Mengeja Kenangan yang Menyakitkan...

(sekedar ilusi)



Sebentuk bayangan datang padaku pada senja yang semakin menua. Waktu itu gerimis pelanpelan turun. hening. Dingin. Semakin dekat, sebentuk bayangan itu semakin membuatku terkejut. Terkesiap. Tergeragap dan… aku hanya bisa diam..

“Mari mengeja kembali tentang kenangan yang menyakitkan..”

suaranya seperti muncul dari mimpi. kesadaranku pelanpelan mulai menguap dari otakku.. kabur, Menghilang dan berganti. Sebuah dunia muncul disekelilingku. Dunia kenangan. Nyaris tidak percaya,, aku seperti melihat kenanganku meliuk diantara kerjapan mata..
semakin jelas..
kenangan itu pelanpelan merambat dalam dada, menelusup ke dalam hati. Lalu tibatiba Menghunjam.
Sakit.
Perih.
Sebentuk bayangan itu terus mendekat,, menyodorkan seraut wajah…

Perempuan Penggores Pilu…

Wajah itu pernah menemani pengembaraanku melewati lembaran takdir. Wajah dengan segala bilurbilur rasa yang saling tindih menindih itu telah berhasil menggoreskan sebentuk luka panjang. Kini, wajah itu menjelma sebagai kenangan menyakitkan yang aku sendiri tidak pernah memahaminya.
sesiur angin mengantarkan goresgores pedih lewat senandung pilu..
menyapa telinga diantara batas ketidakpahamanku..
senandung itu menyeretku kembali pada sebuah kenangan Yang Terdalam…

*****
Kulepas semua yang ku inginkan
Tak akan kuulangi
Maafkan jika kau kusayangi
Dan bila ku menanti
Dulu,, penantian itu teramat panjang dan memilukan.. ada onak, ada beling,, tapi selama itu pula aku telah berusaha untuk menanti dengan ketabahan yang memuncak. Aku menantimu dalam diam, dalam hening, dan dalam kebisingan ilusi. Saat itu aku beranggapan bahwa suatu saat kelak penantianku akan berakhir dengan kebahagiaan.. Tapi,,,
Pernahkah engkau coba mengerti
Lihatlah kudisini
Mungkinkah jika aku bermimpi
Salahkah tuk menanti
sudah seringkali aku mencoba memahamimu, mencoba menantimu. Tapi ternyata Penantianku salah. Aku tidak layak menantimu. Aku hanya layak untuk kau sakiti. Aku hanya layak untuk kau cabik. Kau tidak pernah memahami keberadaanku. Tidak pernah. Lalu meski semakin tersaruk dalam pilu, aku tetap berusaha untuk tidak perih. tapi tak urung pedih itu pelan-pelan menetes, mengalirkan berjuta luka dalam bilik terdalam nuraniku. Ya,,, Luka ini untukku, bukan untukmu, bukan untuk siapa-siapa. Meski demikian,,,
Takkan lelah aku menanti
Takkan hilang cintaku ini
Hingga saat kau tak kembali
Kan kukenang dihati saja.
Dulu, dalam relung terdalam batinku, pernah aku goreskan seikat janji untuk terus menanti. menanti dan terus menanti. tapi menunggumu seperti menyelam dalam bara. melepuhkan ketegaran dan berbalut perih. malah kau pergi meninggalkan jejak luka. lalu sembab air mata bergulir satusatu. tapi dalam duka itu, aku masih menyisakan kesadaran bahwa aku pernah bersamamu, bagaimanapun juga kita pernah mengukir hari-hari bersama. Meski menurutmu itu mungkin tidak indah, tapi bagiku teramat indah. maka, Aku akan mengenang semua itu dalam hati saja. Bukan hatimu, bukan hatinya, tapi hatiku sendiri. Sebab,,,,
Kau telah tinggalkan hati yang terdalam
Hingga tiada cinta yang tersisa di jiwa.
Semuanya telah benarbenar kau rampas, semuanya telah kau renggut. Hampir tidak ada lagi yang tersisa. Bahkan asapun nyaris musnah. Tapi aku paham, bahwa hidup tidak untuk berakhir sampai saat itu. Aku teringat nasehat dalam tongkat el-Hakim, "Orang yang sangat potensial sekali untuk menyakiti kita adalah orang paling dekat dengan kita" lalu bagiku, kaulah orang itu. orang terdekat yang telah menceburkan aku pada rerimbunan perih.
*****
Sebentuk bayangan itu terus melilit kesadaranku. Menyayatkan luka. Sungguh,, kenangan itu telah kembali melemparkan aku pada kubangan kelam yang bernama kepedihan.

“Kata Rumi, Tidak ada seorangpun atau apapun juga yang bisa menyakiti hatimu, tanpa seijinmu” tibatiba sebuah suara yang begitu lembut menyadarkan aku. Suara yang sama yang telah menuntunku pelanpelan menyembuhkan luka. Aku seperti terbangun dari mimpi buruk. Luka itu. Sakit itu. Bayangan itu. Semua seolah nyata. Beberapa detik lamanya aku tidak bisa berkata apaapa. Bungkam.

“Sakit adalah sesuatu yang mesti dirasakan oleh setiap manusia. Tapi sakit bukan untuk diratapi terusmenerus. Sakit adalah bagian dari proses kematangan. Nikmatilah, lalu syukurilah,,, lebih baik kita disakiti oleh orang lain dari pada kita menyakiti orang lain.” Katakata itu telah memulihkan kesadaranku. Menyejukkan sekaligus menggetarkan. Aku melihat sesosok perempuan di hadapanku. Senyumnya mendamaikan. Membasuh setiap goresan luka dalam dada. Dari keteduhan mata itulah kerinduanku tak pernah berkurang meski seujung kuku. Malah bertambah…
“Terimakasih Putri..”
“Tidak perlu kata terimakasih itu Ksatriaku… karena kita sudah bukan orang lain lagi. Kesedihanmu adalah kesedihanku. lukamu juga lukaku. Kau dan aku sudah menjadi “Kita”. Kita telah berada dalam Jiwa yang sama. Rasa yang sama dan Rindu yang sama” senyum itu mengembang lagi..
"Tinggalkan luka itu sekarang ksatriaku... Masa depan menanti kita dengan kerinduan yang nyaris tak terkatakan"
lalu,,,
tangan itu meraih tanganku...
mata itu menyentuh tatapanku...
hanya kedamaian yang bicara...
ah,,,
********************************************************************

Allah,,,
Sejatinya memang, tidak perlu ada penyesalan atas pertemuan dan perpisahan dari lembar alunan TakdirMu. Tapi sekali lagi aku hanyalah manusia yang seringkali terkecoh dengan luka dan kepedihan.. jadi maafkanlah atas semua keluh kesahku yang selama ini seringkali buruk sangka terhadap takdirMU..
Maafkanlah Allah…
Maafkan...

*buat Peterpan (maaf ngutip lirik lagunya)

**dipublikasikan di facebook, 26 April 2010 pukul 11:03. kuhadirkan di sini dengan perubahan seperlunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar