Prolog:
Akad Nikah:
Pemuda Penyulam Mimpi dengan Perempuan Berhati Bening
Hari : Jumat
tanggal : 11-11-2011
Pukul : 11-11 WIB
Tempat : Mesjid Agung Sumenep.
***************************************
Ceritakan padaku, bagaimana engkau sebelum denganku,,,?
Air mata, pedih, perih, sakit, menumpuk di dada. Menyayat kepingan hati. Mengiris-iris perasaan. Mencabik jiwa. Meleburkan segala macam rasa dalam kubangan duka. Rintihan, ratapan, tangisan, isak tertahan, jeritan pilu, teriakan panjang mencakar-cakar dinding jiwa. Melongsorkan bukit ketegaran. Merapuhkan semangat. Menghancurkan segala asa. Dan akulah luka paling luka dari tombak pengkhianatan. Lalu engkaupun datang menghapus piluku. Membasuh lukaku. Membersihkan jiwaku dari sayatan duka. Semua bermula dari sebuah senja yang memerah. Senja yang ranum air mata. Saat kau datang membawa senyum dan permata.
Kabarkan padaku tentang senja,,,
Adalah ruang tanpa batas. Bulir emas menyepuh langit. Bias teduh menyapa hati, rasa dan cinta, menciptakan arus lembut bernama rindu. Ronanya mengerling manja seolah bidadari surga berlontar salam. Lalu sebaris puisi mengitari jingga, memantulkan pendar kasih di hati kita. Matahari, pamit undur pelan-pelan ke beranda bumi. Remang petang bertandang pelan-pelan menyapa sunyi. Dan kitapun lebur dalam tasbih dan bismillah…
Kisahkan padaku tentang kebahagiaan,,,
Pada mulanya hanya sebuah rasa. Mengetuk hati, membukanya, menyelinap, mengitari ruangnya, lalu berdiam di sana; di palung hati yang terdalam. Bersenandung pelan-pelan, menari pelan-pelan, menorehkan damai pelan-pelan. Lalu berbisik. Segala sesuatu menjadi semakin bermakna. Terlihat semakin indah. Gemericik air sungai yang bening; menjadi orkestrasi syahdu di ruang hati. Mentari pagi membias ceria, awan putih melayang-layang dengan sebaris doa dan cinta. Daun-daun, reranting, semilir angin, bulir padi, kerikil-kerikil kecil di jalanan, unggas-unggas, dan semua penghuni alam seolah tersenyum menyambut sorot mata. Desir kedamaian semakin halus mengelus hati. Menentramkan. Dan waktu tak pernah cukup untuk dilalui. Serasa singkat untuk sebuah kebersamaan.
Risalahkan padaku tentang hatimu,,,
Hanya ada satu gubuk cinta yang sederhana di hatiku. Terbuat dari anyaman ketulusan, dengan balai-balai kecil di berandanya. Gubuk itu bertirai kasih dengan sulaman rasa sayang yang wangi. Di sekelilingnya, tumbuh aneka bunga yang senantiasa menyerbakkan keharuman surga di setiap shubuh. Tiap kelopaknya menyebarkan wangi yang menciptakan rasa damai di hati. Di sampingnya, berkelok sungai kesetiaan yang senantiasa mengalirkan air ketentraman. Bening. Dan semua itu menunggumu, masuklah, duduklah sejenak di berandanya yang wangi kesturi. Tidak usah memakai alas kaki, karena lantainya semacam pualam ketulusan yang berukir rindu. Rebahlah di balai-balai kecil itu, pejamkan matamu. Hiruplah nafas pelan-pelan. Maka kau akan terlelap berselimut cinta. Menjelma Zulaikha yang merengkuh Yusuf, serupa Layla diantara nyanyian cintanya Qois. Atau barangkali kau akan menyaru Ziadah dalam puisi-puisinya Gibran.
Katakan padaku tentang cinta,,,
Cinta adalah, saat engkau selalu rebah dihatiku, dan aku yang senantiasa tersenyum di hatimu.
************************************
Epilog:
Lalu kita tak butuh kata-kata, sayang… hanya air mata haru yang saling bicara. Kau dan aku menjelma gugusan rindu yang bertalu-talu di pendar waktu. Menciptakan gerimis di hatiku, juga hatimu. Waktu seolah berhenti. Alam seolah menari-nari di beranda jiwa kita. Hanya degup jantung yang bergemuruh. Ada senyum di sana. Ada bening di kelopak mata kita. Ada ribuan kalimat cinta yang tertahan.
“Sebenarnya, aku,,,” bibirmu dan bibirku berucap kata yang sama. Seirama pada waktu yang sama. Lalu kitapun mengurai hamdalah dalam balur senyum yang sama.
“Kau duluan, Sayang,,,” ucapku.
“Sayang saja yang duluan” katamu merajuk sambil membenarkan letak leher kemejaku. Dan kita mengulang senyum yang sama. Tipis, manis. kemudian sepasang tangan kitapun saling meraih, saling menggenggam. Erat. Hangat. Sementara pipi pualammu semakin merona. Lalu degup jantung kita semakin menggebu.
“biarlah, kutuliskan kalimat cinta ini langsung ke hatimu, sayang... tanpa huruf dan kata-kata. melainkan dengan Rasa.” Bisikku di telingamu. Lalu,,, takbir berkumandang dalam hatiku, juga hatimu…
Subhanallah,,, betapa indah takdirmu ya Rob…
********************************************
*Sumenep, sehabis tidur siang, 23 Juli 2011
Akad Nikah:
Pemuda Penyulam Mimpi dengan Perempuan Berhati Bening
Hari : Jumat
tanggal : 11-11-2011
Pukul : 11-11 WIB
Tempat : Mesjid Agung Sumenep.
***************************************
Ceritakan padaku, bagaimana engkau sebelum denganku,,,?
Air mata, pedih, perih, sakit, menumpuk di dada. Menyayat kepingan hati. Mengiris-iris perasaan. Mencabik jiwa. Meleburkan segala macam rasa dalam kubangan duka. Rintihan, ratapan, tangisan, isak tertahan, jeritan pilu, teriakan panjang mencakar-cakar dinding jiwa. Melongsorkan bukit ketegaran. Merapuhkan semangat. Menghancurkan segala asa. Dan akulah luka paling luka dari tombak pengkhianatan. Lalu engkaupun datang menghapus piluku. Membasuh lukaku. Membersihkan jiwaku dari sayatan duka. Semua bermula dari sebuah senja yang memerah. Senja yang ranum air mata. Saat kau datang membawa senyum dan permata.
Kabarkan padaku tentang senja,,,
Adalah ruang tanpa batas. Bulir emas menyepuh langit. Bias teduh menyapa hati, rasa dan cinta, menciptakan arus lembut bernama rindu. Ronanya mengerling manja seolah bidadari surga berlontar salam. Lalu sebaris puisi mengitari jingga, memantulkan pendar kasih di hati kita. Matahari, pamit undur pelan-pelan ke beranda bumi. Remang petang bertandang pelan-pelan menyapa sunyi. Dan kitapun lebur dalam tasbih dan bismillah…
Kisahkan padaku tentang kebahagiaan,,,
Pada mulanya hanya sebuah rasa. Mengetuk hati, membukanya, menyelinap, mengitari ruangnya, lalu berdiam di sana; di palung hati yang terdalam. Bersenandung pelan-pelan, menari pelan-pelan, menorehkan damai pelan-pelan. Lalu berbisik. Segala sesuatu menjadi semakin bermakna. Terlihat semakin indah. Gemericik air sungai yang bening; menjadi orkestrasi syahdu di ruang hati. Mentari pagi membias ceria, awan putih melayang-layang dengan sebaris doa dan cinta. Daun-daun, reranting, semilir angin, bulir padi, kerikil-kerikil kecil di jalanan, unggas-unggas, dan semua penghuni alam seolah tersenyum menyambut sorot mata. Desir kedamaian semakin halus mengelus hati. Menentramkan. Dan waktu tak pernah cukup untuk dilalui. Serasa singkat untuk sebuah kebersamaan.
Risalahkan padaku tentang hatimu,,,
Hanya ada satu gubuk cinta yang sederhana di hatiku. Terbuat dari anyaman ketulusan, dengan balai-balai kecil di berandanya. Gubuk itu bertirai kasih dengan sulaman rasa sayang yang wangi. Di sekelilingnya, tumbuh aneka bunga yang senantiasa menyerbakkan keharuman surga di setiap shubuh. Tiap kelopaknya menyebarkan wangi yang menciptakan rasa damai di hati. Di sampingnya, berkelok sungai kesetiaan yang senantiasa mengalirkan air ketentraman. Bening. Dan semua itu menunggumu, masuklah, duduklah sejenak di berandanya yang wangi kesturi. Tidak usah memakai alas kaki, karena lantainya semacam pualam ketulusan yang berukir rindu. Rebahlah di balai-balai kecil itu, pejamkan matamu. Hiruplah nafas pelan-pelan. Maka kau akan terlelap berselimut cinta. Menjelma Zulaikha yang merengkuh Yusuf, serupa Layla diantara nyanyian cintanya Qois. Atau barangkali kau akan menyaru Ziadah dalam puisi-puisinya Gibran.
Katakan padaku tentang cinta,,,
Cinta adalah, saat engkau selalu rebah dihatiku, dan aku yang senantiasa tersenyum di hatimu.
************************************
Epilog:
Lalu kita tak butuh kata-kata, sayang… hanya air mata haru yang saling bicara. Kau dan aku menjelma gugusan rindu yang bertalu-talu di pendar waktu. Menciptakan gerimis di hatiku, juga hatimu. Waktu seolah berhenti. Alam seolah menari-nari di beranda jiwa kita. Hanya degup jantung yang bergemuruh. Ada senyum di sana. Ada bening di kelopak mata kita. Ada ribuan kalimat cinta yang tertahan.
“Sebenarnya, aku,,,” bibirmu dan bibirku berucap kata yang sama. Seirama pada waktu yang sama. Lalu kitapun mengurai hamdalah dalam balur senyum yang sama.
“Kau duluan, Sayang,,,” ucapku.
“Sayang saja yang duluan” katamu merajuk sambil membenarkan letak leher kemejaku. Dan kita mengulang senyum yang sama. Tipis, manis. kemudian sepasang tangan kitapun saling meraih, saling menggenggam. Erat. Hangat. Sementara pipi pualammu semakin merona. Lalu degup jantung kita semakin menggebu.
“biarlah, kutuliskan kalimat cinta ini langsung ke hatimu, sayang... tanpa huruf dan kata-kata. melainkan dengan Rasa.” Bisikku di telingamu. Lalu,,, takbir berkumandang dalam hatiku, juga hatimu…
Subhanallah,,, betapa indah takdirmu ya Rob…
********************************************
*Sumenep, sehabis tidur siang, 23 Juli 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar