Karena engkau adalah Nayla,,,


Hujan yang selalu mengantarkan kerinduan

“Hujan kembali turun dengan derasnya…”

Lagi,,, 
selarik cemas menikamku seiring sms yang kau kirim itu Nay… kau sudah tahu kan, bahwa aku paling tidak bisa membiarkanmu gigil dalam ketakutan. Membiarkanmu cemas dalam derasnya hujan dan gelegar guntur, sama seperti membiarkan tubuhku terombang-ambing dalam gulungan badai di lautan lepas. Tentu hanya ketakutan memuncak yang kita rasakan.

Kau pernah bertanya padaku Nay,,, kenapa aku mencemaskanmu. Dan aku hanya punya satu jawaban. Karena engkau adalah Nayla,,, perempuan dengan segala keanggunan sikap dan sifat. Kau seperti ayat-ayat yang “dikirim” Tuhan untuk aku baca dan aku tafsirkan. Meski memang tidak mudah menafsir segala yang ada padamu. Bahkan aku seringkali tersesat memahami senyummu. Kau lebih rumit dari sebait puisi Nay. Itu yang aku tahu.

Aku masih mampu berteriak lantang jika berhadapan dengan puisi Nay,,, tapi aku tetap hanya bisa diam jika berhadapan denganmu. Sebuah sikap yang barangkali terlihat lucu di hadapanmu. Ah,,, aku masih ingat saat dalam gerimis kau menelponku Nay,,, kau sempat membacakan sebuah puisi yang ditulis Chairil Anwar:

Kalau kau mau kuterima kembali/ dengan sepenuh hati/ aku masih tetap sendiri/ kutahu kau bukan yang dulu lagi/ bak kembang sari sudah terbagi/ jangan tunduk!/ tentang aku dengan berani//
Kalau kau mau kuterima kau kembali/ untukku sendiri tapi/ sedangkan dengan cermin aku enggan berbagi//

Saat itu aku mendengarkanmu dengan sangat masygul. Aku tak tahu apa maksudmu. Maka,, saat kau telah usai membacakan puisi itu, dengan sedikit gugup aku bertanya tentang maknanya. Aku takut lagi-lagi aku salah menafsirkannya. Sejenak kau tertawa renyah Nay,,, lalu dengan suara lembut, pelan-pelan kau berkata:

“Aku membacakan puisi ini untuk mewakili hatimu. Kau seseorang yang patut dihargai. Bukan untuk dilukai. Aku memahami perasaanmu yang pernah perih saat diabaikan. Aku memahami hatimu yang nyaris selalu diam meski kau selalu dikesampingkan. Aku tahu, saat kau pernah menaruh harapan besar pada seseorang, dan dia juga mengaku punya perasaan yang sama denganmu, ternyata kau masih diacuhkan olehnya. Dia masih lebih mementingkan perasaan orang lain dari pada perasaanmu. Aku tidak ingin perasaanmu terus menerus dirajam luka oleh orang-orang yang mengaku menyayangi kamu tapi sikapnya tak pernah menunjukkan bahwa kau istimewa baginya. Aku tahu itu,,, sangat tahu. Dan perlu kau tahu, aku adalah orang pertama yang paling tidak terima dengan perlakuan seperti itu terhadapmu” lalu kau terisak Nay… sejenak aku bingung bagaimana cara mendiamkan isakmu. Ingin rasanya aku menghapus air matamu, tapi aku tak sedang disampingmu. Jikapun aku tengah di sana, tak mungkin aku berani, karena kita masihlah belum halal satu sama lainnya.

Maka perlahan aku juga mulai bicara padamu Nay,,, aku menjelaskan bahwa aku sudah ikhlas menerima perlakuan seperti itu. Karena dengan terluka, aku bisa belajar tegar. Aku belajar kuat. Aku belajar bagaimana bangkit setelah berkubang dengan rasa sakit. Dan sekarang,,, aku sudah pulih. Aku sudah mampu berdiri dengan tersenyum.

Aku memang pernah terluka Nay,,, tapi itu sudah menjadi bagian dari masa laluku. Aku berterimakasih karena kau tidak saja peduli denganku saat ini. tapi juga berempati dengan masa laluku. Kini,,, tak ada alasan bagiku untuk terus menerus lebam dalam duka Nay... karena ada kamu yang mencemaskanku. Mengkhawatirkanku.

oh iya,,, kabari aku jika kau pulang ya Nay,,, kau sudah berjanji kan untuk memberikan aplikasi baru di notebookku. dan aku selalu menunggu itu. nanti, saat kita bertemu, jangan bertanya lagi kenapa aku mencangkingkan harapan padamu ya? Karena engkau adalah Nayla…

“Hujan sudah reda,,, aku pulang ke kost dulu ya” 
smsmu menyadarkan lamunanku. melegakanku.
^_^


Barangkali berminat, liriklah ini:
*Aku mencemaskanmu,,,
*aku mencintaimu senja,,,
*Kau datang dengan rona pelangi,,,
*Sajak cinta,,,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar