Teman
kita, Dwi Ratih Anggraeni (yang sakit kanker) telah berpulang ke Rahmatullah.
Innalillahi wainna ilaihi rojiun…
Pesan
pendek yang saya terima pukul 10.55 tadi, begitu menyentak. Betapa tidak, kabar
duka yang tak pernah saya sangka sebelumnya itu sangatlah tiba-tiba. Ini yang
kembali mengantarkan kesadaran saya tentang betapa fananya hidup di dunia.
Bahwa memang, sesungguhnya tidak akan pernah ada seorangpun yang luput dari
maut. Tak ada yang abadi di dunia. segala yang pernah merasakan hidup, pasti
akan mengalami mati.
Saya tertegun,
mencoba memutar kembali ingatan saya pada Mei tahun 2011. Saya yang saat itu kebetulan
menjadi salah satu peserta diklat Pra Jabatan di Watu Kosek Pasuruan, merasa
beruntung karena bisa menambah saudara-saudara baru. Selain dari Kabupaten
Sumenep, ada peserta dari kabupaten Gresik dan Sidoarjo hingga semuanya berjumlah
240 Orang. Salah satunya adalah Dwi Ratih Anggraeni. Saya memang tidak begitu
akrab dengannya karena kebetulan kami tidak satu kelas. Saya ada di Angkatan
586 A, sementara Dwi Ratih di Angkatan 585 A. tapi kami semua sudah mengikrarkan
persaudaraan sejak di diklat.
Tentu
banyak hal yang saya pelajari dari saudara-saudara baru saya itu. Salah satunya
adalah bagaimana memperkokoh persaudaraan, dan berempati terhadap kemanusiaan.
Ketika
mendapat kabar duka tadi—dikirim oleh Beta Titit Kristieyanti yang kebetulan
satu kelas dengan saya—sejenak saya termangu sembari berucap Innalillahi wainna ilaihi rojiun. Lalu
berdoa untuk almarhumah. Ya Allah,,,
terimalah segala amal kebaikannya Rob,,, berikan tempat yang mulia di
sisiMu. Hati saya berbisik, basah. Setelahnya, saya buru-buru mengambil buku
memory diklat prajabatan. Saya mencari nama Dwi Ratih. Dapat. Seorang guru SD
di Sidoarjo yang lahir pada tanggal 20 April 1985. Berarti, baru kemarin dia berulang
tahun. Lalu sehari setelahnya, tepat di hari peringatan RA. Kartini, ia berpulang ke Rahmatullah.
Saya
membayangkan kesedihan orang-orang di sekitarnya. Murid-murid yang
ditinggalkannya, keluarga yang ditinggalkannya, serta saudara-saudara yang
ditinggalkannya. Saya merasakan juga. kesedihan itu, menggelayut di hati saya.
Yang membuat saya semakin haru adalah setelah sempat melirik kesan dan pesan yang
ditulisnya di buku memory LPJ 2011. di akhir kalimatnya ia menulis “… terus berjuang dan selalu tersenyum dengan hati yang ikhlas”.
Saya tahu,
bahwa Dwi Ratih menderita penyakit kanker sudah sejak tahun kemarin. Salah satu
jenis penyakit yang memang paling ditakuti. di ujung tahun kemarin juga, Dwi Ratih sempat
menjalani kemoterapi di RS Dr Soetomo Surabaya. Kesedihan saya yang lain,
karena saat itu saya tidak sempat menjenguknya. Kebetulan sewaktu teman-teman
hendak ke sana saya kurang sehat. Dan akhirnya saya juga tahu bahwa acara ke
sana batal.
Ya Allah,,,
Keikhlasan
untuk menjalani hidup juga kematian memang membutuhkan jiwa yang mumpuni. Saya
tahu bahwa sudah sejak tahun kemarin, Dwi Ratih dibayang-bayangi kematian. Tapi
keikhlasan serta keteguhannya untuk tetap tersenyum sungguh membuat saya
terharu. Saya memang tidak bisa berbuat banyak selain mendoakannya.
Selamat jalan
Saudariku Dwi Ratih Anggraeni. Semoga kau tersenyum di hadapan Allah Subhanahu Wata'ala. Kami semua,,
juga hanya menunggu waktu untuk menghadapNYA. Semoga kelak, kita termasuk
golongan orang-orang yang menghuni surgaNYA. Amin…
dalam duka, 21 April 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar