Senja di hari Arofah,,,


Semacam fiksi mini


Senja mulai memerah. Beberapa pasang camar meliuk diantara derai ombak dan buih keperakan di tepi pantai. Dari jembatan di pinggir pelabuhan kalianget, aku mulai menikmati rona merah yang perlahan merebak. Menumbuhkan rasa kagum yang tak pernah berhenti. Syukurku mengalir. Menjadi bisikan lembut yang nyaris tanpa kata.
“Masih seperti setahun yang silam. Menikmati senja di hari Arofah?” Sebuah suara mengejutkan. Aku menoleh ke asal suara itu. Ada senyum yang terurai dari seseorang berjilbab putih dengan garis kotak-kotak kecil berwarna pink. Senyum itu,,,
“Karena senja dan arofah senantiasa hidup dalam kenangan.” jawabku.
“Oh ya?”
“Iya. Rona senja yang mulai merebak. Gemuruh ombak, buih keperakan, sampan-sampan, suara camar yang tak henti-henti, sapuan angin laut, aroma garam, seseorang yang datang tiba-tiba, dan sebentuk kekaguman yang tak pernah pudar.”
“Hmmm,,, puitis.”
“Seperti senja?”
“Lebih dari sekadar senja.”
“Adakah padanannya?”
“Ada. seperti orang yang mengucapkannya.” Aku tersenyum; diam. Membiarkan sebaris senyum itupun terus mengembang.
“Apa ini kebetulan?” tanyaku menggumam.
“Aku tidak berani mengiyakannya. Sebab segala sesuatu berjalan sesuai kehendak-NYA.”
“Jawaban yang puitis”
“Dimana letak kepuitisannya?”
“Pada kata terakhir.”
“Kehendak-NYA?”
“Ya.”
“Emm,,, aku belum sepenuhnya mengerti.”
“Tidak apa-apa. Adakah yang lebih puitis dari segala sesuatu yang disandarkan pada Sang Maha Puitis?”
“Ah,,, kau ini. selalu saja membuatku kagum.”
“Kagum?”
“Iya.”
“Tentang?”
“Haruskah kujawab?”
“Jika kau tak keberatan.”
“Jawabanku akan sama persis seperti jawabanmu saat misalnya suatu saat nanti ada yang bertanya tentang kekagumanmu pada senja.”
“Tentu beda. Aku bukan senja.”
“Justru karena kau bukan senja.”
“Lalu kenapa kau bilang jawabannya akan sama?”
“Apa kita akan membatasi sebuah jawaban hanya pada satu pertanyaan? Apa bentuk kekaguman itu hanya boleh ada pada satu objek saja?”
“Cerdas.” Jawabku sambil tersenyum puas. Senyum yang sama aku lihat dari bibirnya. Perlahan aku menghirup nafas dalam-dalam. Menikmati rona senja yang mulai semakin cantik.
“Boleh aku tanya sesuatu?” ucapnya memecah kesunyian yang sesaat. Aku menoleh.
“Tentu saja boleh. Ada apa?”
“Bagaimana kabar hatimu?” aku sedikit tertawa mendengar pertanyaannya. Sementara, perempuan berjaket putih itu menatapku dengan penuh kesungguhan.
“Alhamdulillah,,, baik. seperti hatimu juga yang saat ini tentu baik-baik saja.”
“Kau yakin, hatiku baik-baik saja?”
“Aku yakin.”
“Sekali lagi aku tanya, apa kau yakin hatiku baik-baik saja?” tiba-tiba pertanyaan itu aku rasakan seperti belati yang menikam kesadaran. Sejenak aku tergeragap. Tidak tahu harus menjawab apa. Aku menatapnya. Ada yang berubah dari bias wajah yang sebelumnya berbalut senyum itu. Wajahnya mulai mendung. Lalu hujan. Aku mulai disergap kebingungan. Tak tahu apa yang harus kulakukan.
“Eemmm,,, maafkan aku jika sudah salah bicara. Aku tak bermaksud menyinggungmu. Ada apa sebenarnya? Kenapa kau menangis?”
“Apa harus aku ceritakan semuanya, sementara sebenarnya kau sudah sangat memahaminya?”
“Maafkanlah,,, aku benar-benar tidak tahu.” Jawabku pelan. hening menyapa untuk beberapa saat lamanya.
“Dengarkanlah,,, aku tidak akan pernah merasa baik-baik saja sementara aku tahu, hatimu terluka!” sungguh aku terkejut mendengarnya. Aku menatap wajahnya. Bagaimana mungkin dia bisa bicara sedemikian jauhnya sementara akhir-akhir ini tidak sekalipun aku pernah bercerita padanya tentang apapun. Apalagi tentang hati.
“Aa’,,, aku,,, aku baik-baik saja kok. aku tidak apa-apa.” Jawabku gugup.
“Kau boleh bicara seperti itu. Tapi kau lupa, bahwa aku sudah teramat hafal dengan perasaan dan hatimu.” Kembali aku terkejut mendengar pengakuannya. Kembali aku menatapnya. Melihat buliran bening di pipinya. Melihat sepasang matanya yang sebab. Melihat gelayut mendung di keningnya. Melihat duka di wajahnya. Mendengar isaknya yang sembilu. Membaca hatinya yang pilu.
Mendung itupun berarak menuju hatiku. Menggumpal di atas belantara rasa. Perlahan gerimis itupun mulai luruh; di hatiku.
“Aku tak tahu apa yang harus kulakukan” gumamku nyaris tanpa suara. Sementara kulihat dia semakin lebur dalam isaknya. Hanya debur ombak yang sesekali menimpali. Aku terdiam. Dia juga. Lalu senja yang kian merah di hari Arofah itu seolah membisikkan kembali kisah tentang pengorbanan, air mata, dan ketegaran. Tentang kemilaunya ketabahan Siti Hajar, tentang indahnya pengorbanan Ibrahim, juga tentang ranumnya kesabaran ismail. Kenapa mereka sekuat itu?
Cinta.
Itulah jawaban satu-satunya. Tak ada kekuatan apapun yang mampu menjadi alasan untuk sebuah pengorbanan, ketabahan, dan kesabaran, selain cinta. Dan aku melihat alasan itu juga yang membias dari air matanya. juga gemuruh di hatinya. Ya… Kusadari kemudian, bahwa setahun yang lalu, aku memang sudah membaca cinta di hatinya. Cinta yang tak pernah terucap dengan kata. Hanya dengan isak dan tangis yang sama.
“Apa yang kau temukan dari bulir air mataku?” tanyanya mengejutkan.
“Aku,,, aku menemukan luapan perasaan yang sakit sekaligus indah. Aku menemukan sakitmu yang berasal dari sakitku. Aku menemukan rasa yang teramat indah untuk aku gapai. Aku menemukan diriku di dalamnya.”
“Belum cukupkah air mataku mengalir untukmu?”
“Maafkanlah aku. Tak semestinya kau menangis untukku.”
“Lalu?”
“Aku tak punya alasan untuk tetap membuatmu terisak lagi.”
“Apa kau juga belum menemukan alasan untuk tinggal di hatiku?” aku tergeragap sejenak. Pertanyaan itu sangat telak.
“Aku justru sudah tak punya alasan untuk pergi.”
“Benarkah,,,?”
“Kau tahu bahwa aku tak mungkin berbohong kan,,,?” lalu aku mendapati air matanya kembali tumpah. Alirannya semakin deras. Tapi kali ini, ada lengkungan indah di bibirnya; senyum.
Senja mulai menyisakan rona jingga. Debur ombak, daru angin, buih keperakan, beberapa camar yang terbang mulai bertakbir menyambut Idul Adha. Takbir juga mulai mengalun dari pengeras suara di masjid pelabuhan.
Allahu Akbar
*****


**Selamat Hari Raya Idul Adha, untuk saudara-saudara seakidah,,, mohon maaf lahir dan batin.

1 komentar:

  1. E D E N P O K E R . X Y Z mau memberikan info sedikit nih , di edenpoker ingin memberikan BONUS NEWMEMBER sebesar 10.000 ribu
    yuk langsung saja kunjungi Customer Service kami dan segera daftar kan diri anda !!!

    BalasHapus