Aku
pamit padamu,,,
sebentaaar
saja.
Aku
ingin mengambil bias jingga di parangtritis. Memetik kerlip bintang di alun-alun
kota Jogja. Menafsir makna hidup di Malioboro. Mendekap bening embun di dekat Prambanan—diantara
daun-daun itu. Nanti,,, aku akan membungkusnya untukmu, dengan beberapa debur
ombak yang semoga sempat aku kantongi.
Aku
akan selalu ingat pesanmu, “bawakan rona senja yang cantik untukku ya,,,”. Tapi tahukah,
bahwa kau selalu lebih cantik dari rona senja. Selalu lebih indah dari kerlip
gemintang. Selalu lebih bening dari embun subuh.
Aku
pamit padamu,,,
sebentaaar
saja.
Aku
ingin menghitung berapa jarak rinduku padamu. Menimbang-nimbang seberapa
beratnya rasa sayang ini padamu. Tapi aku selalu haqqul yakin, bahwa
seluruh rasa yang bertahta dalam hati ini tak akan pernah mampu kuukur dengan
satuan pengukur apapun. Kecuali dengan hatimu.
Saat
aku melangkah,,, tahukah engkau, kemana tujuanku yang sebenarnya?
Jika
belum, lihatlah lembaran kecil di hatimu. Aku sudah meletakkannya di situ, saat
kau lelap beberapa malam yang lalu. Aku yakin masih ada. Sebab, aku letakkan persis
di samping kanan bunga mawar yang tumbuh di hatimu. Di lembar kecil itu, aku sudah
menuliskan tujuan hidupku. Aku juga sudah melukiskan impianku. (semoga kau
tak terlambat membacanya)
Aku
pamit padamu,,,
sebentaaar
saja.
Aku
ingin menjemput keinginan terbesarku saat ini; menikmati senja di beranda
hatimu.
*****
Surakarta, 17 Maret 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar