Tentang anak-anak kita, Nay,,,

Nayla Sayang,,, aku ingin mengabarkan padamu, bahwa anak-anak kita sudah mulai semakin lucu dan menggemaskan. Terutama si bungsu, Bidadari Senja Prameswari. Sekarang, Senja sudah bisa berdiri dan berceloteh. Ia selalu ceria sepertimu. Setiap kali ia tertawa, setiap itu pula aku mengingatmu sayang. Kau seolah berada disampingku dan sedang menggoda Senja dengan ekspresi wajahmu yang selalu ceria. Aku selalu larut dalam imajinasi tentangmu.

Aku masih ingat, saat kita baru menikah. Kau merengek padaku agar diberi anak yang banyak. Kau tahu sayang, aku selalu tersenyum melihat ekspresimu yang manja dan menggemaskan seperti itu. Saat kutanya mau minta berapa, kau begitu sumringah sambil menyebutkan angka yang tidak pernah kuduga sama sekali. Kau bilang 12. Aku terkejut saat itu sayang. Kau meminta selusin anak dariku. "Kita bikin kesebelasan dari anak-anak kita" katamu sambil mengerjapkan mata. Lalu aku tertawa kecil mendengarnya. Aku mengira kau guyon sayang,,, tetapi ternyata tidak. Karena setelah itu kau memberikan alasan dengan suara ditekan dan wajah yang menunjukkan keseriusan. "Aku ingin rumah kita ramai dengan suara-suara mereka Mas. aku juga ingin anak-anak kita kelak menjadi para pemimpin yang amanah. yang selalu berpihak pada kemanusiaan" jawabmu.

Lama kau bicara tentang anak-anak yang kau impikan itu sayang,,, sampai akhirnya aku melihat ada bening yang merebak di matamu. Aku tahu itu adalah bentuk kesungguhan dari apa yang kau inginkan. Aku memahami keinginanmu untuk segera menimang anak sayang. Aku memahami rindumu untuk sesegera mungkin dipanggil Bunda oleh anak-anak kita. jadi tak mungkin aku akan membiarkanmu sedih seperti itu. Maka perlahan aku memegang bahumu. Menarik tubuhmu dalam dekapanku. Aku membelai rambutmu yang panjang sambil berusaha meyakinkan bahwa jika Allah mengijinkan, aku akan memberikanmu anak yang banyak sayang,,, asal kau berjanji juga untuk menjaga sekaligus merawat anak-anak kita nanti. Sebab mereka adalah amanah Allah yang harus kita pertanggungjawabkan kelak di hadapanNYA.

Lalu kita benar-benar dimanja oleh Tuhan, sayang,,, di tahun keempat pernikahan kita, sudah dua anak yang diamanahkan pada kita untuk dijaga, dirawat, dan dididik agar menjadi manusia yang sholeh dan sholeha. Kukatakan demikian karena Alhamdulillah anak kita sudah sepasang sayang. Yang pertama laki-laki. Dan kita memberi nama Satria Langit Biru. dengan harapan, kelak akan tumbuh menjadi seorang laki-laki sejati yang berjiwa ksatria. Sedangkan yang kedua perempuan, kau yang memberi nama. Bidadari Senja Prameswari. menurutmu, anak kita seperti bidadari yang datang saat senja karena lahir persis ketika hujan baru saja reda, dan lengkungan pelangi menghias langit senja yang mulai merona.

Bagaimanapun, kebahagiaan kita semakin melimpah sayang... Hari-hari yang kita lalui semakin lengkap dan ramai dengan suara-suara mereka. Satria mulai semakin kreatif. Tidak saja pintar bicara, dia juga sudah mulai mencorat-coret tembok rumah kita. aku hanya tersenyum melihatnya sayang,,, aku tidak mungkin memarahinya, biarlah ia mencoret tembok-tembok itu. Mengekspresikan apa yang ada dalam benaknya. Siapa tahu, kelak, ia akan tumbuh menjadi seorang penulis hebat. Setidaknya, ia bisa mengikuti hobbyku untuk belajar nulis.

Sedangkan Senja,,, diusianya yang menginjak 15 bulan. Ia juga mulai belajar bicara. Meski tentu saja masih terbata. Tapi terkadang ia mengoceh sendirian sayang,,, Aku tersenyum mendengar ocehannya yang menggemaskan. aku yakin, Senja menuruni bakatmu yang pintar bahasa inggris. Itu wajar, karena sebelumnya, setiap kali kau menggendongnya, kau selalu mengajaknya bicara dengan bahasa inggris. Senja selalu menatapmu dengan penuh perhatian seolah ingin bertanya “Bunda, itu apa artinya,,,?” lalu ia tersenyum sayang,,, tersenyum kepadamu yang begitu perhatian. Dari jauh aku selalu bersyukur melihat perhatianmu pada anak-anakku. Lebih tepatnya anak-anak kita.

Tapi sekarang kau sudah tidak ada sayang,,, kau tidak lagi bisa menemani Senja belajar berjalan, mengajaknya bicara, atau meninabobokkannya menjelang tidur. Kau juga sudah tidak ada untuk menemani Satria makan sambil berlarian kesana kemari. kau selalu sabar menyuapinya meski ia semakin lincah. Kau sudah tidak ada untuk mereka sayang,,, kau juga sudah tidak ada untukku. Tidak lagi menyiapkan makan untukku. tidak lagi memijit pundakku saat aku keletihan sepulang kerja. tidak lagi mencuci dan menyetrikakan baju-bakuku. Tahukah juga kau sayang,,, Satria selalu bertanya tentangmu. Dan aku tak punya jawaban selain senyum ketir yang berbalur airmata. Aku takut bahasaku belum mampu menjelaskan padanya tentangmu. Aku juga masih mereka-reka kalimat apa yang tepat untuk memberitahukan tentangmu pada Senja kelak.

Maafkan aku sayang,,, aku tidak bisa memenuhi janjiku untuk memberimu anak yang banyak. Aku tidak bisa menyempurnakan puzzle kebahagiaanmu denganku, juga dengan anak-anak kita. Aku juga tidak sempat membelikanmu baju terakhir menjelang hari raya, meski kau tak pernah meminta apapun padaku. Kau selalu ikhlas menjalani kehidupan sederhana denganku. Itu karena hatimu yang sangat lembut. Sekali lagi maafkan aku ya sayang,,,jika selama denganmu, aku juga belum bisa menjadi imam yang baik bagimu. karena aku memang bukan seorang Ustadz ataupun Kyai yang pintar ilmu agama. aku hanya seorang manusia biasa yang senantiasa takut jika diseluruh langkah kehidupanku tidak mendapatkan ridha dari Allah. itu saja.

Sayang,,, Sekarang aku janji padamu. Aku akan merawat dan mendidik anak-anak kita, agar menjadi anak-anak yang sholeh dan sholehah. Menjadi pemimpin-pemimpin yang amanah seperti inginmu. (Semoga Allah mengabulkan keinginan kita ini ya sayang). sebab setelah kamu, tidak ada harta yang paling berarti bagiku selain anak-anak kita ini. Aku akan selalu berusaha ada buat mereka sayang,, untuk buah hati kita. insya allah…

Berbahagialah kau di sana sayang,,, dengan kehidupanmu yang sekarang…