Manusia memang
hanya bisa berencana,,, tapi Allah jua yang menentukan segalanya.
Kalimat bijak itu kembali mendengung-dengung dalam hati
saya. Menjadi penguat, saat cemas dan sedih mendera. Tentu tidak berlebihan
jika sekarang, sayapun tersaruk dalam kesedihan. Karena kenyataan yang tidak
pernah saya inginkan sebelumnya, ternyata saya alami juga di sini. Di kota para
penulis; Jogjakarta.
Kali ini tentu bukanlah masalah hati yang tersakiti.
Bukan juga tentang pengkhianatan dari seseorang. Tapi lebih mirip dengan keadaan
tidak mengenakkan. Saya bilang tidak mengenakkan karena badan saya tidak senormal
biasanya. Ada masalah dengan badan saya. Beberapa bagian diantaranya mengalami
gangguan. Entah, apakah bersumber dari sel darah, saraf atau yang lainnya. Saya
terlanjur tidak tahu dengan semua itu. Yang saya tahu adalah. Saya sakit
sekarang. Itu saja.
Dengan kondisi seperti ini, tentu, beberapa rencana yang
sudah tersusun rapi sebelumnya, mengalami kendala. Meski saya tetap berharap,
tidak semuanya akan gagal total. Bayangkan, bagaimana saya tidak sedih,
lantaran sakit, maka jadwal menikmati senja juga tidak (belum) terlaksana.
Mestinya, hari pertama saya menjemput senja di parangtritis. Hari kedua
menikmatinya di Prambanan. Hari ketiga di keraton Jogja. Hari keempat di
pelataran Borobudur. Hari kelima (karena ini direncanakan hari terakhir) saya
akan berkeliling mengitari Jogjakarta sambil menikmati senja dan sepoi angin.
Tapi demikianlah,,, sebagai manusia yang dho’if,
saya hanya bisa merencanakan. Penentu segalanya tetaplah Allah Subhanahu
Wata’ala. Tentu Allah punya rencana yang lebih indah, kenapa sampai di
Jogja saya “harus” menikmati sakit dulu sebelum menikmati senja.
Dugaan saya:
1.
Untuk melatih kesabaran.
2.
Menyuburkan rasa syukur dalam hati terhadap nikmat iman
dan sehat yang selama ini telah dianugerahkanNYA.
3.
Lebih banyak lagi memberikan perhatian terhadap tubuh. Mengurangi
aktifitas yang kurang penting, kemudian diganti dengan aktifitas merawat dan
menjaga kesehatan sebelum sakit.
4.
Agar menambah porsi olahraga. (saya sadar, bahwa hal
yang satu itu sudah mulai berkurang intensitasnya. Futsal tidak rutin lagi.
Lari pagi juga kadang-kadang. Apalagi olahraga berat seperti tinju dan angkat
besi. Saya tidak pernah ^_^).
5.
Lebih memperbanyak ibadah dari pada jalan-jalan.
Tapi sebebnarnya, selalu ada keindahan—menurut saya—yang
diberikan Allah sebagai bentuk kasih sayangNYA terhadap orang-orang yang sakit
(tidak terkecuali saya). Yaitu kesempatan untuk bersabar dan menghapus noda
kesalahan. Saya teringat salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
Suatu ketika Abdullah bin Mas’ud r.a. menghampiri
Rasulullah yang tengah sakit. Saat itu ia meraba tangan rasul sambil
berkata, “Ya Rasulullah, penyakit Anda sangat berat.” Rasulullah memberikan
jawaban, “Benar, penyakit saya ini sama dengan penyakit dua orang di antara
kamu.” Abdullah menjawab lagi, “Itulah sebabnya Anda mendapat pahala dua kali
lipat.” Segera Rasul membalas, “Benar!” Dan dilanjutkan dengan sabdanya lagi,
“Setiap orang Islam yang mendapat bencana penyakit dan lain-lain, maka Tuhan
menggugurkan (mengampuni) kesalahan-kesalahannya, sebagaimana pohon kayu
menggugurkan daunnya.”
Subhanallah,,,
pelan-pelan saya melirik kembali ke dalam hati. Mencoba menakar seberapa jauh
kesabaran yang saya miliki sekarang. Astaghfirullahal‘adzim... ternyata sangat
tidak seberapa. Saya masih lebih banyak berkeluh kesah dari pada bersyukur.
Lebih banyak meratapi kesedihan dari pada bergembira dengan anugerahNYA. Lebih
banyak Alpa dari pada selalu berdzikir sepanjang waktu terhadapNYA.
Alhamdulillah
ya Allah,,, Engkau memberikan rasa sakit yang “tidak seberapa” ini sebagai
“tiket” untuk memperoleh nikmatMu yang lebih indah. Engkau Maha Pengatur
segalanya. Amin...
Wallahu a’lamu bish-shawab.
*****
Dalam demam, Jogjakarta, 18 Maret 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar