Saat kau menangis, seringkali aku masih bisa menenangkanmu,
mendiamkanmu dan membuatmu tersenyum. Tapi setelah itu, diam-diam aku juga akan
gerimis, sebab sesungguhnya tangismu adalah pedihku. Memang,,, seringkali aku mencoba
untuk mengelak dari sangkaanmu ketika mendapatiku tengah terisak di telepon. Aku
akan mengatakan flu, padamu, yang menjadi penyebab hidungku sedikit pilek.
Kau bilang, flu itu ada dua macam. Pertama karena
virus. Kedua karena tangis. Lalu aku hanya sedikit tersenyum lantaran kau
dengan sangat telak berhasil menebaknya. Ya. Terkadang penyebab hidungku yang meler
memang bukan virus, tapi karena hujan yang tiba-tiba menderas di dada. Dan kau
selalu tahu itu.
Seperti malam ini, aku juga tidak bisa mengelak
saat dengan fasih, lagi-lagi engkau berhasil membaca pikiranku. Kau seolah
hafal betul setiap huruf yang tertera di hatiku. Kau seolah bisa dengan mudah melihat
jauh ke dalam lubuk hati. Aku mendapati dirimu berada dalam diriku. Berbisik,
berbicara, bersenandung, terisak, mengaduh, dan semacamnya. Untuk itulah, aku semakin
yakin, tak ada yang bisa membaca pikiranku sefasih engkau,,,
saat kulihat jam di dinding sudah pukul 01.51,
aku sedikit terkejut lalu gugup. Bukan karena malam sudah menjelang pagi, tapi
karena aku lupa belum berkirim pesan “Met bobo” padamu. Ah,,, ternyata malam
ini aku jadi pelupa. Tetapi tenanglah Nay,,, aku tidak lupa tentang janjimu
untuk senantiasa berkirim kabar padaku, aku tidak lupa tentang harapanku padamu,
aku tidak lupa bahwa engkau habis menangis malam ini.
Dan satu lagi,,, aku juga tidak akan lupa tentang
hatimu…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar