Tinggalkan hangat di kening,,,

Selamat sore cinta…
     Aku menyapa senja yang cantik, dari salah satu pematang sawah di kampungku. Senja dengan sabutan warna jingga lembut itu selalu berhasil membuatku betah berlama-lama memandangnya. Pesona awan kuning keemasan dengan latar langit jingga seolah membentuk miniatur bebukitan emas yang bersepuh cinta. Lalu hati semakin ranum olehnya.
     Akulah itu, lelaki penunggu senja, yang sesekali melangkah perlahan sambil menikmati sentuhan lembut tanah berumput dengan tapak kaki tanpa alas, menyapa taburan desir angin senja sambil merentang tangan lurus ke samping. Lalu aku mulai mengaji rindu di hatimu. Berhenti sejenak. Wajah tengadah. Mata terpejam. Menghirup nafas dalam-dalam. Aha,,, aku menemukan rindu itu makin menderu dalam pejamku.
     Aku melangkah menuju hatimu. Melewati rentang pelangi senja sehabis hujan gerimis. memungut warnanya. Memintalnya jadi rindu. Lalu perlahan aku kalungkan di lehermu.
     Aku suka saat kau tersenyum. Pijarnya menelusup ke hatiku.
     Saat aku menggodamu, biasanya kau juga akan tertawa renyah, memukul pundak atau mencubit lenganku. Tak begitu sakit memang, tapi aku pasti membalasnya dengan cubitan sayang. Bukan di lengan atau di pundak. Tapi di pipimu. Sepasang pualam bening yang melahirkan cinta.
     Engkau perempuan pemintal rindu.
     Mengenalmu tanpa sengaja. Pada sebaris kata di beranda jiwa. Kau menyapa. Aku menjawab. mengalir begitu saja. Tanpa tercegah. Lalu kita titi hari tanpa jeda, dengan sapa, senyum, tawa, dan sebaris ungkapan cinta yang masih terpendam. Kadang diam. Kadang termangu.
     Aku melamunkan rindu di ujung matamu.
     Lalu kita bertemu di ruang mimpi.
     Mengaji hatimu. Juga hatiku. Tersenyum tanpa kata.
     Berharap sepasang cinta tiba-tiba bertandang ke hati kita; kau dan aku. Bukan yang lain.
     Aku tersenyum. Mencoba memahami waktu. Juga rindu.
     Saat jarak merengkuh waktu, merampungkan mimpi jadi bukti, kau dan aku tersenyum di ritual kisah. Melautkan asa sambil memungut air mata.
     Haru bersulam jadi satu.
     Kau dan aku menjadi sepasang cinta.
     Begitu sederhana.
     Tanpa luka bahkan derita.
     Dan ingatanku kembali pada mimpi di senja itu. Saat engkau nyaris begitu nyata di hadapanku.
     “Aku ingin kau meninggalkan hangat di keningku.” Katamu dengan mata mengerjap. Aku bingung. Diam sejenak. Kau memejamkan mata. Aku tambah bingung. Kemudian perlahan aku menyentuh keningmu dengan jempol kananku.
     “Bukan begitu” katamu gemas.
     “Lalu bagaimana?” tanyaku makin bingung.
     “Duuh,,,,, sini, pejamkan matamu” katamu geregetan. Lalu akupun memejamkan mata tanpa banyak tanya.
     Tiba-tiba ada yang hangat di keningku. Begitu damai. Hangat yang basah. Hangat yang bukan berasal dari jemarimu, karena ada yang menderu di ubun-ubun; dan itu adalah nafasmu.
     Lalu aku gemetar dalam diam.
     Tak paham apa yang terjadi.
                                                      ***

 *ajari aku memaknai hangat di kening .... (*_^) hihihi...


**dipublikasikan di akun facebookku, 15 Juli 2011 pukul 16:53

Tidak ada komentar:

Posting Komentar