Tapi nanti, saat kita bersua, entah pada
lembar keberapa dari awal perkenalan kita.
Salah satunya adalah tentang kisah cinta.
Tapi kau jangan marah dulu ya duhai,,,
karena aku ingin bertutur tentang kisah cinta yang berbeda dari kisah cinta
biasanya. Kisah cinta ini, tidak sembarangan orang bisa melakoninya. Kukatakan demikian
karena cinta dalam kisah ini bukanlah cinta biasa yang kebanyakan orang
pahami. Apalagi cinta yang berbalut nafsu. Jauh… sangat jauh dari semua itu.
Kisah cinta yang ingin kusampaikan ini
adalah kisah cinta seseorang pada Rasulullah.
Tentu kita sudah sama-sama tahu tentang
baginda junjungan Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wasallam. Insan paling paripurna yang senantiasa menggetarkan
sejarah peradaban. Manusia paling mulia dari milyaran manusia lain yang pernah
mengecap hidup di dunia.
Kisah indah ini aku dapat kemarin, duhai,,,
Saat menghadiri pertemuan Alumni Pondok Pesantren Raudhatut Thalibin. Seperti
biasa, kegiatan kemarin juga diawali dengan pembacaan surah yasin bersama, dilanjutkan
dengan tahlil. Kemudian pembacaan sholawat Nabi. Dan sebagai acara inti adalah penyejuk
hati. Kebetulan, yang mengisi adalah KH. Achmad Halimy, S.E, M.Pd.I, ketua
Yayasan yang sekaligus adalah cucu pendiri Pondok pesantren Raudhatut Thalibin,
KH. R. Abd. Mukmin Chanafi.
Ada kisah menarik yang dituturkan Gus Lim,
kemarin. Beliau berkisah tentang salah satu murid dari Imam Junaid Al-Baghdadi,
yaitu Abu Bakar Dalf bin Jahdar as-Syibli.
Dalam kitab Syarh Ratib al-Haddad, diceritakan
bahwa as-Syibli pernah mendatangi majlis Abu Bakar bin Mujahid. Melihat Syibli
datang, Abu Bakar bangun dari duduknya. Menyambutnya, memeluknya, dan mencium
keningnya. Setelah kejadian itu, Abu Bakar ditanya oleh salah satu muridnya, “Duhai
Guruku, kenapa engkau melakukan hal yang demikian kepada Syibli?”
Abu Bakar bin Mujahid menjawab, “Apa yang aku lakukan kepadanya adalah karena mencontoh yang dilakukan Rasulullah kepadanya. Aku pernah bermimpi melihat Syibli datang kepada Rasulullah. Lalu Rasulullah bangun dari duduknya dan mencium kening Syibli. Lalu dengan heran aku bertanya kepada Rasulullah, “Duhai Rasulullah, kenapa engkau berbuat demikian kepada Syibli?” Rasululullah menjawab, “Ya begitulah. Karena orang ini (Syibli) sehabis shalat senantiasa membaca ayat, “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin” (at-Taubah: 128), lalu ia melanjutkannya dengan membaca shalawat kepadaku sebanyak 3 kali.”
Abu Bakar bin Mujahid menjawab, “Apa yang aku lakukan kepadanya adalah karena mencontoh yang dilakukan Rasulullah kepadanya. Aku pernah bermimpi melihat Syibli datang kepada Rasulullah. Lalu Rasulullah bangun dari duduknya dan mencium kening Syibli. Lalu dengan heran aku bertanya kepada Rasulullah, “Duhai Rasulullah, kenapa engkau berbuat demikian kepada Syibli?” Rasululullah menjawab, “Ya begitulah. Karena orang ini (Syibli) sehabis shalat senantiasa membaca ayat, “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin” (at-Taubah: 128), lalu ia melanjutkannya dengan membaca shalawat kepadaku sebanyak 3 kali.”
Bukti cinta yang indah dari seorang ummat
terhadap kanjeng Rosul.
Sungguh, aku merinding mendengar kisah itu,
duhai… merinding bukan karena takut. Tapi karena menyadari bahwa rasa cinta yang
kumiliki terhadap baginda rasul masihlah compang camping. Aku belumlah mampu
menunjukkan rasa cinta yang semestinya seperti kisah as-Syibli. Padahal, aku
senantiasa berharap mendapat syafaat dari kanjeng Rasul. Siapalagi penolongku
nanti di yaumil hisab kalau bukan
kanjeng Rosulullah?
Duh,, tidak terasa, hatiku tiba-tiba gerimis
saat itu, duhai… sungguh, jika mengingat-ingat perjalanan hidup ini, rasanya
tidak ada sebiji zarrahpun kebaikan yang patut dibanggakan. Yang ada malah
torehan dosa yang selalu berkarat dalam diri. Sekali lagi,,, jika bukan kanjeng
Rosulullah yang bersedia turun tangan menolongku kelak, aku tak akan bisa
berbuat apa-apa.
Aku ingin jujur kepadamu duhai,,, bahwa selama
ini aku hanya bisa mengaku sebagai ummat rasulullah,,, tapi tak pernah
menunjukkan rasa cinta seindah as-Syibli. Shalawat yang kudengungkan hanyalah
ala kadarnya yang tidak akan mampu menyerupai cinta rasulullah pada kita,
ummatnya ini.
Tapi, duhai,,, selayaknya, kita memang mesti belajar menapaktilasi cinta as-Syibli. Mengurai cinta yang indah
pada kanjeng Rosul dengan sederet lakuan yang indah pula. Aku ingin mengajakmu
senantiasa membaca at-Taubah, ayat ke-128 ditambah shalawat
tiga kali pada kanjeng junjungan di setiap selesai sholat. Insya allah, kita
akan termasuk golongan orang-orang yang memperoleh syafaat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Inilah kisah cinta yang menurutku begitu
indah, duhai… semoga juga menurutmu.
Wallahu a’lamu bih-shawab…
*****
Sumenep, 12 Maret 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar