Aku takut untuk menjadi rindu,,,


(bagian 3 dari catatan rakernas)

Tidak setiap pertemuan menyisakan kenangan. Tidak setiap kenangan menyisakan senyuman. Tidak setiap senyuman menyisakan rindu. Tapi rindu selalu berhasil melahirkan senyum. Maka, jadilah rindu.”
Saya baca kembali pesan singkat itu sembari sedikit menjauh dari teman-teman rakernas yang sedang ngobrol di tengah kamar asrama. Saya berbaring di kasur kecil berwarna hitam. Berharap rasa pening di kepala semakin menghilang. Sekalian saya membalas pesan pendek itu.

    Terimakasih. Kalimatnya indah. Penuh makna.
      Aku belajar darimu.
    Ha ha ha…
      Kok ketawa?
    Aku tak pernah mengajari apapun padamu.
      Kau memang tak pernah menggurui Mas,, tapi justru itu yang mengajari banyak hal.
    Terimakasih dech… ^_^
      Senyumnya manis
    Jiiaaahh,,,, itu senyumnya HP
      Aku yakin orangnya juga tersenyum,,,
    Tahu dari mana,,,?
      Dari hati,,,
    Wuiih,, dalem banget,,,
      Namanya juga hati,,, tak akan kita temui ukuran apapun yang mampu mengukurnya.
    Karena hati memang tak perlu diukur,,, cukup dirasakan saja.
      Seperti rindu?
    May be,,, sebab segala sesuatu yang bersumber dari hati tak akan mampu ditakar dengan apapun.
      Sama sepertimu.
    Sepertiku?
      Iya.
    Kenapa denganku?
      Kau dan rindu seperti dua sisi mata uang. Menyatu tapi sulit ditafsir.
    Tapi aku bukanlah rindu.
      Jika begitu, jadilah rindu.
    Aku tak mau menjadi rindu,,,
      Kenapa?
    Karena rindu seringkali menyisakan luka.
      Justru luka yang akan membuat rindu semakin indah. Semakin berarti. Semakin mendewasakan.
    Tapi tidak setiap orang menyadarinya.
      Butuh waktu untuk menyadari keindahan rindu. Bahkan terkadang butuh sakit terlebih dahulu untuk mengetahui betapa sangat berartinya rindu itu.
    Kau benar. Tapi untuk apa menjadi rindu jika tak ada yang menginginkan?
      Jika ternyata ada?
    Aku tetap tak ingin menjadi rindu.
      Kenapa?
    karena aku takut malah menjadi luka untuk orang itu.
      Kau tidak akan menjadi luka baginya hanya karena menjadi rindu
    Tidak ada jaminan bahwa aku tidak akan menjadi luka untuknya.
      Jika dia tetap ikhlas meski terluka?
    Aku yang tidak ikhlas untuk melukainya
      Jika begitu jangan lukai dia
    Aku tak pernah punya niatan untuk melukai siapapun, hanya saja, aku belum tahu bagaimana caranya membahagiakan orang lain.
      Mau aku kasitahu caranya?
    Boleh,,,
      Aku telepon ya,,,?
    Boleh… tapi jangan sekarang ya,,,? Aku sudah mau ke tempat acara. Udah tahu kan?
      Bikin geregetan..
    Ha ha ha… sorry
      Iya dech,, gak apa-apa.. yang penting ilmunya dibagi ya,,,?
    Insya Allah…

Saya bergegas bangun. Sementara teman-teman yang lain juga sudah pada bersiap untuk menghadiri pengajian umum dan silaturrahim peserta rakernas dengan beberapa Kyai sepuh. Setelah semua siap. Kami bersama-sama menuju halaman samping Masjid Amanatul Ummah. Ratusan hadirin sudah duduk di kursi yang telah disediakan. Saya memperkirakan tidak kurang dari 700 orang yang sudah hadir di tempat itu. Sedangkan yang lain juga mulai berdatangan satu-persatu.
Sebelum acara resmi dimulai, kami disuguhi penampilan qosidah dari santri Amanatul Ummah. Menurut informasi dari MC, group qosidah itu sudah pernah menjadi juara Nasional. Terus terang saya kagum dibuatnya. Suaranya merdu. Ada tiga penyanyi perempuan dan satu penyanyi cowok. Semuanya belia. Masih duduk di bangku Madrasah Tsanawiyah atau setingkat SMP.
Selesai beberapa penampilan, kemudian acara resmi dibuka dengan pembacaan ayat suci Al-quran. Pembacaan sholawat nabi. Lalu sambutan dari pengasuh Pon.pes Amanatul Ummah sekaligus ketua Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama; DR. KH. Asep Saifuddin Chalim, M.A. Dalam sambutannya, beliau banyak memberikan informasi sekaligus motifasi yang mampu menumbuhkan semangat bagi para peserta rakernas (terutama saya). Menurut Romo Kyai Asep, pergunu menyediakan 1.000 beasiswa S-1 dan 200 beasiswa S-2 bagi para angotanya. Juga jurnal PROGRESS untuk wadah menulis. Lalu diam-diam saya berharap, tahun berikutnya akan ada beasiswa S-3 untuk anggota pergunu agar saya juga bisa melanjutkan studi lagi. ^_^
DR. KH. Asep Saifuddin Chalim, M.A (ketum pergunu)
Selain informasi dan ilmu pengetahuan baru dari KH. Asep, saya juga terkesan dengan penampilan ustadzah cilik Ponpes Amanatul Ummah. Namanya Vika. Saya lupa nama lengkapnya. Saat tampil, Vika yang pernah menjadi juara pemilihan da’i cilik tingkat nasional itu membahas tentang 3 keistimewaan angka 17. Yaitu 17 rakaat dalam sholat. Tanggal 17 di bulan Ramadhan. Dan tanggal 17 di bulan Agustus. Bukan karena keistimewaan angka-angka itu yang membuat saya terkagum-kagum. Tapi gaya penuturan Vika yang membuat saya terkesima. Bahasanya sederhana. Santun. Mengalir tanpa halangan.
Vika,,, (Mirip Ayatul Husna di KCB,,,) hehe,,
(saya bersyukur karena 3 hari kemudian bisa ngobrol dengan Vika dalam perjalanan pulang dari rakernas. Saat itu kebetulan satu mobil dengannya. Tapi tidak berdua, saudara-saudara... ada Mas Lukman juga. Pak Munawar Cilacap, Mas Aris Magetan. Tiga orang penyanyi nasyid dan dua orang ustadz Amanatul Ummah. Tentang perjalanan pulang itu, jika sempat saya akan tuliskan di sini nanti.^_^ )
Prof. DR. KH. Ali Aziz, MA.
 Puncak acara silaturrahim malam itu adalah Pengajian Umum. Kebetulan yang didaulat mengisi adalah Prof. DR. KH. Ali Aziz, MA. Seorang Guru Besar di IAIN Sunan Ampel. Kyai Ali membahas tentang bahasa seorang pendidik. Menurut beliau, seorang pendidik haruslah benar-benar mengerti tentang komunikasi. Pendidik memegang peranan penting untuk kemajuan anak didiknya. Seorang guru tidak saja hanya dituntut untuk bisa mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi lebih jauh diharapkan menjadi tonggak awal semangat dan kemajuan anak didiknya. Untuk itulah, seorang guru harus benar-benar memilih kata dan kalimat yang akan diucapkan pada muridnya.
Sungguh sangat krusial peranan seorang guru. Jika gagal, bukan saja merugikan satu orang, tetapi semua anak didiknya akan terancam gagal. Betapa banyak mahasiswa yang sedang merampungkan skripsinya mendadak semangatnya ambruk saat tulisannya “dicaci” oleh dosen pembimbingnya. Betapa banyak siswa yang kehilangan semangat belajarnya gara-gara dibilang “goblok” oleh gurunya hanya karena tidak bisa menjawab satu soal dengan benar.
Duh,,, akan jadi apa dunia pendidikan kita jika masih banyak guru yang memposisikan muridnya seperti “keledai”? para Guru, semestinya berbicara dengan perkataan yang menumbuhkan semangat. Pilihan kata yang digunakan juga haruslah yang qoulan maisyuroh. Perkataan yang terbaik untuk membangkitkan motivasi bagi siswa. Bukankah seluruh Makhluk di alam semesta berdoa untuk orang yang mengajarkan ilmu pada orang lain? Itulah seorang guru. Sebuah profesi yang sangat mulia.
Maka, jadilah guru yang baik, atau tidak sama sekali. Saya bergetar mendengar tausyiyah yang disampaikan oleh Kyai Ali. Saya terdiam. Berdoa dalam hati. Ya Allah,,, semoga bisa menjadi seorang pendidik yang baik ya rob…

lalu besoknya saya resmi jadi peserta rakernas pergunu 2012. 
lengkap dengan kalungnya. hehe...
H. Munawar (cilacap), Avan, Lukman (Sumenep)



1 komentar:

  1. E D E N P O K E R . X Y Z mau memberikan info sedikit nih , di edenpoker ingin memberikan BONUS NEWMEMBER sebesar 10.000 ribu
    yuk langsung saja kunjungi Customer Service kami dan segera daftar kan diri anda !!!

    BalasHapus