak boleh mikir macem-macem.. hehe…
Balik ke fb, saya tertarik membaca salah satu status dari komunitas “Sebelum Engkau Halal Bagiku”. Status itu agak panjang. Semacam catatan kecil berjudul CIRI SUAMI DAMBAAN ISTRI, tapi di tulis langsung di berandanya. Sambil membaca, saya mulai mencoba introspeksi. Termasuk calon suami yang didamba istri atau tidak? Hehe,,,
Yuuk, cekidot…..!!!
1.    Setia mendengar. kadang-kadang untuk mendengarkan itu susah. Tetapi seorang isteri akan lebih suka jika memiliki suami yang mau mendengar cerita atau keluhan sang isteri. Bagi suami kadang-kadang untuk mendengarkan perkataan isteri sering dianggap tidak penting tetapi yang diinginkan oleh sang isteri hanyalah perkataan dia didengar dan difahami saja.
Hmmm… saya mulai berpikir sambil memegang dagu. Aslinya tidak punya jenggot sih,, tapi gayanya seperti punya jenggot. Biar keliatan serius banget. ^_^. “Ahaa,,,!!” teriak saya sumringah. Bukankah saya memang termasuk golongan cowok yang seringkali dicurhatin teman-teman? Berarti saya termasuk calon suami yang bisa mendengarkan istri dong.. hehe…
2.    Menghargai. Semua manusia tentu ingin dihargai, termasuk juga isteri. Seorang suami yang selalu menghargai isteri baik dalam sikap maupun perkataan tentu akan selalu dirindukan oleh seorang isteri. Penghargaan yang diharapkan oleh isteri bukanlah mahal atau besar, awali dengan perbuatan2 kecil atau sepele seperti memberikan pujian jika sang istri memasak atau memberi ciuman selamat pagi.
Saya tersenyum membaca ciri yang kedua ini.Rasanya saya juga mampu untuk memuji istri, bukankah itu memang keharusan bagi seorang suami? saya kan sudah belajar cara memuji dan merayu yang baik? Misalnya, “Bapak kamu pemahat ya,,,?” kalau istri saya jawab “Kok tahu?” maka jawaban saya “Karena kau telah memahatkan cinta di hati A’a”. hehe.. tapi kalau misalnya istri saya jawab gini “Lho,, sayang gimana sih,,, masak gak tahu pekerjaan mertua sendiri?” maka saya akan nyengir sambil bilang,,, “Sayang,,, ini kan rayuan,,,? Bilang aja iya kenapa sih??” ^_^. Ah,,, pokoknya tenanglah,,, saya pasti bisa! Saya juga yakin bisa membangunkan istri dengan sebuah ciuman hangat di pipi atau keningnya menjelang shubuh. Haha…
3.    Tidak Suka Menyalahkan. Seorang isteri juga manusia yang tak luput dari kesalahan, ketika sang isteri berbuat kesalahan, sang suami sebaiknya menegur dengan sikap yang cerdas, tidak dengan kasar atau menyalahkan hingga keluar emosi yang berlebihan. Dari pada marah-marah kepada isteri sebaiknya menanyakan/meminta penjelasan dari sang isteri kenapa berbuat itu dan memberi nasihat agar tidak terulang lagi.
Yups! Saya banget itu,,, hehe… percuma dong saya punya buku 14 komunikasi yang baik untuk membangun rumah tangga. Apalagi saya dapat buku itu harus nyeberang laut. Hehe,,, maksudnya saat jalan-jalan ke malang geetoo… yang saya pahami, apapun masalahnya, kunci utama penyelesaiannya adalah komunikasi yang baik. yang bersumber dari hati. Bukan dari keegoisan. (ih,,, mulai deh,, Avan..) ^_^
4.    Bisa menerima pendapat isteri. Suami sebagai kepala keluarga, sebaiknya tidak bersikap otoriter tetapi sebaliknya, suami dapat mendengar dan menerima pendapat dari isteri jika pendapat itu memang merupakan keputusan yang terbaik. Suami isteri perlu memutuskan suatu keputusan secara bersama-sama. tidak sepihak dan sang isteri harus memahami apa-apa yang diputuskan oleh suami.
Subhanallah,,, saya menyadari bahwa rumah tangga itu tidak mudah. Seperti menaiki sebuah biduk kecil di tengah samudera. Bisa saja tiba-tiba badai menyerang. Gelombang menghantam. Maka satu dengan yang lainnya harus bekerjasama. Ada yang mendayung, ada yang menjadi penunjuk arah. Tidak bisa kalau sama-sama mendayung atau sama-sama hanya sebagai penunjuk arah. Mana yang lebih penting? Tidak ada. Semua sama. Sama-sama penting. Saat letih mendera, maka harus ada yang memberi semangat. Saat sampai di persimpangan. Maka harus bersama-sama juga menentukan kemana arah yang akan ditempuh. Inilah bentuk kerjasama yang baik dalam rumah tangga. Jika masih mengedepankan keegoisan dengan tetap memaksakan pendapat pada pasangan, itu bukan suami yang baik. dan saya tidak punya mental pemaksa seperti itu, saudara-saudara… haha…narsis atau semangat nih? ^_^
5.    Sayang diri sendiri. Kalau suami menyayangi isteri dan keluarga, tentu isteri juga ingin agar sang suami juga menyayangi diri sendiri. Seperti menjaga kesehatan, pola makan, tidur yang cukup, dan tidak merokok.
Hehe,,, saya nyengir membacanya. harus jujur saya akui bahwa untuk saat ini rasanya saya belum sepenuhnya punya ciri kelima ini. bukan berarti saya tidak sayang terhadap diri sendiri, bukan. Saya memang tidak merokok. Tapi saya belum bisa menjaga pola makan yang baik. belum bisa istirahat yang cukup. Apalagi Sejak beberapa hari terakhir saya harus siaran siang malam. Pagi, pukul 09.00-11.00, siang, dari pukul 13.00-16.00, selepas sholat tarawih, sejak pukul 20.00-22.00, lalu dini hari, pukul 02.00-04.30 (ini terjadi juga lantaran ada salah satu orang tua dari teman Announcer yang meninggal. Sehingga, atas nama kemanusiaan, saya yang mengganti jadwal siarannya sementara). Disela siaran, saya masih tetap harus menyelesaikan tugas-tugas kantor, yaitu input Data Dapodik.
Justru dari inilah saya menyadari bahwa butuh seseorang untuk membuat saya memiliki ciri yang ke lima. saya butuh sosok seorang istri yang bisa mengingatkan sekaligus membantu saya agar bisa menjaga pola makan dan istirahat yang cukup. Duuh,,, terharu saya mengakuinya.. hiks,,,
6.    Pulang dengan senyuman. Tekanan di tempat kerja tidak harus membuat sang suami membawa perasaan itu ke dalam rumah, kerja yang membuat stress atau meletihkan tetapi ketika sampai di rumah semuanya dihiasi dengan senyuman, sehingga isteri tidak menjadi sedih atau salah bersikap. Jika ada masalah di tempat kerja, suami bisa berbagi cerita kepada isteri dan isteri pun bisa menjadi motivasi atau memberi sokongan kepada suami yang sedang menghadapi masalah.
Hhmmm,,,, saya sudah membayangkan, setiap kali pulang, akan disambut oleh seorang bidadari yang dikirim Allah untuk menemani perjalanan hidup saya. Jadi saat bidadari itu selalu menyambut saya dengan senyum penuh keihkhlasan, sambil membukakan pintu, masihkah ada alasan bagi saya untuk tidak tersenyum ketika disambutnya? Saya tahu, seberat apapun masalah dan beban kerja di kantor tidak akan pernah bisa merenggut kebersamaan saya dengan Istri saya kelak. Apalagi jika disampingnya juga berdiri sosok mungil buah cinta kami, tersenyum sambil berucap “Ayah sudah pulang,,, Senja kangen sama Ayah.” Subhanallah,,, saya yakin semua beban itu akan serta merta luruh dengan sendirinya. Insya allah, hanya senyum dan kehangatan yang saya berikan pada mereka. Saya mengecup kening istri saya, kemudian menggedong anak saya sambil menciumi pipinya yang mungkin akan tembem. Allah karim,,, bimbing hamba ya Rob,,,
7.    Romantis. Isteri mana yang tidak bahagia memiliki suami yang penuh kasih sayang, perhatian dan romatis. Memang agak susah mengharapkan suami menunjukkan rasa sayang dan cinta kepada isteri setiap hari. Tetapi suami bisa melakukannya pada saat tertentu, misal ulang tahun pernikahan, atau hari ulang tahun isteri. Sesekali suami mengajak isteri untuk keluar berduaan.
Saya tahu, bahwa romantis tidak cukup dengan sekedar kata-kata. Romantis tidak sekedar memberikan bunga ataupun membacakan puisi. Romantis tidak selamanya memberikan hadiah besar yang bernilai mahal. Terkadang, romantis adalah, selalu ada buat sang istri. Selalu bisa menempatkan diri di berbagai situasi dan kondisi. Saat istri capek, saya harus memijatnya sambil mengajaknya bercerita tentang kegiatannya. Saat istri kurang enak badan, saya yang akan memasaknya, membuatkannya bubur hangat lalu menyuapinya dengan lembut dan penuh perhatian. Saat ia sedang tidak enak hati, saya akan menghiburnya sebisa mungkin, agar saya bisa melihat kembali lengkungan manis di bibirnya.
Romantis, bisa saja berupa perhatian-perhatian kecil yang seringkali terlupakan. tapi, tentu saja saya juga tahu, kapan saatnya memberikan kejutan-kejuan kecil yang bisa membuatnya senang. Yang bisa semakin menyuburkan cinta di hatinya untuk saya. tak butuh biaya untuk mengatakan "Honey,,, ijinkan aku memuliakan hidupmu, agar kita senantiasa bisa saling mendekap penuh cinta di jannahNYA."
8.    Membantu urusan rumah tangga dan anak. Inilah suami idaman yang dinantikan oleh para isteri, yaitu suami yang mau membantu dan melakukan kerja rumah tangga. Disela-sela kesibukan mencari nafkah, suami masih ‘sempat’ meluangkan waktu untuk membantu isteri dan anaknya.
Sebagai seseorang yang pernah merasakan hidup mandiri di pondok pesantren. Pekerjaan rumah tangga, Insya allah tidak akan menjadi kendala besar. Saya sudah terbiasa mencuci baju sendiri. Sudah terbiasa masak sendiri (meski akhir-akhir ini lebih sering beli jika lagi banyak kerjaan). Terbiasa melakukan pekerjaan lain juga sendiri. Pernah juga menjadi tukang sapu sekolah di pondok pesantren setiap pagi. Alhamdulillah,, saya diberi upah. Jadi saya gunakan untuk menambah biaya kuliah. Ah,,, tentang membantu istri, bagaimana mungkin saya tega membiarkannya terlalu banyak pekerjaan sementara saya bisa membantunya? Tak mungkin saya tega membiarkannya. lalu bisakah menukar kebersamaan bermain bersama anak-anak dengan uang? Tidak. sesibuk apapun saya tidak mungkin menyia-nyiakannya. karena saya terlanjur tahu, bahwa istri dan anak-anak adalah amanah yang harus saya pertanggungjawabkan kelak di hadapanNYA.
9.    Senantiasa menambah ilmu rumah tangga. Biasanya sang isteri yang mencari informasi berkenaan dengan rumah tangga, tetapi alangkah baiknya kalau sang suami juga mencari informasi dan ilmu mengenai rumah tangga.
Dengan membaca catatan ini saja, saya yakin adalah salah satu upaya untuk menambah ilmu rumah tangga meski saya belum menikah. Saya anggap ini adalah jalan ibadah apalagi di bulan Ramadhan. jika sampai saat ini saya belum menemukan jodoh saya, bukan berarti Allah “tega” terhadap saya. Ini artinya saya masih belum layak menerima amanah berupa istri dan anak-anak. Tugas saya adalah lebih memantaskan diri untuk menjadi calon suami yang baik. Siapa tahu, besok atau lusa, Allah segera menunjukkan jalan bagi saya untuk meminang salah satu bidadariNYA di dunia. Seorang perempuan Sholehah yang berbalut cinta.
Selesai membaca catatan kecil itu, saya tersenyum. Kemudian sedikit rasa narsis muncul di dada. Sepertinya, saya sudah termasuk dalam kategori calon suami yang baik. hahaha,,, saya berdiri sambil mengepalkan tangan, lalu menariknya ke bawah sambil berteriak “Yes!!!”
Tapi sesaat kemudian saya terkejut, melihat ke luar Box siar. Ada beberapa orang yang tersenyum. Mungkin mereka melihat tingkah saya yang konyol tadi. Duh,,, saya jadi semakin unyu, eh,, malu. Haha…

*****
Ramadhan penuh berkah, 1433 H.