Saat ia telah jadi istriku,,,,

nanti,,,


"Kita main hujan yuk,,,?"
"Jangan, nanti kamu sakit,,,"
"Tapi aku ingin main hujan. Aku ingin berbasah dalam guyurannya."
"Tapi aku takut kamu jatuh sakit. Kita masak aja yuk,,,?"
"Nggak mauuu,, pokoknya kita main hujan!"
"Adduuh,,, kalau kamu sakit kan aku juga yang,,,"
"Aaa,,, nggaak. Sekaliii sajaa… yuuk,,,"
"Tapi,,,"
"Nanti hujannya ngambek lho…"
"Lho, kok hujannya yang ngambek,,,?"
"Iya,,, kalau Mas gak mau main dengannya, bisa saja ia tersinggung. kemudian hujan akan pergi. Ia akan sakit hati karena merasa tidak berarti. Jadi,,, sebelum hujannya ngambek, ayoo…

Lalu aku tersenyum mendengar jawabannya yang merajuk. Senyumnya mengembang diantara binar matanya yang indah. Dia; perempuan beralis perbani itu menarik tanganku untuk menyongsong hujan. Aku terkejut seraya menjerit kecil. Dia malah tergelak. Lalu tubuh kami lesap dalam guyuran hujan yang menderas. Ia tertawa-tawa dibuatnya. Sedangkan aku tiba-tiba menggigil dalam dingin.

Aku memang lelaki pecinta gerimis. Tapi aku belum sepenuhnya mencintai hujan. Mungkin karena aku takut dingin. Beda dengannya. Meski ia alergi dingin, tapi ia sangat mencintai hujan. Baginya, hujan seperti arus cinta yang senantiasa menderas di hatinya. Seperti saat ini misalnya. Ia malah mengajakku berlari ke pamatang sawah di bawah derasnya hujan. Lalu akupun mengejarnya. kembali ia tertawa-tawa dengan riang. Sementara tidak bisa kupungkiri, lagi-lagi aku tersenyum melihat tingkahnya yang manja. Tapi aku suka. Sangat suka. Melihatnya tertawatawa dalam derasnya hujan seperti melihat bidadari yang mengerling diantara kabut pagi. Begitu indah.

Sejak kecil, aku tidak terbiasa mandi hujan. Untuk apa? Pikirku dulu. Tapi sekarang, jikapun pertanyaan “untuk apa?” itu muncul lagi. Maka aku sudah punya jawabannya. Untuk menemani perempuanku main hujan. Menemaninya berbasah dalam dingin. Menemaninya tertawa dalam cinta.

Hattchiihhh…!!!

“Kapan-kapan, kita main hujan lagi ya,,,?” Katanya tersenyum melihatku bersin. Aku tahu ia tengah menggodaku. Sebab ia mengajakku dengan lembut sambil menyelimuti tubuhku yang mulai demam (Mungkin, demam ini akibat main hujan dengannya). Aku menjawab ajakannya dengan anggukan pasti sambil tersenyum ke arahnya. Senyumnya makin lebar. Ah,,, jangankan kapan-kapan, batinku. Tiap haripun aku akan menemaninya main hujan. Asal aku selalu bisa melihatnya tersenyum dalam kebahagiaan.

"Terimakasih ya,,,?"
"Untuk apa?"
"Karena sudah menemaniku main hujan"
"Itu karena aku mencintaimu sayang, dan,,, "
tiba-tiba aku tidak bisa melanjutkan kata-kataku lagi. Bibirku tercekat. 
satu hal yang kusadari setelahnya. Aku sangat suka caranya menghentikan kalimatku tadi. Aku juga suka caranya memandangku. Caranya mengerjabkan mata. Caranya tersenyum. Caranya berbicara. Caranya mengernyitkan dahi. Caranya menggerak-gerakkan bibir saat menggodaku. Caranya mengangkat alis. Caranya menggerakkan hidung. Dan caranya mencintaiku.

“Sekarang,,, maem dulu ya sayang,,, aku sudah masakin bubur kacang ijo special untuk suamiku tercinta. Mumpung hangat,,, Yuuk, aku suapin?” katanya sambil menyorongkan sendok berisi bubur kacang ijo buatannya ke mulutku. Aku benar-benar merasa dimanja olehnya. Demam ini tak akan sebanding dengan perlakuan manis yang ia berikan.

Semoga keindahan ini bisa kami rengkuh selamanya Rob… Bisikku dalam hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar