Saya yang mengalah,,,


+ Apa yang kau tahu tentangku,,,?
-   Seseorang yang baik hati, lembut, penyayang, perhatian dan sedikit slengean. (Saya tersenyum)
+ Lalu,,,?
-    Selebihnya kau akan sama dengan yang lain. Bakal menyakitiku.
+ Menyakiti hatimu? (Tanya saya memastikan sembari mengernyitkan dahi)
-    Tidak. Kau mungkin tidak akan menyakiti hatiku. Tapi kau akan menyakiti fisikku.
+ Aku tak mengerti.
-    Apa kau akan menikahiku?
+ Iya.
-    Berarti kau akan menyakitiku.
+ Kenapa kau bilang seperti itu?
-    Setiap lelaki yang menikahi perempuan akan menyakitinya.
+ Lalu? (Saya tidak mau mendebatnya)
-    Aku takut untuk menikah.
+ Meski denganku?
-    Ya.
+ Untuk alasan yang tadi?
-    Ya.
+ Kenapa?
-    Karena aku takut dengan rasa sakit.
+ (beberapa saat lamanya saya terdiam) Baiklah. Setiap orang memang punya pilihan dalam hidup. dan aku menghormati pilihanmu. Tidak apa-apa. Insya Allah aku ikhlas.
-   Maafkan aku.
+ Tidak apa-apa. Semoga kau sukses dalam hidup.
-    Terimakasih. Semoga kau senantiasa berlimpah kebahagiaan.
+ Amin ya Allah.

Saya berlalu. Berusaha tersenyum, seperti setiap kali saya menemukan peristiwa yang menyedihkan. Tersenyum bagi saya adalah jalan terindah untuk melangkah setelah airmata.
apakah saya mirip monster yang siap mencabiknya? entahlah,,, Ada yang tidak biasa dari jawaban yang saya temukan darinya. Tapi saya tidak berusaha untuk mengoreknya lebih jauh. Biarlah itu tetap menjadi alasan yang klise. Barangkali,,, itu hanya bentuk citraan dari alasan lain yang lebih besar di hatinya.

Rasa sakit?
Ya. Tentang rasa sakit. Sedikit tidak paham dengan rasa sakit yang ia maksudkan. Saya tahu, bahwa berumah tangga itu tidak selamanya akan melulu tersenyum. Sesekali memang harus merasakan “sakit”. Tapi barangkali, sakit yang saya maksudkan tidaklah sama dengan sakit yang ia maksudkan. Mungkin sudut pandang kami berbeda. Terkadang, ada beberapa jenis rasa sakit yang memang selayaknya menjadi sebuah keharusan, jika itu demi kebaikan. Dan kita memang harus tega “menyakitinya”.

Misalnya saja para orang tua. mereka memang harus tega melihat anaknya demam dan menangis kesakitan karena imunisasi. Tapi tentu semua itu dilakukan karena tujuannya adalah kebaikan. Yaitu kekebalan tubuh sang anak terhadap serangan beberapa virus penyakit. Biarlah sang anak menangis dulu karena sakit akibat diimunisasi, asalkan setelahnya bisa bermain dengan sehat dan ceria. Di lain kejab, orang tua juga harus tega melihat anaknya menangis saat dikhitan (bagi anak laki-laki). Selain memang mengikuti ajaran agama islam, itu juga demi kesehatan sang anak kelak.

Jika yang dimaksud adalah rasa sakit yang seperti ini, tentu saya termasuk orang-orang yang menyetujuinya.

Tetapi jika menyakiti secara fisik yang dimaksud adalah memukulnya, menempelengnya, menjambak rambutnya, atau bahkan menyiksanya seperti yang sering saya dengar di televisi-televisi, Na’udzubillah,,, semoga saya dijauhkan dari sifat-sifat tercela seperti itu. Memuliakan seorang istri tentu dengan jalan tidak menyakitinya barang sedikitpun. Apalagi sampai menyiksanya. Tidak. Itu bukan saya.

Ya Allah,,,
Saya menduga bukan ketakutan terhadap rasa sakit akibat penyiksaan yang ia kawatirkan. Mungkin ada hal lain. Entah apa. Tentu tidak bijak jika saya tetap ngotot padanya. Jadi saya memilih untuk mengiyakannya. Sekali lagi karena saya tidak suka perseteruan. Apalagi memaksakan kehendak. Biarlah, saya yang mengalah asalkan dia bisa tenang dan tidak merasa takut akan disakiti. Saya yang akan belajar kembali pada rasa sedih. Kepedihan terindah yang pernah saya alami.
*****

*Tulisan ini saya ambil dari catatan seorang sahabat yang enggan disebut namanya. Semoga dia bersabar. Amin…

Selamat Jalan Saudaraku,,,


Teman kita, Dwi Ratih Anggraeni (yang sakit kanker) telah berpulang ke Rahmatullah.

Innalillahi wainna ilaihi rojiun…
Pesan pendek yang saya terima pukul 10.55 tadi, begitu menyentak. Betapa tidak, kabar duka yang tak pernah saya sangka sebelumnya itu sangatlah tiba-tiba. Ini yang kembali mengantarkan kesadaran saya tentang betapa fananya hidup di dunia. Bahwa memang, sesungguhnya tidak akan pernah ada seorangpun yang luput dari maut. Tak ada yang abadi di dunia. segala yang pernah merasakan hidup, pasti akan mengalami mati.

Saya tertegun, mencoba memutar kembali ingatan saya pada Mei tahun 2011. Saya yang saat itu kebetulan menjadi salah satu peserta diklat Pra Jabatan di Watu Kosek Pasuruan, merasa beruntung karena bisa menambah saudara-saudara baru. Selain dari Kabupaten Sumenep, ada peserta dari kabupaten Gresik dan Sidoarjo hingga semuanya berjumlah 240 Orang. Salah satunya adalah Dwi Ratih Anggraeni. Saya memang tidak begitu akrab dengannya karena kebetulan kami tidak satu kelas. Saya ada di Angkatan 586 A, sementara Dwi Ratih di Angkatan 585 A. tapi kami semua sudah mengikrarkan persaudaraan sejak di diklat.

Tentu banyak hal yang saya pelajari dari saudara-saudara baru saya itu. Salah satunya adalah bagaimana memperkokoh persaudaraan, dan berempati terhadap kemanusiaan.

Ketika mendapat kabar duka tadi—dikirim oleh Beta Titit Kristieyanti yang kebetulan satu kelas dengan saya—sejenak saya termangu sembari berucap Innalillahi wainna ilaihi rojiun. Lalu berdoa untuk almarhumah. Ya Allah,,, terimalah segala amal kebaikannya Rob,,, berikan tempat yang mulia di sisiMu. Hati saya berbisik, basah. Setelahnya, saya buru-buru mengambil buku memory diklat prajabatan. Saya mencari nama Dwi Ratih. Dapat. Seorang guru SD di Sidoarjo yang lahir pada tanggal 20 April 1985. Berarti, baru kemarin dia berulang tahun. Lalu sehari setelahnya, tepat di hari peringatan RA. Kartini, ia berpulang ke Rahmatullah.

Saya membayangkan kesedihan orang-orang di sekitarnya. Murid-murid yang ditinggalkannya, keluarga yang ditinggalkannya, serta saudara-saudara yang ditinggalkannya. Saya merasakan juga. kesedihan itu, menggelayut di hati saya. Yang membuat saya semakin haru adalah setelah sempat melirik kesan dan pesan yang ditulisnya di buku memory LPJ 2011. di akhir kalimatnya ia menulis “… terus berjuang dan selalu tersenyum dengan hati yang ikhlas”.

Saya tahu, bahwa Dwi Ratih menderita penyakit kanker sudah sejak tahun kemarin. Salah satu jenis penyakit yang memang paling ditakuti. di ujung tahun kemarin juga, Dwi Ratih sempat menjalani kemoterapi di RS Dr Soetomo Surabaya. Kesedihan saya yang lain, karena saat itu saya tidak sempat menjenguknya. Kebetulan sewaktu teman-teman hendak ke sana saya kurang sehat. Dan akhirnya saya juga tahu bahwa acara ke sana batal.

Ya Allah,,,

Keikhlasan untuk menjalani hidup juga kematian memang membutuhkan jiwa yang mumpuni. Saya tahu bahwa sudah sejak tahun kemarin, Dwi Ratih dibayang-bayangi kematian. Tapi keikhlasan serta keteguhannya untuk tetap tersenyum sungguh membuat saya terharu. Saya memang tidak bisa berbuat banyak selain mendoakannya.

Selamat jalan Saudariku Dwi Ratih Anggraeni. Semoga kau tersenyum di hadapan Allah Subhanahu Wata'alaKami semua,, juga hanya menunggu waktu untuk menghadapNYA. Semoga kelak, kita termasuk golongan orang-orang yang menghuni surgaNYA. Amin…

dalam duka, 21 April 2012

saat kau menangis,,,


air mata itu,,,

Hari ini aku sakit Nay,,, Badanku demam. Semalaman aku tidak bisa tidur. Padahal, kemarin sore aku sudah minum air kelapa muda. Menurut temanku, air kelapa muda sangat bagus untuk menurunkan panas. Tapi kali ini tampaknya kurang berhasil. Panas badanku makin tinggi. Ah,,, barangkali karena kurang istirahat ya Nay,,, selepas tidur nanti, semoga saja akan segera pulih. Karena ini benar-benar tidak mengenakkan.

Selain panas, ada sesuatu yang juga sedikit mengganggu pikiranku saat ini Nay,,, yaitu tentang tangismu yang tiba-tiba berderai semalam. Saat itu, kau memang meneleponku. Tapi tak sepatah katapun terucap selain isak dan tangis yang menyayatku. Ada apa sebenarnya Nay,,,? Ada apa,,,?
Kau belum bercerita padaku,,, bahkan untuk berbicara sepotong kalimatpun, rasanya kau tak mampu. Kau hanya menangis,,, menangis dan terus menangis,,,

Beberapa kali aku sudah bertanya apa sebenarnya yang terjadi padamu Nay,,, tapi yang kudapat hanya suara isak tangis. Aku merasakan sesak di dadamu Nay,,, aku merasakan sakit dalam tangisanmu. Tapi aku tak tahu, sakit seperti apa yang menikammu. Maka,,, untuk beberapa saat lamanya aku hanya mampu terpekur, diam. Tak tahu harus bagaimana. Kubiarkan kau dengan tangisanmu Nay,,, kubiarkan kau menuntaskannya, sebab aku yakin kau punya alasan kenapa harus menangis. Bagiku, jika dengan menangis akan membuatmu sedikit lebih tenang, menangislah…

Beberapa menit berlalu, tangisanmu tak jua mereda Nay,,, bahkan semakin menjadi. Aku merasakan, ada semacam bongkahan beban berat yang mendera hatimu. Ini yang membuatku bingung lalu cemas. Tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa selain mendengarkan tangisanmu itu. Menjelang duapuluh enam menit berlalu. Aku kembali mencoba bertanya padamu Nay,,, apa sebenarnya yang terjadi. Lalu dalam isak, kau terbata berucap “Ma,,, aaff…”. Hanya itu. Ya,,, hanya itu dan tak ada kelanjutannya.

Aku semakin bingung dengan kata maaf yang terucap di sela isakmu Nay,,, apakah “maaf” karena kau tak mampu menjelaskan tentang musabab tangismu. Atau “maaf” dengan arti kau hendak meminta maaf karena sebuah kesalahan yang tak sengaja kau lakukan padaku. Atau “maaf” karena membuatku bingung dengan isak tangismu. Atau apa,,,? Ah,,, lagi-lagi aku tak punya jawaban Nay,,, dan aku semakin bingung.

Lalu,,, saat hendak kutanyakan lagi tentang maaf yang kau ucapkan itu. Mendadak teleponmu terputus Nay. Secepatnya aku telepon balik ke nomermu. Tapi terlambat,,, nomermu sudah tidak aktif. Aku hanya mendapati suara perempuan dengan nada nyaris tanpa ekspresi berucap “telepon yang anda tuju sedang tidak aktif, cobalah beberapa saat lagi” kemudian dengan ucapan berbahasa inggris yang aku yakin artinya tidak jauh beda dengan sebelumnya.

Kau sudah tidak bisa dihubungi lagi Nay,,, ini yang semakin membuatku cemas dan tidak sedikitpun bisa tenang. Terus terang,,, semalaman aku memikirkanmu Nay,,, sampai akhirnya adzan subuh menyadarkanku bahwa malam sebentar lagi akan berlalu. Tapi tidak sedikitpun bayangan dan tangismu bisa berlalu dari ingatanku. Malah semakin kuat tertanam.

Perlahan aku beranjak dari kamarku. Segera berwudhu dan menunaikan sholat subuh. Ada yang jatuh dari kedua mataku Nay,,, hangat dan menggetarkan. Hangat itu mengalir saat aku tengadah dan memanjatkan doa pada Allah Sang Maha Segalanya. Aku mengadu padanya Nay,,, tentang segala hal yang aku alami. Juga tentang kamu. Bahkan aku menyebut namamu pertama kali Nay,,, aku meminta kebaikan dunia dan akherat untuk kamu dan keluarga. Tahukah kau Nay,,, bahwa sangat banyak yang kupinta pada Allah. Salah satunya tentu saja aku meminta petunjuk agar aku bisa segera memahami tangismu semalam.

Lalu di hatiku, subuh yang cantik ini bersepuh pilu Nay,,, aku merasakan pilu itu deras mengalir dari hatimu. Dan anehnya, semua bermuara ke ceruk hatiku. Sembari berusaha mendamaikan rasa cemas ini, aku mencoba menunggu matahari terbit di halaman rumah sambil senantiasa mengirup nafas dalam-dalam. Berharap resah ini pudar perlahan.

Salahkah jika aku mengabaikan tradisi, dan memilih lebih mempercayai Allah?

Smsmu selepas subuh itu menyentakku Nay. Matahari seolah urung memudarkan resah. Dan aku kembali berkubang dengan rasa cemas. Kemudian dalam resah kubalas smsmu penuh keyakinan.

Kau tak salah apa-apa Nay. Bahkan kau benar. Sangat benar! Allah yang menguasai segala hidup dan kehidupan ini! jangan sekali-kali meragukan Allah!

meski sedikit bingung, tapi aku berusaha meyakinkanmu Nay,, karena memang hanya Allah saja yang patut kita yakini. bukan yang lain. aku mencoba mengira bahwa ini yang menjadi sebab tangisanmu semalam Nay,,, tapi kenapa ada kata "maaf" yang kau ucapkan?


Khawatir sesuatu terjadi, kemudian aku mencoba menghubungimu. tapi lagi-lagi suara perempuan tanpa ekspresi itu yang menjawabnya “nomor yang anda tuju sedang tidak aktif. Cobalah beberapa saat lagi”. Aku terdiam. Kembali lesap dalam praduga, apa sebenarnya yang terjadi padamu.

Sungguh,,, hari ini aku sakit Nayla,,, badanku panas. Demam ini kian memelukku. Manjadi rindu dan pilu. Tapi aku yakin, kau juga tengah merasakan sakit, meski mungkin sakit yang kau alami tak sama dengan sakit yang aku rasakan. 
ini yang semakin membuatku gamang. 
Jika saja aku bisa, ingin rasanya aku mengambil sakit itu dari hatimu Nay,,, biarlah aku saja yang merasakannya. agar kau tak lagi menangis. agar kau bisa tersenyum dengan ceria.


Saat kau lebih tenang nanti,,, kumohon, sempatkanlah mengabariku ya Nay,,, rasa cemas ini tak akan pernah reda sebelum aku bisa memastikan, bahwa kau baik-baik saja. 

di sini,,, aku akan senantiasa mendoakanmu.

Tentang senyum,,,


Yang saya tahu tentang senyum;
Bias manis diantara dua sudut bibir. Lengkungannya seperti perbani yang menyembul dari gulungan awan putih. Atau serupa lengkung pelangi sehabis hujan sore hari. juga mirip hembusan damai serombongan angin timur. Atau seperti indahnya hujan salju yang lembut diantara rekahan bunga sakura.

Saat tersenyum;
Seperti menikmati denting gitar ketika senja. atau seperti bening embun subuh yang menitik di daun kemangi. Atau serasa mendengar gelak renyah bocah berumur tujuh purnama yang selalu berhasil meminang pagi.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: "Senyummu kepada saudaramu merupakan sedekah, engkau memerintahkan yang ma'ruf dan melarang dari kemungkaran juga sedekah, engkau menunjukkan jalan kepada orang yang tersesat juga sedekah, engkau menuntun orang yang berpenglihatan kabur juga sedekah, menyingkirkan batu, duri, dan tulang dari jalan merupakan sedekah, dan engkau menuangkan air dari embermu ke ember saudaramu juga sedekah." (HR. At-Tirmizi).

subhanallah,,, senyum merupakan cara termudah untuk mempererat persaudaraan, tersenyum juga merupakan cara termudah untuk mendapatkan pahala dari Allah, karena setiap senyum yang kita berikan secara ikhlas akan dinilai sebagai sedekah kepada saudara kita.

Maka,,, marilah tersenyum untuk berbagai alasan. Untuk memungut kebahagiaan, untuk mengubah keadaan agar lebih baik, mempererat tali ukhuwah, membahagiakan orang-orang sekitar, menumbuhkan kebiasaan positif, menyehatkan jasmani dan rohani, terlebih juga untuk menyunting ribuan pahala.
Semoga senyum ini berbuah ibadah,,, ^_^
Saat ini, saya tengah belajar lebih banyak tersenyum atas nikmat iman dan islam. Tersenyum untuk setiap langkah ibadah. Tersenyum untuk selembar pagi yang indah. tersenyum untuk rona senja yang cantik. Tersenyum karena masih bisa menikmati hidup dan kehidupan. Tentu saja senyum yang menyiratkan rasa syukur terhadap Allah Robbul Izzaty.

Saya bahkan "mengharuskan diri" selalu tersenyum untuk segelas teh yang masih bisa saya nikmati.
Alhamdulillah yah,,, teh_nya sesuatu banget,,, ^_^

Saya juga sedang belajar tersenyum untuk alasan rindu dan cinta. ^_^

tersenyum karena mengenal seseorang (dia yang selalu jatuh cinta pada gerimis). saya mulai tersenyum membaca surat-suratnya. tersenyum dengan sifat-sifatnya. tersenyum dengan impian-impiannya. tersenyum dengan perasaannya. tersenyum dengan cerita-ceritanya. tersenyum akan janji-janjinya. tersenyum sejak ia berada dalam angan-angan. juga tersenyum dalam lelap saat menunggunya sebelum senja.
senyum atau tidur yah,,,?? ^_^

Nasehat terindah,,,



Saya terkesima saat menemukan nasehat indah dalam “Romantika pergaulan suami istri” yang diperuntukkan bagi para suami-istri. Nasehat itu ditulis oleh Syaikh Mustofa Al-‘Adawy, Seorang ulama kelahiran Mesir yang hafal Al-Quran. Beliau lahir pada tahun 1945 di sebuah kampung bernama Maniah Samnud di wilayah al-Daqhaliah. Pernah menempuh pendidikan di falkutas teknik tepatnya jurusan Teknik Mesin pada tahun 1977.
Nasehat ini saya anggap penting untuk bekal saya dalam membina rumah tangga, atau barangkali juga saudara-saudara yang hendak atau bahkan sudah berumah tangga. Berikut nasehatnya:

Nasehat untuk suami:
Wahai sang suami ….
Apakah berat bagimu, untuk tersenyum di hadapan istrimu di kala dirimu masuk menemui istri tercinta, agar engkau meraih pahala dari Allah?!!
Apakah membebanimu untuk berwajah yang berseri-seri tatkala dirimu melihat anak dan istrimu?!!
Apakah menyulitkanmu wahai hamba Allah, untuk merangkul istrimu, mengecup pipinya serta bercumbu disaat engkau menghampiri dirinya?!!
Apakah gerangan yang memberatkanmu untuk mengangkat sesuap nasi dan menyuapkannya di mulut sang istri, agar engkau mendapat pahala?!!
Apakah susah, apabila engkau masuk rumah sambil mengucapkan salam dengan lengkap: “Assalamu`alaikum Warahmatullah Wabarakatuh” agar engkau meraih 30 kebaikan?!!
Apakah gerangan yang membebanimu, jika engkau menuturkan untaian kata-kata yang baik yang disenangi kekasihmu, walaupun agak terpaksa, dan mengandung bohong yang dibolehkan?!!
Tanyalah keadaan istrimu di saat engkau masuk rumah!!
Apakah memberatkanmu, jika engkau menuturkan kepada istrimu di kala masuk rumah: “Duhai kekasihku, semenjak Kanda keluar dari sisimu, dari pagi sampai sekarang, serasa bagaikan setahun”. Sesungguhnya, jika engkau benar-benar mengharapkan pahala dari Allah walaupun engkau dalam keadaan letih dan lelah, dan engkau mendekati sang istri tercinta dan menggaulinya, niscaya dirimu akan mendapatkan pahala dari Allah, karena Rasulullah bersabda: “Dan di dalam mempergauli isteri kalian ada sedekah”.
Apakah melelahkanmu wahai hamba Allah, jika engkau berdoa dan berkata: “Ya Allah perbaikilah istriku dan berkatilah daku pada dirinya” Sesungguhnya ucapan baik itu adalah sedekah.
Wajah yang berseri dan senyum yang manis di hadapan istri adalah sedekah.
Mengucapkan salam mengandung beberapa kebaikan.
Berjabat tangan mengugurkan dosa-dosa.
Berhubungan badan mendapatkan pahala.”

Nasehat untuk Istri:
Wahai sang Istri ....
Apakah akan membahayakan dirimu, apabila engkau menemui suamimu dengan wajah yang berseri, dihiasi simpul senyum yang manis di saat dia masuk rumah?
Apakah memberatkanmu, apabila engkau menyapu debu dari wajahnya, kepala, dan baju serta mengecup pipinya.?!!
Apakah engkau merasa sulit, jika engkau menunggu sejenak di saat dia memasuki rumah, dan tetap berdiri sampai dia duduk.!!!
Mungkinkah akan menyulitkanmu, jikalau engkau berkata kepada suami : "Alhamdulillah atas keselamatan Kanda, kami sangat rindu kedatanganmu, selamat datang kekasihku".
Wahai sang istri…
Berdandanlah untuk suamimu dan harapkanlah pahala dari Allah di waktu engkau berdandan, karena Allah itu Indah dan mencintai keindahan.
Pakailah parfum yang harum, dan ber-make-uplah, serta pakailah busana yang paling indah untuk menyambut suamimu.
Jauhi dan jauhilah bermuka masam dan cemberut.
Janganlah engkau mendengar dan menghiraukan perusak dan pengacau yang bermaksud merusak dan mengacaukan keharmonisanmu dengan suami.
Janganlah selalu tampak sedih dan gelisah, akan tetapi berlindunglah kepada Allah dari rasa gelisah, sedih, malas dan lemah.
Janganlah berbicara terhadap laki-laki lain dengan lemah-lembut, sehingga menyebabkan orang yang di hatinya ada penyakit mendekatimu dan menduga hal-hal yang jelek ada pada dirimu.
Selalulah dirimu dalam keadaan lapang dada, hati tentram, dan ingat kepada Allah setiap saat.
Ringankanlah suamimu dari setiap keletihan, kepedihan dan musibah serta kesedihan yang menimpanya.
Suruhlah suamimu untuk berbakti kepada ibu bapaknya.
Didiklah anak-anakmu dengan baik. Isilah rumah dengan tasbih, tahlil, tahmid, dan takbir, perbanyaklah membaca Al-Quran terutama surat Al-Baqarah, karena surat itu dapat mengusir setan.
Bangunkanlah suamimu untuk melaksanakan shalat malam, doronglah dia untuk melakukan puasa sunah, ingatkan dia akan keutamaan bersedekah, dan janganlah engkau menghalanginya untuk menjalin hubungan siraturrahim dengan karib kerabatnya.
Perbanyaklah beristighfar untuk dirimu, suamimu, serta kedua orang tua dan seluruh kaum muslimin.
Berdoalah kepada Allah, agar dianugerahkan keturunan yang baik, niat yang baik serta kebaikan dunia dan akhirat. Ketahuilah sesungguhnya Rabbmu Maha Mendengar doa dan mencintai orang yang nyinyir dalam meminta. Allah SWT berfirman: "Dan Rabbmu berkata: “Serulah Aku niscaya Aku penuhi doamu” (Al-Ghafir : 60).
*****

Sungguh, hati saya tiba-tiba gerimis membaca nasehat-nasehat indah itu.
Ya Allah,,, tuntunlah hambamu ini agar mampu menjadi seorang suami yang baik terhadap istri dan anak-anak hamba kelak. Anugerahilah hamba seorang istri yang sholehah, yang mampu menjaga kehormatan hamba dan keluarga. Karuniakan juga anak-anak yang sholeh dan sholehah dalam rumah tangga kami kelak. Amin…

Karena engkau adalah Nayla,,,


Hujan yang selalu mengantarkan kerinduan

“Hujan kembali turun dengan derasnya…”

Lagi,,, 
selarik cemas menikamku seiring sms yang kau kirim itu Nay… kau sudah tahu kan, bahwa aku paling tidak bisa membiarkanmu gigil dalam ketakutan. Membiarkanmu cemas dalam derasnya hujan dan gelegar guntur, sama seperti membiarkan tubuhku terombang-ambing dalam gulungan badai di lautan lepas. Tentu hanya ketakutan memuncak yang kita rasakan.

Kau pernah bertanya padaku Nay,,, kenapa aku mencemaskanmu. Dan aku hanya punya satu jawaban. Karena engkau adalah Nayla,,, perempuan dengan segala keanggunan sikap dan sifat. Kau seperti ayat-ayat yang “dikirim” Tuhan untuk aku baca dan aku tafsirkan. Meski memang tidak mudah menafsir segala yang ada padamu. Bahkan aku seringkali tersesat memahami senyummu. Kau lebih rumit dari sebait puisi Nay. Itu yang aku tahu.

Aku masih mampu berteriak lantang jika berhadapan dengan puisi Nay,,, tapi aku tetap hanya bisa diam jika berhadapan denganmu. Sebuah sikap yang barangkali terlihat lucu di hadapanmu. Ah,,, aku masih ingat saat dalam gerimis kau menelponku Nay,,, kau sempat membacakan sebuah puisi yang ditulis Chairil Anwar:

Kalau kau mau kuterima kembali/ dengan sepenuh hati/ aku masih tetap sendiri/ kutahu kau bukan yang dulu lagi/ bak kembang sari sudah terbagi/ jangan tunduk!/ tentang aku dengan berani//
Kalau kau mau kuterima kau kembali/ untukku sendiri tapi/ sedangkan dengan cermin aku enggan berbagi//

Saat itu aku mendengarkanmu dengan sangat masygul. Aku tak tahu apa maksudmu. Maka,, saat kau telah usai membacakan puisi itu, dengan sedikit gugup aku bertanya tentang maknanya. Aku takut lagi-lagi aku salah menafsirkannya. Sejenak kau tertawa renyah Nay,,, lalu dengan suara lembut, pelan-pelan kau berkata:

“Aku membacakan puisi ini untuk mewakili hatimu. Kau seseorang yang patut dihargai. Bukan untuk dilukai. Aku memahami perasaanmu yang pernah perih saat diabaikan. Aku memahami hatimu yang nyaris selalu diam meski kau selalu dikesampingkan. Aku tahu, saat kau pernah menaruh harapan besar pada seseorang, dan dia juga mengaku punya perasaan yang sama denganmu, ternyata kau masih diacuhkan olehnya. Dia masih lebih mementingkan perasaan orang lain dari pada perasaanmu. Aku tidak ingin perasaanmu terus menerus dirajam luka oleh orang-orang yang mengaku menyayangi kamu tapi sikapnya tak pernah menunjukkan bahwa kau istimewa baginya. Aku tahu itu,,, sangat tahu. Dan perlu kau tahu, aku adalah orang pertama yang paling tidak terima dengan perlakuan seperti itu terhadapmu” lalu kau terisak Nay… sejenak aku bingung bagaimana cara mendiamkan isakmu. Ingin rasanya aku menghapus air matamu, tapi aku tak sedang disampingmu. Jikapun aku tengah di sana, tak mungkin aku berani, karena kita masihlah belum halal satu sama lainnya.

Maka perlahan aku juga mulai bicara padamu Nay,,, aku menjelaskan bahwa aku sudah ikhlas menerima perlakuan seperti itu. Karena dengan terluka, aku bisa belajar tegar. Aku belajar kuat. Aku belajar bagaimana bangkit setelah berkubang dengan rasa sakit. Dan sekarang,,, aku sudah pulih. Aku sudah mampu berdiri dengan tersenyum.

Aku memang pernah terluka Nay,,, tapi itu sudah menjadi bagian dari masa laluku. Aku berterimakasih karena kau tidak saja peduli denganku saat ini. tapi juga berempati dengan masa laluku. Kini,,, tak ada alasan bagiku untuk terus menerus lebam dalam duka Nay... karena ada kamu yang mencemaskanku. Mengkhawatirkanku.

oh iya,,, kabari aku jika kau pulang ya Nay,,, kau sudah berjanji kan untuk memberikan aplikasi baru di notebookku. dan aku selalu menunggu itu. nanti, saat kita bertemu, jangan bertanya lagi kenapa aku mencangkingkan harapan padamu ya? Karena engkau adalah Nayla…

“Hujan sudah reda,,, aku pulang ke kost dulu ya” 
smsmu menyadarkan lamunanku. melegakanku.
^_^


Barangkali berminat, liriklah ini:
*Aku mencemaskanmu,,,
*aku mencintaimu senja,,,
*Kau datang dengan rona pelangi,,,
*Sajak cinta,,,

Ikhlas itu,,, emm,,, ikhlas itu,,, apa ya?


*Hari pertama saya mendatangi teman-teman dengan sebuah pertanyaan “menurut kamu ikhlas itu apa?”

“Intinya Ikhlas itu tidak mudah loh,,,” (wajahnya serius)
“Ikhlas itu,,,, emmm,,,, ikhlas itu,,,, apa ya?” (keningnya berkerut tanda mikir)
“Ikhlas itu merelakan… ya,, merelakan” (menjawab sambil tersenyum) ikhlas banget ngejawabnya.

Next:
*Hari kedua dengan teman yang berbeda tapi pertanyaannya sama.

“Ikhlas itu menerima apa adanya….” (sambil mengangguk-angguk)
“Tidak menuntut…. Itulah ikhlas” (telunjuknya diarahkan ke hati saya)
“Ikhlas itu,,, ridha terhadap takdir Allah…” (kedua tangannya diangkat dengan sikap berdoa)

next
*Hari ketiga dengan pertanyaan yang sama. Tapi dengan teman yang berbeda

“Ikhlas secara bahasa bermakna bersih dari kotoran. Membersihkan diri dari kotoran” (gayanya mirip Ustadz Jefri)
“Hanya berharap ridha Allah saja dalam beramal, yaa. Tidak menyekutukan-NYA dengan yang lain, itulah ikhlas. Betul tidak,, ya’” (yang ini mirip A’a Gym)
“Ikhlas,,, ya ikhlas,,, itu saja…” (sedikit tersenyum)

Itu komentar beberapa teman saya saat ditanya tentang ikhlas. Lalu saya banyak belajar dari mereka. Meski barangkali jawaban mereka beragam. Tapi saya yakin maksudnya sama. Saya pulang dengan rasa puas. Dalam perjalanan pulang, saya teringat salah satu film yang mengajarkan tentang keikhlasan juga. “Kiamat sudah dekat”

Film ini menceritakan tentang suatu kisah yang berawal dari musibah yang tak sengaja menimpa Fandy (Andre Taulany), terkena timpukan es krim seorang bocah yang sedang ngambek, dan hilangnya sepatu lars yang dicuri saat ia sedang membersihkan diri di sebuah musholla oleh Saprol (Muhammad Dwiky Riza), seorang bocah penggila musik rock.

Fandy, seorang rocker kelahiran Amerika, akhirnya dipertemukan dan jatuh cinta dengan Sarah (Ayu Pratiwi), seorang gadis cantik dan berjilbab, putri Haji Romli (Deddy Mizwar).
Namun sayang Sarah telah dijodohkan dengan Farid, seorang pemuda yang masih kuliah di Kairo. Dan tidak mungkin H. Romli rela menikahkan anaknya dengan pemuda berandalan yang buta agama, bahkan ketika ditanya soal khitan, Fandy tidak tahu apakah dia sudah dikhitan atau belum. ^_^ Namun kenekatan Fandy membuat H. Romli memberinya kesempatan dengan beberapa syarat:
1.    harus bisa Sholat, 
2.    bisa Mengaji, dan
3.    menguasai ilmu ikhlas 
semua syarat itu harus dipenuhi dalam tempo dua minggu.

Untuk lulus dari persyaratan tersebut, akhirnya Fandy meminta bantuan Saprol untuk mengajarinya salat dan mengaji. Hal ini yang membuat heran teman dan keluarga Fandy, apa yang terjadi dengan anak ini, dan dengan bahasa diplomatis dia menjawab "Kiamat sudah dekat, Men!”

Betapa mengharukannya perjuangan seorang fandi yang rela bersusah payah belajar sholat dan ngaji hanya untuk mendapatkan sarah. Berhari-hari ia lakoni itu. Tepat di hari yang sudah ditentukan, Fandi datang ke masjid. Ia dengan tersenyum berucap salam pada H. Romli, Farid, yang ditemani ayahnya. Ketika tiba saatnya Ayah Sarah akan menentukan pilihan, Fandi meminta ijin untuk bicara. Ia berbicara dengan kalimat-kalimat yang indah. Menyiratkan keikhlasan yang sesungguhnya. Ia merelakan sarah menikah dengan orang lain. Perjuangan yang sudah ia lakukan selama ini tidak kemudian menjadikannya arogan memaksakan kehendak. Ia akhirnya sadar, dan merasa senang sudah bisa mengenal islam dengan baik karena menganal sarah. Ia mengikhlaskan sarah karena Allah.

Semua yang mendengarkan tercengang. Terlebih H.Romli. ia tertegun. Kemudian Fandi berbalik hendak meninggalkan tempat itu. Tetapi langkah kakinya terhenti saat dengan tiba-tiba H. Romli menentukan pilihan padanya. Ia terkejut. Setengah tidak percaya. Padahal sebelumnya Fandi sudah tidak memaksakan kehendaknya lagi. Tapi,,,? Itulah ikhlas. Merelakan. Menerima setiap kenyataan yang dialami.

Hati saya gerimis di sepanjang jalan pulang

Saya juga teringat beberapa teman-teman yang mengikuti event, kompetisi atau lomba-lomba yang memperebutkan hadiah menggiurkan. Saya yakin, saat jadi peserta, teman-teman saya itu berharap untuk jadi juara. Tapi ketika pengumuman datang, lalu gagal menjadi juara, maka berbagai ekspresipun muncul. Pernah saya melihat teman saya pulang dengan raut wajah sedih. Ada yang menggerutu lalu menganggap juri tidak objektif. (memang, tidak semua juri bisa objektif. Terkadang objektifitasnya harus kalah dengan kepentingan). Ada juga teman saya yang mencak-mencak dan menuntut dewan juri menjelaskan kenapa namanya tidak jadi juara. Tetapi ada juga yang tersenyum. Sangat menyadari tentang kemampuannya. Lalu dalam hatinya timbul kesadaran, bahwa ia harus belajar lebih giat lagi. Berlatih lebih intens lagi agar suatu saat juga bisa juara. Mereka mengambil pelajaran dari kegagalannya. Terlepas karena juri yang tidak objektif, atau kemampuannya yang perlu ditingkatkan. Intinya mereka ikhlas. Indah bukan?

Dan saya masih diperjalanan pulang

Saya ingat sebuah pengalaman yang saya alami. Misalnya dulu,,,, dulu sekali,,, pernah saya menulis sebuah catatan tentang saya dan seseorang (ciiee,,,). Saat menulis, saya berupaya semaksimal mungkin agar tulisan saya bagus. Mempertimbangkan setiap kata dan kalimat yang saya pilih agar terbaca manis. Agar kalimat-kalimat saya indah. Saya ingin, setidaknya orang itu tersenyum saat membacanya. Kemudian saya publikasikan di Facebook (waktu itu jika tak salah ingat saya masih punya akun fb).

Sembari memposting tulisan, saya sms pada seseorang yang saya maksud tadi. Meminta persetujuannya karena saya juga menyertakan foto kami yang berlatar senja. (kheem,, kheemm,,). Tapi saya sedikit terkejut karena ia bilang hendak melihatnya terlebih dahulu sebelum di publihs. Lalu kirim balas sms berlanjut. Intinya saya melihat nada keberatan dari sms-smsnya, karena mungkin ada alasan yang tidak saya ketahui. Saya sempat terkejut. Sadar bahwa saya sudah melakukan kesalahan. Tidak meminta persetujuannya terlebih dahulu sebelum mempublish catatan + foto itu.

Lalu apakah saya harus marah, kecewa, dan mencak-mencak? Tidak,,, saya justru bersyukur karena bisa menyadari sebuah kesalahan. Saya merasa beruntung bisa belajar dari kesalahan itu agar tidak mengulanginya lagi. Kemudian saya tersenyum sambil menghapus tulisan yang sudah saya posting. Sekaligus saya juga menghapus file catatan itu dari komputer.

“Apa tak sayang jika dibuang?” bisik hati saya.
Saya tersenyum mendapati pertanyaan dari hati. Saya bisikkan padanya, bahwa saya lebih sayang dengan hubungan saya dengan orang-orang di sekeliling saya, dari pada sebuah tulisan yang belum tentu juga mendatangkan kebermanfaatan bagi saya, apalagi bagi orang lain.

Apakah ini juga bagian dari ikhlas?
Entahlah,,, yang jelas saya damai setelahnya.


Ah,,, ternyata saya sudah sampai dirumah. Perjalanan yang indah. Insya allah perjalanan yang penuh keikhlasan. Amin… ^_^

Alhamdulillah yah,,,,

Dua Rindu,,,


Seharian saya mengurung diri di kamar. Hanya mendengarkan musik, menulis catatan ringan (itupun belum selesai), main game di notebook, dan merenung. Itu saja. ini memang bukan kebiasaan saya, menjadi orang yang senang mengurung diri di kamar. Biasanya jika liburan datang, saya selalu menyambutnya dengan ceria. Telepon beberapa teman, jalan-jalan ke gunung (saya menyukai gunung. Rasanya damai setiap kali melihatnya), jalan-jalan ke pantai (saya juga suka laut, warnanya selalu memikat hati), ramai-ramai silaturrahim ke rumah kawan lama, atau tergelak dengan teman-teman di radio.

Tapi kali ini sikap saya terasa aneh bagi orang-orang di sekitar. Pun untuk adik saya sendiri.
“Kok murung?” Tanya adik saya saat mendapati kebengongan saya di depan notebook. saya menoleh sambil tersenyum hambar padanya “aku lagi nulis, jadi konsentrasi” kemudian dia berlalu dengan kening yang sedikit mengkerut.

Saya belum menemukan alasan yang tepat untuk keluar dari kamar. Mau makan, rasanya masih kenyang. Mau beli pulsa, kebetulan masih ada. Melihat agenda kegiatan di blocknote, juga kosong. Sedangkan di luar, Segala sesuatunya tampak kurang menarik. Lalu saya coba mencari-cari, apa sebenarnya yang terjadi pada saya? Kenapa bisa begini?. Berbagai jawaban coba saya cocokkan dengan gundah di hati. Tapi belum juga benar. Patah hati, nggak. Dikecewain orang, juga nggak. Sedih, juga nggak. Lalu apa ya?
Saya merenung. Memikirkan kemungkinan-kemungkinan lain yang menjadi sebab.
Lalu saya menyadari satu hal.

Rindu!

Ya. Saya tengah merindukan orang-orang terdekat. Ternyata rindu yang membuat saya jadi seinklusif ini. hanya berdiam diri di kamar. Males beraktifitas di luar rumah dan yang paling parah, saya tidur dengan muka ditutup bantal. Perilaku aneh. Seaneh perasaan saya sekarang.

tentang kerinduan saya.

Disadari kemudian, setelah melewati fase malas, kemudian tidur menutup wajah dengan bantal, ternyata saya memang tengah merindukan dua orang perempuan yang paling istimewa dalam kehidupan saya saat ini.

Perempuan pertama adalah Ibu. Saya seringkali menyebutnya malaikat dalam kehidupan saya. Mungkin sebutan itu berlebihan menurut orang lain, tapi tidak bagi saya. Sebab, lantaran ibu jugalah saya bisa menikmati hidup seperti saat ini. (tentu yang paling menentukan adalah Allah SWT). Alhamdulillah,,, berkat doa dan motivasi dari ibu, saya bisa tertempa di berbagai tempat. pernah merasakan panas jalanan saat memburu berita sewaktu jadi wartawan. Pernah menghabiskan hari-hari di depan komputer sewaktu jadi editor untuk majalah. Kemudian terdampar jadi Announcer salah satu stasiun radio di kota kelahiran (pernah juga merasakan serunya Live report dari Te-Ka-Pe. ^_^). Pernah belajar ngajar di MAN, STKIP PGRI dan di beberapa madrasah swasta. Hingga akhirnya menitikkan dua butir airmata, entah sedih atau terharu saat menerima SK tahun 2010 (karena kemudian ditugaskan di pulau terpencil). Berkat motivasi dari ibu juga akhirnya saya bisa menyelesaikan pascasarjana sesuai target. Terimakasih ibu.
Malaikat hidupku,,, Ibu...
Saya sadar, sembilan bulan lebih ibu mengandung saya. Bertahun-tahun ibu merawat bayi kecilnya hingga tumbuh remaja. masih saja belum cukup, kembali saya merepotkan beliau dengan “kenakalan-kenakalan” yang tak terelakkan. Berkali-kali juga kecelakaan motor lantaran terdampar dalam balapan liar. Meski demikian, tak pernah saya dapati Ibu membenci dan meminta kembali kasih sayang yang sudah diberikan pada saya. Tak pernah. Ibu selalu tersenyum buat saya.

Ibu juga yang merelakan sebagian besar waktunya untuk mendoakan saya. Anaknya yang seringkali bandel ini. tak pernah lelah menjadi motivator bagi saya. Masih jelas terbayang dalam benak saya saat dulu, Ibu tetap tersenyum melihat nilai rapor saya yang penuh angka “merah”. Menjadi peringkat ke-38 dari 38 siswa. Luar biasa bukan?
Artinya, Saya adalah siswa paling bodoh sewaktu duduk di kelas 1 Aliyah (sekarang kelas X). dan ibu tidak pernah menunjukkan raut kekecewaan pada saya saat itu. “Kamu sebenarnya pintar,,, Cuma mungkin kurang beruntung saja. tidak apa-apa. Berarti kamu harus giat belajar dan rajin berdoa agar Allah menganugerahkan ilmu yang bermanfaat bagimu.”

Saya sedikit heran saat itu. Kenapa ibu tidak kecewa? Kenapa tidak marah? Kenapa malah memujiku sebagai anak yang pintar? Padahal sebelumnya saya cemas untuk pulang ke rumah dengan nilai rapor seperti itu. Butuh keberanian luar biasa. Tapi sampai di rumah, ibu berhasil menghapus semua ketakutan saya itu. Tentu tak bisa saya temukan jawabannya saat itu. Tapi sekarang, setidaknya saya sudah mulai sedikit memahami apa yang ibu nasehatkan dulu.

Pertama, Ibu tidak mau menunjukkan kekecewaan atau kemarahan pada saya karena lebih mementingkan kondisi kejiwaan saya yang saat itu tentu masih labil. Ibu khawatir semangat saya akan turun lantaran hasil rapor yang jelek. Jika bukan orang tua yang menguatkan dan tetap memberi semangat, lalu siapa lagi? Tentu tidak mungkin jika orang lain. Ibu juga tidak terjebak dengan angka-angka di rapor. Bagi ibu, yang terpenting adalah bagaimana saya tetap berusaha, berikhtiar dan berjuang dalam kehidupan ini. Hasil akhir tetaplah milik Allah SWT.

Apa jadinya saya jika misalnya saat itu dibentak-bentak kemudian dibilang Bodoh atau Goblok? Mungkin saya malah akan stress. Lalu uring-uringan. Tidak semangat belajar, bahkan mungkin memilih mundur dari bangku sekolah. Maka beruntunglah saya mempunyai ibu sebijaksana beliau. Bukan hanya tidak marah, tapi malah memuji, padahal saya tahu bahwa pujian itu hanya untuk menyenangkan hati saya. Tapi sejujurnya, saya bisa lebih semangat karena sikap ibu yang tidak meremehkan saya. Kemudian saya mulai menyadari, bahwa pada dasarnya, setiap anak mempunyai kemampuan yang sama. Hanya bagaimana mengoptimalkan kemampuan itu. Tentu saja salah satunya adalah rajin belajar. Juga berdoa. Alhamdulillah,,, pelan-pelan saya beranjak dari peringkat 38. Makin lama makin ke atas. Hingga di kelas akhir, saya bisa juga mencicipi 3 besar. Tersenyum manis di peringkat 2. (hehe,,, mulai narsis nih. Astaghfirullah,,,)

Kedua, ibu ternyata tidak menuntut saya mempunyai ilmu yang banyak, tapi ilmu yang barokah. Bermanfaat bagi saya sendiri, keluarga, dan orang lain. Bukankah memang ilmu yang barokah yang akan menjadi amal jariyah? Setiap ilmu yang diperoleh, lalu diamalkan di jalan yang benar, insya allah akan menjadi jalan indah menuju haribaan Allah SWT.

^_^

Sekarang,,, Ibu tengah “bertamu” ke Rosulullah. Menunaikan ibdah umroh ke tanah suci. (Allah,,, lindungilah perjalanan Ibu ya Rob,,, Engkau yang Maha mengatur segalanya). Lalu saya merasakan betapa kerinduan ini semakin membuncah terhadap beliau. Saat pagi tiba misalnya,,, biasanya ada sarapan yang sudah Ibu siapkan untuk anaknya yang manis ini (halahh…). Tapi sekarang,,,? Ah,,, jika kebetulan adik saya tidak masakin saya, (karena dia sudah tinggal dengan suaminya) maka saya harus masak sendiri. Meski tak seterampil saat mondok dulu, paling tidak masih bisa masak. Asin-asin dikit juga gak masalah. Yang penting kenyang. Atau kalau lagi malas masak, ya beli makan di luar. Ngenes. Tapi tidak apa-apa,,, sesekali saya memang harus mandiri. Tidak boleh selalu menunggu masakan ibu saja untuk makan. (Siapa tahu, seseorang yang sangat menyukai gerimis itu sebentar lagi akan benar-benar masak buat saya) Inilah yang juga menjadi semangat buat saya untuk sesegera mungkin menikah. ^_^

Masih tentang kerinduan…

Perempuan kedua yang saya rindukan adalah dia, perempuan dengan jilbab merah tua yang datang sebelum senja. mengingat segala hal tentangnya berarti mengingat-ingat beberapa episode terindah buat saya sekarang. percakapan-percakapan panjang yang terasa pendek dengannya, sedikit gugup saat melepas senja bersama. Menikmati pendar-pendar lampu kota di malam hari. Makan malam di trotoar sambil bertukar kisah. Menikmati 3 butir peluh di keningnya yang akhirnya dia usap dengan punggung tangannya sendiri. Menatap bening matanya yang selalu menyisakan rindu. Tersenyum melihat gaya bicaranya yang menggemaskan. (duhai,,, aku tiba-tiba merindukan senyummu yang semanis madu sayang,,,). Perempuan itu pelan-pelan mulai mengisi hati saya. Menanamkan rindu yang mulai lebat berbuah. Saya merindukan kehadirannya. Sangat. Bukan semata karena saya tidak ada yang nyiapin makan. Tapi lebih karena saya ingin sesegera mungkin meraih cita-cita terbesar dalam hidup. yaitu, memuliakannya sebagai seorang istri.

(Rindu untukmu ibu,,, rindu untukmu duhai calon istriku…)


Doa tengah malam,,,


Rob,,,
Jika Kau ijinkan,,,
Aku ingin memetik hatinya lewat bias terindah di bulan sya’ban.
(Perempuan dengan jilbab merah tua yang datang sebelum senja,,)
Menjadikannya seorang ibu bagi anak-anakku kelak.
Menjadikannya teman dalam meniti ibadah.
Menjadikannya sandaran saat aku lelah.
Menjadikannya penentram saat hati gelisah
Menjadikannya tempat pulang terindah saat jiwa gundah

Rob,,,
Karena Engkaulah aku mencintainya,,,
aku yakin dan percaya,,,
Engkau tak akan pernah sedikitpun berhenti menyemai cinta…

Rob,,,
Aku sangat lemah tanpa kasih sayangMU.
Aku juga tak mungkin bisa menjemputnya tanpa ridhaMU
Maka berikanlah petunjuk terbaik bagiku,
Agar langkah ini tak menuai pilu.

Aku memang mencintainya Rob,,,
Tapi aku lebih mencintaMU.
Jika memang,,, dia adalah perempuan yang Kau pilih untuk mendampingiku,
Mudahkanlah jalanku untuk menjemputnya
Tapi jika sebaliknya
Insya allah aku ikhlas
Karena aku tetap punya Engkau,,, Yang Maha Segalanya.



Menjadi juara untuk cinta,,,


Beberapa hari yang lalu, secara kebetulan saya menonton Audisi Indonesian Idol di televisi. Ajang pencarian bakat bidang tarik suara itu memang sudah berjalan dalam beberapa tahun terakhir. Banyak juga yang “berhasil” jadi artis terkenal lantaran jalur tersebut. Sebut saja, Mike, Judika, Winda, Giselle, de-el-el.

Enak kan?

Gak perlu berpanas-panas kerja tapi dapat duit yang banyak, plus popularitas yang semakin meroket. Seolah-olah mudah. Tapi tunggu dulu,,, tentu saja untuk menjadi juara tak semudah membalikkan telapak tangan. Sang juara itu harus berhasil menyingkirkan ribuan pesaing lainnya. Harus latihan yang keras terlebih dahulu. Lalu berjuang tanpa kenal lelah. (jangan lupa sediain “modal” yang cukup juga). Sebab tanpa semua itu, jangan harap bisa berhasil meraih predikat Sang Juara.

Dalam Ajang tersebut, beberapa nama beken dalam dunia musik dihadirkan untuk menjadi “eksekutor”. Anang Hermansyah, Ahmad Dhani, dan si cantik Agnes Monica. Tetapi saya tidak akan membahas tentang penampilan dan aksi para juri tersebut saat bertugas "memilih". Tidak. Itu bukan dunia saya. ^_^

Saya hanya tertarik untuk bercerita tentang salah satu peserta Audisi itu. Namanya Felix Maringka. Saya menulisnya sekarang berdasarkan ingatan saja. “Om Felix”—begitu Agnes Monica memanggilnya. Ia berusia 66 tahun, dan merupakan peserta paling senior Indonesian Idol 2012. Saat tampil di hadapan para Juri. Om Felix menyanyikan lagu berbahasa inggris. Jika tak salah ingat, Om Felix bilang judulnya What a Wonderful Word milik Louis Armstrong. tentu saja saya tak hafal liriknya. Maklum. Saya tidak bisa berbahasa inggris. ^_^

Tapi sungguh, ada hal lain yang membuat saya tersentuh dengan Om Felix. Diusianya yang sudah 66, secara tidak langsung Om Felix sudah mengajarkan keteguhan hati dan semangat yang dahsyat pada saya. Percaya dirinya juga luar biasa. Dia mengikuti Audisi itu bukan karena ingin menjadi juara di ajang tersebut. Tetapi ingin membahagiakan istri tercintanya, Pauline, yang saat itu tengah terbaring sakit stroke. (semoga cepat sembuh)

Begitu besar rasa cinta yang ditunjukkan oleh Om Felix terhadap sang Istri, sehingga dia rela menyempatkan diri untuk ikut Audisi Indonesian Idol. Itu merupakan salah satu cara bagi Om Felix untuk menunjukkan bahwa ia tidak pernah main-main dengan cintanya.

Menurut Om Felix, cinta adalah bagaimana membangun komunikasi. Kunci utamanya adalah komunikasi. Banyak pasangan suami-istri yang belum memahami hal ini. jika kebetulan ada persoalan, rata-rata mereka masih suka memilih mengedepankan keegoisan semata dari pada menghargai perasaan pasangan masing-masing. Ini adalah pola hubungan yang kurang benar. “Jadi, jika ada masalah dalam cinta, maka cepatlah selesaikan. Jangan suka menunda-nunda” ungkapnya sambil tersenyum saat ditanya tentang konsep cinta oleh Para Juri.

Om Felix memang tidak juara. Dan dia tidak akan pernah bisa jadi juara dalam ajang tersebut. Tapi Om Felix sudah menjadi juara bagi Pauline, istrinya yang berusia 69 tahun. Meski beda umur, ternyata tidak pernah menimbulkan masalah bagi mereka. Pauline adalah pelabuhan cinta bagi Om Felix. Begitu juga sebaliknya.

Menjadi juara bagi rasa cinta memang tidak selamanya harus menjadi juara dalam ajang-ajang kompetisi seperti Indonesian Idol. Tapi menjadi juara dalam cinta adalah memuliakan orang yang dicintai. Memberikan perhatian yang tulus dan tetap menghargainya sebagai bagian terpenting dalam jiwa. itulah Sang Juara yang sebenarnya. ^_^




*Semoga aku bisa menjadi juara dalam hatimu ya Bening,,, seperti juga engkau yang sudah menjadi juara di hatiku*

Calon sang juara tidak boleh mengabaikan sholat meski dlm perjalanan,,, ^_^



Satu hari di ujung Desember


Pernah.
Satu hari di ujung desember.

Seperti biasa, saya berangkat ke radio seusai sholat maghrib. Ditemani  si kupu-kupu rindu (motor matic tersayang) dan si “biru” (notebook tercinta). Barangkali nasiblah yang mempertemukan saya dengan dunia broadcasting seperti saat ini. Kalau bahasa islaminya, Allah yang sudah memberikan jalan bagi saya untuk jadi seorang Announcer tepat disaat masih berstatus sebagai mahasiswa. (tuing… ^_^)
Ah,,, lupakan saja dunia kampus yang penuh haru biru itu. (Hehe…)
Kembali ke dunia “nyata”. Dunia saat ini.
Di radio, saya onair pukul 19.00 teng. Berucap salam. Menyapa pendengar dengan senyum manis + suara ceria (mau tidak mau emang kudu ceria). “apapun yang terjadi, seorang Announcer tidak boleh punya kamus sedih, BeTe, atau Galau saat onair” kata seorang instruktur penyiaran ketika mengisi diklat Announcer yang saya ikuti beberapa tahun silam. Lalu “doktrin” itulah yang sampai saat ini tetap saya “anut”. Hohoho….
Malam itu, sengaja saya pilih Lagu-lagu karya anak negeri yang mengusung tema cinta, rindu dan kesedihan. Bukan tanpa alasan. Karena memang,,, tema seperti itulah yang paling bisa menyentuh indera dengar “pemirsa” yang rata-rata masih remaja. (seperti saya. Haha…). Untuk topic siaran saya pilih “Saat ada seseorang yang belum kenal lebih dalam, tapi serius ngajakin nikah”. Topic ini bersifat umum. Bisa buat cowok. Bisa juga buat cewek. Hehe… ada kan, cewek yang ngajakin nikah??
Jelang 30 menit saya cuap-cuap di “Romansa” (nama acara yang saya pandu malam itu). Sayapun membuka line telepon. Beberapa penelpon sudah “gabungan”. Berbagai argument sudah mereka lontarkan. Mulai dari menganggap itu sebuah kesempatan bagus. Sampai pada ketidaksetujuan jika belum kenal jauh terlebih dahulu. (rata-rata cewek yang bilang gini). It’s OK. Saya hanya ngajakin merela share saja. Lalu beberapa lagu yang mereka request saya hadirkan. Hingga suatu saat, telepon kembali berbunyi.
“Assalamu’alaikum, romansa,,,” sapa saya saat menerima telepon dari pendengar.
“Wa’alaikumsalam… Mas Avan yah…?” suara seorang perempuan. Renyah. (mirip keripik singkong. Hehe..)
“Yoi,,, dari siapa, di mana nih,,,?”
“Ini Selvi Mas… di seputaran kota” jawabnya.
“Em,,, berarti muter-muter dong…” jawab saya sedikit tertawa (tak kalah renyah).
“Kok Muter-muter?”
“Ya kan kalo seputaran kota berarti satu kali muterin kota Sel,,?”
“hahaha… iya bener, bener…”
“Ikutan topic dulu dong Sel,,,” saya mengingatkan.
“Iya Mas,, tenang aja.. tapi Mas Avan kok beda sekarang ya?”
“Beda apanya Sel?”
“Udah rambutnya gondrong. Pake anting lagi.” Glek!!! Saya tercekat nelen ludah.
“Eh,,, aku gak pake anting Sel. rambutku juga gak gondrong.” Saya sedikit heran dengan “tuduhan” itu. Huhuhu…
“Ah,,, jangan mungkirlah Mas,,, baru tadi siang loh,,, aku liat Mas Avan dengan tampilan baru itu. Keren kok Mas,,, malah tambah asyik…”
“haha… tambah asyik gimana Selviii,,,,,, (udah mulai geregetan). itu bukan aku… udah deh,,, jangan bahas tampilan. Kamu salah orang.” Saya harus berjuang demi keadilan. ^_^
“Saya gak mungkin salah orang Mas... tadi Mas Avan juga naik Motor Gede sambil pake sarung kan? Terus, udah gitu, gak pake helm lagi. Jadi ramputnya terurai dengan jelas Mas” GLEK!!! Sungguh terlalu penelepon itu. Jelas-jelas itu bukan saya. Tapi saya tidak berdaya karena posisi saya yang mengharuskan bersikap manis pada setiap penelepon. Jadilah saya nyengir sambil garuk-garuk kepala di Box Siar. Akhirnya saya nyerah.
“hehe… kok kamu tahu Sel,,,?” saat itu saya berpikir, biarlah saya ikutin apa maunya.
“Berarti bener kan, Itu Mas Avan??” suaranya tambah renyah.
“Iya.. itu aku Sel.. hiks hiks…”
“Ah,, boong… Mas Avan boong…” Saya keki plus terkejut.
“Kok boong..??”
“Soalnya yang tadi itu bukan Mas Avan… aku tahu Mas Avan rambutnya gak gondrong. Gak pake anting juga kan?” dia bertanya sambil tertawa.
“Iya. Kau benar Sel. Pokoknya terserah kamu aja deh,, tampilanku kayak apa hehe,,, (ketawa dipaksain) aku nyerah. Yang penting kau ikutan topic dulu yah…?”
“Jangan nyerah dong Mas… itu tadi Mas Avan atau bukan?”
plok! Saya tepuk jidat. Gokil banget tuh anak.
“Aku terserah kamu aja deh Sel,, sekarang,,, ngomongin topic dulu yah?,,, nah,,, gimana menurutmu kalau misalnya ada seseorang yang bener-bener serius datang ke kamu, lalu ngajak nikah? Sementara kamu belum kenal lebih jauh sama orang itu”
“Ih,,, Mas Avan serius mo ngajakin Selvi Nikah? Beneran nih? Emang udah tahu sama selvi…? Nanti nyesel loh…” hadehh,,, bener-bener mati kutu rasanya dapat penelepon kayak gini.
“Itu topic siaran kali ini Selviii…… bukan aku… huhuhu…” nada suara saya sudah terisak.
“Kalo menurut selvi sih,,, gak masalah Mas.. yang penting Mas Avan datang ke rumah orang tua Selvi dulu. Nah, setelah itu baru bicarain pernikahan kita yang,,,,”
“BUkan aku selvii,,,, ini hanya topic,,, ini seandainyaaa,,, seadainya kamu ketemu dengan orang yang kayak gitooo,,,,, bukan aku” gemes sekali!!
“Iya Mas,,, beneran juga tidak apa-apa. Malah saya gak mau kalau hanya seandainya. Saya tunggu di rumah ya Mas. I love You…” Klik.
Tut,, tut,,, tut,,,
Telepon terputus. Saya terbengong-bengong. Terperangah sedikit tidak percaya dengan apa yang baru saja saya alami. Sungguh DRAMATIS!!
Seorang Announcer dikerjain peneleponnya. Udah gitu, gak kenal lagi. SELVI. Sebuah nama yang udah bikin KO saya malam itu. Lengkap sudah penderitaan ini.
Tuhaaaannn….. aku harus bagaimanaaa….. (saya mulai alay dalam hati).
Tak tahu harus bagaimana. Beberapa saat lamanya backsound yang saya gunakan untuk romansa terus membahana tanpa suara sedikitpun dari saya.
“Ok. Terimakasih untuk Selvi yang katanya ada di seputaran kota… hehe… malam ini kau berhasil ngerjain aku Sel… hhuuufffttt…. Awas yah,,,? Hehe… ya udah, yang masih mau gabungan bareng Avan di 0328-666999, avan tungguin lo ya? Jangan lupa, topic kita malam ini adalah, Misalnya nih ya,,, ada seseorang yang belum kalian kenal lebih jauh, tapi serius ngajakin nikah,,, menurut shobat semua gimana? Avan tunggu komennya ntar yah,,, tapi selepas komposisi cantik milik Anji ini,,, Berhenti di Kamu.”
Huuft… sedikit lega.
Untung saya masih punya ketabahan yang luar biasa. Bisa menguasai diri dan tersenyum dengan damai. Hehe…
Dua buah lagu saya siapkan sekaligus dalam play list. Juga beberapa iklan dari pihak sponsor. Jadi saya punya waktu sekitar 15 menit untuk rehat. Maka saya memilih keuar dari box siar. Menutup pintunya kemudian menuju ruang depan (kebetulan ruang itu jadi ruang tamu jika ada beberapa fans radio yang main ke studio). Baru saja saya masuk ruang depan, tiba-tiba saya dikejutkan dengan sapaan ramah seseorang.
“Hai Mas Avan,,, “ ucapnya berdiri sambil mengulurkan tangan untuk salaman. Sejenak saya grogi. serba salah. Saya lihat alif (teman Announcer) yang memang ada di situ. Sementara dua cewek lain yang tidak saya kenal juga ikut berdiri. Sejenak saya clingak-clinguk sambil nyengir garuk-garuk kepala yang sebenarnya tidak gatal.
Salaman gak ya?? Salaman gak ya? Salaman gak ya?
Salaman.
Akhirnya pilihan itu yang menang. Baru saja saya jabat tangannya. (tentu dengan wajah ramah penuh senyum). Ia memperkenalkan diri.
“Saya Selvi Mas. Yang barusan telepon,,,”
GLEKK!!
Gubrakk!!!